Kenangan saat Turun Hujan di Kala Senja
- vstory
VIVA – Matahari tak pernah ingkar janji untuk setiap hari datang dan pergi. Angin juga tak pernah letih membawa semilirnya. Sedangkan, sang waktu terus saja berganti hingga membawaku ke sini, pada perjumpaan dan pertemanan denganmu.
Ini adalah satu dari sekian banyak warna hidupku pada segaris jejak rindu. Ketika ada sebuah rasa yang hadir mengetuk pintu hatiku dan membukanya. Masuk lalu mencari tempatnya sendiri.
Saat kutulis ini, bukan karena tak lagi bisa kukuasai rasa itu. Bukan juga ingin minta sesuatu darimu. Ini hanya sebuah pilihan. Laksana butir air yang berat, jatuh satu demi satu dari awan yang gelap hingga bisa kulihat birunya langit, kulihat bintang menari.
Aku pikir ku telah berhasil melakukan itu, tapi justru sebaliknya. Tiap kali bertemu denganmu, saat itulah kusadari kegagalanku. Menghadirkan dia ternyata tak juga mengaburkanmu. Lalu, aku berbincang pada cahaya. Katanya, tak perlu kuhabiskan waktu. Untuk untai sangka tentang segala mungkin yang bergelayut dalam pikirmu setelah kau tahu yang kurasa.
Cukup bagiku hilangnya awan gelap. Jika rasa yang kau punya harus selalu metafora, bagaimana dengan inginmu yang ingin menjejak nyata? Mengapa harus menyimpan rahasia dan kata bahasa yang tak pernah menjelaskan inginmu?
Bukankah akan sangat indah bila rasa itu mulai mengambang sempurna, dan senyummu mulai mengembang sempurna? Maukah kau lepaskan dan bebaskan kata rasa itu? Namun bukan untuknya, melainkan untuk aku, senjamu. Karena (hanya) dengan senja, kau tak akan lagi bisa dikuasai.