Pelatih Pembina Pramuka di Era Digital: Merangkai Tradisi dan Inovasi

Kegiatan Pramuka
Sumber :
  • Istimewa/VIVA

(Artikel ini ditulis oleh Nur Hadi Ihsan, Dosen Universitas Darussalam Gontor dan Alumni Kursus KPL Angkatan 3 Blitar)

Siapkan Generasi Adaptif dan Kreatif, Menag akan Kembangkan Gerakan Kepramukaan Madrasah

VIVA – Menjadi pelatih pembina Pramuka di era digital adalah tantangan besar sekaligus peluang. Di tengah arus perubahan yang cepat, seorang pelatih dituntut tidak hanya menguasai materi kepramukaan tradisional, tetapi juga mampu menjadi pembimbing yang relevan, inovatif, dan inspiratif. Pertanyaannya, sudahkah pelatih benar-benar siap menghadapi tantangan ini?

Pada akhir tahun ini, Kwarda Jawa Timur telah membuktikan komitmennya terhadap pengembangan pelatih pembina Pramuka dengan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Kursus Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Lanjutan (KPL) tiga kali berturut-turut. Angkatan pertama di Jember, angkatan kedua di Malang, dan angkatan ketiga di Blitar. Prestasi ini bukan hanya cerminan kapasitas organisasi, tetapi juga bentuk tanggung jawab Kwarda Jatim dalam mencetak pelatih yang siap menjawab tantangan era digital. Namun, pertanyaannya tetap: setelah kursus selesai, sudahkah para pelatih siap mengemban peran yang semakin kompleks ini?

Serangan Udara Israel di Lebanon Tewaskan 12 Paramedis, 3 Anggota Pramuka, dan Warga Sipil 

ilustrasi pramuka

Photo :
  • Good News From Indonesia

Peran Pelatih yang Bertransformasi                                                                                                                Peran pelatih tidak terbatas sebagai instruktur teknis, tetapi juga mencakup fungsi sebagai narasumber, konsultan, dan fasilitator diskusi strategis. Selain itu, pelatih diharapkan tetap aktif di tingkat lokal, membimbing Pembina langsung di gugus depan, serta memahami kebutuhan riil mereka. Kehadiran ini penting untuk memastikan pelatih tetap relevan sekaligus menjaga hubungan langsung dengan praktik lapangan.
Namun, banyak pelatih yang berhenti pada peran tradisional, menganggap tugas selesai begitu kursus selesai. Paradigma ini harus diubah. Seorang pelatih adalah agen perubahan yang terus belajar, berinovasi, dan mendokumentasikan praktik-praktik terbaik untuk menginspirasi pelatih lain. Peran ini membutuhkan komitmen untuk selalu relevan dan adaptif terhadap kebutuhan zaman.

Pembina Pramuka SD di Surabaya Cabuli 7 Siswinya Ditetapkan Tersangka

Dari Pedagogi ke Andragogi
Metode pengajaran tradisional yang bersifat pedagogis sudah tidak lagi relevan. Pelatih harus beralih ke pendekatan andragogi yang menekankan partisipasi aktif peserta kursus. Proses belajar yang berbasis diskusi, praktik, dan kolaborasi terbukti lebih efektif dalam membangun keterampilan dan pemahaman yang mendalam. Pendekatan ini membuat pembelajaran lebih interaktif dan melatih para pembina menjadi pembelajar mandiri.
Sebagai contoh, pelatih tidak cukup hanya mengajarkan teknik tali-temali atau pioneering. Mereka juga harus membimbing Pembina memahami bagaimana nilai-nilai kepramukaan diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Hal ini mencakup diskusi tentang isu-isu aktual seperti pelestarian lingkungan, penguatan kesehatan mental, hingga pengembangan karakter anak muda.

Pendekatan ini juga menuntut pelatih untuk peka terhadap kebutuhan pembina yang beragam. Latar belakang pembina yang berbeda memerlukan metode pengajaran yang fleksibel agar pembelajaran tetap relevan dan inklusif.

