Resensi Buku: Novel The Jacatra Secret

Cover Novel The Jacatra Secret
Sumber :
  • vstory

VIVA – Pada kali ini, saya akan membuat  resensi atas buku berikut:

Judul               : The Jacatra Secret : Misteri Simbol Satanic di Jakarta

Penulis             : Rizky Ridyasmara

Penerbit           : Bentang Pustaka

Tahun              : 2018

Tebal               : x+430 halaman

Pertama kali melihat novel ini dan melihat sinopsisnya penulis sudah berangan-angan kira-kira akan seperti apa alur ceritanya yang akan disuguhkan melalui novel ini. Penulis memiliki ekspektasi awal dengan menulis novel dengan tema sejarah khusunya sejarah Kota Jakarta akan memberikan atmosfir yang berbeda karena berlatar belakang tempat yang sesungguhnya.

Sangat disayangkan ekspektasi sebelumnya harus sedikit menurun karena merasa novel ini ada kemiripan dengan novel yang pernah dibaca sebelumnya. Ya novel ini memiliki kemiripan dengan novel The Da Vinci Code yang ditulis oleh Dan Brown.

Heri Chandra Santosa Menghidupkan ‘Pesantren’ Sastra di Lereng Medini

Novel ini memiliki kemiripan yang sangat besar terhadap novel tersebut terutama dari alur cerita dan simbol Freemason yang menjadi fokus dari novel ini. Bagi yang sudah membaca novel Dan Brown tersebut pasti sudah bisa menebak sebagian besar alur ceritanya.

Di luar alur cerita yang sangat mirip itu setidaknya masih ada hal yang menarik perhatian penulis terhadap novel yang sudah memiliki dua edisi hingga hari ini.

Kisah Inspiratif Heri Chandra Santoso, Wujudkan Penikmat Karya Sastra Lintas Strata

Yang menarik perhatian penulis setidaknya ada tiga sorotan yang akan coba dibahas satu persatu, yakni : Pertama, simbol-simbol Freemason yang tersebar di wilayah Jakarta dan kota besar lain di Indonesia.

Kedua, Sejarah perkembangan Jakarta baik melalui gedung-gedung kuno maupun bangunan setelah kemerdekaan. Ketiga, kritik sosial berdasarkan kondisi Indonesia kontemporer.

Maia Estianty Bagikan Foto Jadul Saat Masih Kuliah, Warganet: Mirip Fuji Banget Bun

Novel ini menceritakan tentang pembunuhan seorang pejabat pemerintah Indonesia yang dibunuh secara misterius oleh salah seorang anggota Freemason tingkat bawah-bisa saya katakana begitu- karena telah mengkhianati persaudaraan dalam hal ini Freemason yang dibahas sepanjang novel ini. Pembunuhan ini akhirnya mau tidak mau harus diungkap oleh Doktor John Grant seorang simbolog dari Amerika Serikat.

Pemeran utama dari novel ini saja sudah bisa ditebak apa yang harus diungkap. Betul novel ini sepanjang alurnya membahas simbol yang banyak tersebar di penjuru Jakarta. Menarik untuk disimak betapa simbol yang dibahas memiliki makna yang sangat dalam bagi suatu perkumpulan atau organisasi terlebih Freemason yang kerahasiaannya terjaga hingga kini.

Simbol merupakan sesuatu yang penting bukan hanya bagi Freemason, tetapi modern ini setiap organisasi khususnya di Indonesia memiliki simbol yang memiliki makna berbeda sesuai kultur organisasi dan tujuan organisasi itu sendiri. Menurut Kasdin Sihotang (2018) simbol bisa dikaitkan juga dengan Bahasa.

Bahasa yang merupakan produk suatu kebudayaan digunakan untuk berkomunikasi dengan kelompok atau makhluk lain untuk mengungkapkan perasaan, keinginan atau pengetahuannya.[1] Simbol yang digunakan bahkan sangat banyak oleh Freemason ini diantaranya adalah jam pasir, mata satu, kompas, bintang daud, dan sebagainya serta memiliki beragam makna yang berbeda. (Kumparan, 25 Agustus 2018).

