Deteksi Detektif Komar
- vstory
VIVA.co.id – Dosa pertama bagi siswa SMA di Jakarta, terutama di sekolahku, adalah mengambil pentil motor orang lain. Aku bukanlah salah satu dari mereka, tapi aku banyak mempunyai teman yang demikian. Aku juga berdosa membeli pentil motor curian yang teman-teman tawarkan. Memang begitu menggiurkan. Warna, bentuk, dan ukuran yang beragam membuat siapa saja tertarik untuk mendapatkan.
Pagi itu seperti biasa aku berjalan di atas tanah yang berdebu. Memakai topi dan dasi abu-abu. Memasuki ruang kelas dengan perasaan penuh syahdu. Ah, semuanya nampak begitu baik. PR sudah dikerjakan, bisa ngobrol dulu dengan asyik. Sampai tak terasa guru memasuki ruangan. Semua berdiri memberi salam dan sapaan.
Pak guru nampaknya sedang tidak sehat hari ini. Mukanya tertekuk tak serapih pakaian yang ia kenakan pagi ini. "Mungkin sedang ada masalah," bisik temanku bernama Sarah. Kita lihat saja, apa kata pertama yang diucapkan olehnya.
"Kalian tahu akhir-akhir ini para guru kehilangan pentil ban motor?" Semua diam. Teman-temanku panik. Di antara mereka ada yang satu sama lain melirik. Ada juga yang saling berbisik-bisik. Ini akan jadi kasus yang menarik. "Pak satpam mencurigai kelas kita. Karena kelas ini adalah kelas yang paling sore dan terakhir keluarnya."
Batinku berkata, ini adalah kesempatanku untuk menunjukkan kemampuanku menganalisa. "Pak, izin bicara." ucapku sambil mengangangkat tangan. "Ya silakan, Komar," kata pak guru. "Benar sekali, Pak. Kelas kita adalah kelas yang mengambil seluruh pentil motor guru-guru." kataku dengan lantang. Murid semua ricuh. Perempuan tidak terima atas tuduhanku. Laki-laki ikutan sewot seolah bukan mereka pelakunya.
Setelah agak tenang, aku melanjutkan perkataanku "Yang paling penting bukan aku pelakunya, jelas-jelas kemarin setelah pulang sekolah aku tidak melewati parkiran. Bahkan aku ke ruang guru dulu untuk mengumpulkan tugas kelas," Mereka mulai ricuh kembali dan melontarkan kata tak terima.
Pak Guru mengambil alih kelas. Ia memberiku sedikit lagi kesempatan sebelum semuanya hancur berantakan. Kalau suasana seperti ini, pembelajaran tidak akan kondusif.
"Baik, Pak. Terima kasih. Menurutku pelakunya adalah.." Aku menatap ke seluruh ruangan. Ada yang menunduk, tercengang, kaget dan sebagainya, bercampur menjadi satu. "Pelakunya adalah salah seorang di antara perempuan." Semua kaget setelah aku berkata demikian. Karena kenakalan seperti itu hanya dilakukan oleh laki-laki, kok bisa yang disalahkan perempuan?
"Saat pulang sekolah kemarin, siswa laki-laki pergi terlebih dahulu ke lapangan untuk bermain futsal. Sedangkan perempuan pergi ke parkiran menunggu jemputan datang." Aku mulai mencari cara agar ada yang mengaku.
"Kemarin aku beli pentil motor persis seperti yang dimiliki oleh Bu Ane. Warnanya pink dan bentuknya hati. Bisa saja itu diambil oleh perempuan karena identik dengan kesukaannya," Aku mulai melakukan analisa cocokologi.
"Tapi kau tak bisa menuduh sembarangan, Komar. Hanya karena sebuah bukti yang seperti itu," timpal Dedi, temanku yang berbadan kurus hitam. Harus kukatakan, membuat orang lain mengaku itu cukup sulit.
"Baiklah, kita punya 2 pelaku pada kasus ini." Serentak murid murid mengatakan, "Apa?!" seakan tak percaya dengan analisa bodohku. Kali ini aku mendapat bukti yang cukup kuat. Aku akan menyelesaikan semuanya sekarang.
"Tenanglah. Apa kalian tahu, sebelum kejadian kehilangan pentil tersebut, di pentil motor Bu Ane aku sudah melumurinya dengan minyak yang baunya kuat sekali. Walaupun dicuci satu minggu, minyak tersebut akan tetap menempel pada jari." Aku mulai menatap sikap kedua tersangkaku.
Dapat, akhirnya, "Pelakunya adalah Sarah!" Sambil kutunjuk ke arahnya. "Eh kamu enggak serius kan, masa nuduh aku?" Ia mencoba mengelak. "Aku berbohong ketika kubilang melumuri dengan minyak yang baunya kuat. Dan kau diam-diam mengendus jarimu. Menandakan bahwa kau percaya akan ucapanku dan hendak membuktikannya. Padahal itu hanya jebakan agar kau mau mengaku. Sekarang mengakulah!" Jawabanku menyudutkan Sarah, membuat seisi ruangan terdiam dan terkejut.
Pak guru bertanya, "Apakah benar itu, wahai Sarah?" Sarah mulai gugup, ia menundukkan kepalanya lalu berteriak, "Ya, aku yang mengambilnya. Aku sangat tidak menyukai Bu Ane. Aku tak sengaja menabrak motornya, tapi ia menghukumku dengan memintaku agar membelikannya pentil motor yang bagus. Aku hanya ingin mengambil apa yang seharusnya milikku. Tapi sekarang aku tak tahu pentil motor itu di mana." jelasnya sambil menangis tersedu.
"Nah kau mengaku juga. Sekarang pentil motor itu Saya pegang. Aku membelinya dari seseorang yang aku sebut sebagai tersangka kedua," semua mulai fokus padaku. Mereka penasaran, siapa pelaku kedua tersebut.
"Pelaku kedua itu adalah Dedi" Kataku sambil menatap tajam matanya. "Yang mengambil seluruh pentil motor guru adalah dia. Karena ia adalah bandar pentil di sekolah kita. Aku mendapatkan pentil motor Bu Ane karena membeli darinya," Bingung semakin melanda teman-teman, termasuk Sarah. Ia mempertanyakan kenapa pentil motor itu bisa ada di tangan Dedi.
"Mungkin kau bertanya-tanya, kenapa pentil motor itu ada di Dedi. Sebenarnya kau ceroboh. Saat kau pulang, pentil itu jatuh di depan gerbang sekolah dan diamankan oleh pak satpam," kataku.
"Oh jadi itu yang menyebabkan kecurigaan pak satpam kepada kelas kita," timpal pak guru. Sekarang semuanya akan terungkap. Pak Guru bertanya kepada Dedi perihal kebenaran semua itu. "Benar, Pak. Saya yang mengambil seluruh pentil motor guru-guru di sekolah," ungkapnya.Â
"Perihal pentil motor Bu Ane, aku memang mendapatkannya dari pak satpam. Saat aku melewati gerbang, ia memergokiku dan bertanya siapa pemilik pentil itu. Aku bilang kalau itu milikku. Sekarang aku baru tahu kalau itu adalah cara dia untuk menjebakku juga," ujarnya.
Kasus ini sudah menemukan titik terang. Akhirnya pak guru membawa Dedi dan Sarah ke kantor guru BK. Di sana sudah ada Bu Ane dan juga pak satpam. Aku mengetahui semuanya dari pak satpam. Ia berharap aku dapat menyelesaikan kasus ini. Dan sekarang kasus ini telah terungkap. Kuharap tidak ada lagi kasus kehilangan pentil motor di sekolah.