Misteri Kisah Patung Pastor Verbraak di Taman Maluku Bandung
- vstory
VIVA – Taman Maluku Bandung dikenal dengan keberadaan patung pastor. Banyak informasi mengenai patung pastor tersebut. Mulai dari informasi patung bisa bergerak sendiri pada malam hari atau patung tersebut dibuat untuk mengenang pastor yang tewas karena kecelakaan pesawat di Taman Maluku. Namun, itu semua hanya kabar burung. Bahkan, pastor tersebut belum pernah menginjak kota Bandung. Lalu, siapakah dia?
Menurut Direktur Komunitas Aleut, Ridwan Hutagalung, pastor ini bernama Henricus Christiaan Verbraak, seorang pria kebangsaan Belanda yang dilahirkan pada 28 Maret 1835. Pria yang awalnya bercita-cita menjadi pedagang ini memulai kariernya sebagai pastor pada 1862.
Setelah dia latihan bertahun-tahun, akhirnya dia memutuskan jadi misionaris. Tugas pertamanya itu di Indonesia, tepatnya di Padang tahun 1872. Setelah melaksanakan tugasnya di Padang, Verbraak diutus ke Aceh. Pada tanggal 29 Juni 1984, dia sampai di Aceh dan tinggal di sana hingga 23 Mei 1907.
Hari terakhirnya di Aceh menjadi terakhir kalinya Verbraak merayakan Ekaristi bersama umat di Gereja Hati Kudus Yesus Banda Aceh yang sekaligus menjadi acara perpisahannya. Dia kembali lagi ke Padang dengan kereta api dari Ulee Lheue.
Sepeninggal Verbraak, umat yang terkenang mendirikan patung Pastor Verbraak di Simpang Pante Pirak dan Peunayong, dekat gerejanya. Simpang itu sekarang dikenal dengan nama Simpang Lima dan patungnya sudah tidak ada lagi. Walaupun kala itu Aceh sedang dilanda perang, Verbraak tetap melaksanakan tugasnya dengan penuh pengabdian.
Sampai tahun 1877, dia harus tinggal di sebuah gubuk sederhana yang sekaligus menjadi tempat pelayanannya. Tahun 1877, pemerintah Belanda memberikan tanah untuk membangun kapel dari kayu di pinggir Sungai Atjeh yang juga disebut Pante Pirak. Namun, daerah tersebut sering dilanda banjir sehingga bangunan itu tidak tahan lama.
Penguasa militer saat itu, Van der Heyden, yang mengetahui masalah ini memberikan izin untuk mendirikan bangunan yang lebih layak. Dan dimulailah pembangunan gereja dan pastoran baru yang mulai dilaksanakan pada 5 Februari 1884. Gereja dengan menara tersebut, dibangun dari kayu yang berkualitas bagus dan lebih kuat dari sebelumnya.
Satu tahun kemudian, pada Hari Raya Paskah, gereja tersebut mulai digunakan. Gereja ini menjadi Gereja Katolik pertama di Aceh dan setelah mengalami perombakan pada tahun 1924, masih tetap berdiri hingga saat ini.
Nampak depan patung pastor.