Freemason atau freemasonry merupakan organisasi rahasia yang terkait dengan suatu tarekat atau ajaran ritual yang tidak boleh dijelaskan kepada orang luar, namun mengandung nilai humanisme ketimbang nilai religius tradisional.[2]

Novel ini selain bercerita tentang simbol yang tersebar di seluruh Penjuru Jakarta juga membahas tentang bangunan yang telah berdiri sejak zaman VOC. Bangunan yang dibahas disini adalah Adhucstat (sekarang Bappenas), Stadhuis (Museum Sejarah Jakarta), Taman Makam Prasasti bahkan Monumen Nasional (Monas) dianggap berkaitan dengan gedung-gedung tersebut meskipun baru dibangun paska kemerdekaan yang membuat penulis tertawa sendiri membacanya.

Satu hal lagi yang menarik penulis adalah kritik sosial yang cukup terasa. Di antaranya bercerita tentang mafia Berkeley. Apa itu mafia Berkeley ? Mafia Berkeley adalah sekelompok perumus kebijakan ekonomi Indonesia yang telah dipersiapkan secara sistematis oleh kekuatan asing selama sepuluh tahun sebelum berkuasa (1956-1965) yang merupakan bagian dari strategi perang dingin dalam menghadapi kekuatan progresif dan revolusioner di Asia.

Dikatakan Mafia Berkeley karena kebanyakan dari generasi pertamanya adalah lulusan Program Khusus di Univesitas Berkeley, California, Amerika Serikat. (Kompasiana, 09 April 2012)

Kelompok Mafia Berkeley ini dikatakan punya kaitan dengan Freemason yang mencita-citakan suatu tatanan dunia baru.

Namun, di Indonesia sendiri tatanan dunia baru ini tidak lebih dari suatu penjajahan gaya baru yang akrab disebut sebagai neoliberalisme. Bisa dikatakan istilah neoliberalisme merupakan konsep ekonomi dan filsafat politik yang digagas oleh Freidrich von Hayek yang menginginkan liberalisme dihidupkan kembali setelah digantikan oleh konsep ekonomi Keynes paska krisis ekonomi 1930.

Pokok pikiran dari neoliberalisme sendiri adalah kebebasann individu dapat berjalan sepenuhnya tanpa intervensi pemerintah.[3]

Kesimpulan

Meskipun novel ini memiliki banyak kemiripan dengan novel The Da Vinci Code namum tetap harus diapresiasi karena lokusnya berada di Indonesia dan isinya justru sangat mengupas baik eksistensi Freemason di Indonesia beserta peninggalannya dan kritik sosial yang kental terhadap kebijakan pemerintah Indonesia.

Sayangnya akhir cerita novel ini agak kurang jelas dan hingga saat ini belum ada lanjutan novel tersebut padahal Freemason tidak hanya di Jakarta dan novel lanjutannya bisa membahas simbol Freemason dan bangunannya di kota besar lain di Indonesia.

Daftar Pustaka

Bruinessen, Martin van.2013. Rakyat Kecil, Islam dan Politik. Gading:Yogyakarta

Laksono, Dandhy Dwi.2019. Indonesia For Sale. Penerbit Jalan Baru:Yogyakarta

Sihotang, Kasdin.2018. Filsafat Manusia: Jendela Menyingkap Humanisme. Kanisius:Yogyakarta

Catatan Kaki
[1] Kasdin Sihotang.2018.Filsafat Manusia. Hal.176.
[2] Martin van Bruinessen.2013.Rakyat Kecil, Islam dan Politik. Hal.264.
[3] Dandhy Dwi Laksono.2019.Indonesia For Sale. Hlm.156.

Sumber Gambar www.tokopedia.com

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.