Teknologi Sebagai Kebutuhan Mendesak
Sebagai organisasi yang berakar pada nilai-nilai tradisional, Pramuka memiliki pedoman yang jelas, seperti Undang-undang RI No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka; Keputusan Munas Gerakan Pramuka Nomor: 07/Munas/2023 tentang AD dan ART Gerakan Pramuka; Keputusan Kwarnas Nomor: 047 Tahun 2018 tentang Pedoman Anggota Dewasa Dalam Gerakan Pramuka; dan Nomor: 048 Tahun 2018 tentang Sistem Pendidikan dan Pelatihan Kepramukaan.

Namun, kepatuhan terhadap pedoman ini tidak boleh menghalangi inovasi. Generasi muda saat ini tumbuh dalam dunia digital yang serba terhubung. Pelatih yang tidak memanfaatkan teknologi akan sulit relevan dengan kebutuhan mereka. Padahal, teknologi dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk menyampaikan materi pelatihan dengan cara yang menarik sekaligus interaktif.

Sayangnya, banyak pelatih masih gagap teknologi. Kemampuan menggunakan aplikasi desain, platform pembelajaran daring, hingga alat presentasi digital adalah kebutuhan mendesak. Teknologi juga penting untuk menghadapi tantangan literasi digital, seperti memverifikasi informasi, memahami dampak media sosial, hingga melindungi privasi online. Pelatih yang menguasai teknologi dapat menjadi fasilitator yang lebih efektif dalam membekali Pembina dengan keterampilan yang relevan.

Menjawab Dinamika Sosial
Selain teknologi, pelatih juga harus peka terhadap perubahan sosial yang memengaruhi generasi muda. Anak muda saat ini lebih kritis terhadap otoritas, lebih menyukai dialog dibanding instruksi, dan lebih terhubung secara global. Pelatih yang tidak memahami dinamika ini akan kesulitan menjalin hubungan yang efektif dengan para Pembina yang mereka latih.

Isu-isu seperti pelestarian lingkungan, kesehatan mental, hingga pengembangan soft skills juga harus menjadi agenda utama. Proyek berbasis lingkungan, misalnya, dapat diintegrasikan dalam pembinaan untuk meningkatkan kesadaran generasi muda terhadap keberlanjutan. Dengan pendekatan yang relevan, pelatih dapat membantu Pembina menciptakan program yang berdampak pada kehidupan anak muda dan masyarakat luas.

Pembelajar Seumur Hidup
Seorang pelatih yang baik tidak pernah berhenti belajar. Dunia kepramukaan mencerminkan dinamika masyarakat yang terus berubah, sehingga pelatih harus selalu memperbarui pengetahuan dan keterampilannya. Ini bisa dilakukan melalui seminar, pelatihan lanjutan, atau diskusi dengan sesama pelatih.
Pelatih masa kini tidak cukup hanya mengajarkan keterampilan dasar seperti mendirikan tenda atau menyalakan api unggun. Mereka juga harus membekali pembina dengan keterampilan hidup modern, seperti manajemen waktu, berpikir kritis, dan kemampuan memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan tujuan Pramuka untuk membentuk generasi muda yang mandiri, tangguh, dan siap menghadapi tantangan zaman.

Pelatih Sebagai Agen Perubahan
Pada akhirnya, pelatih pembina Pramuka bukan hanya pelestari tradisi, tetapi juga inovator. Mereka harus mampu memanfaatkan teknologi, memahami karakter generasi muda, dan mengadopsi pendekatan pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan zaman. Pelatih yang enggan beradaptasi akan tertinggal, sementara yang adaptif dan kreatif akan menciptakan dampak besar bagi Gerakan Pramuka dan masyarakat luas.

Tantangan zaman ini adalah panggilan bagi para pelatih untuk terus belajar, berinovasi, dan menciptakan perubahan. Masa depan generasi muda bergantung pada kemampuan pelatih dalam menjawab perubahan dunia yang semakin cepat. Maka, pertanyaannya kembali kepada kita semua: siapkah Anda menjadi agen perubahan di era digital? Jika jawabannya ya, sekaranglah waktunya untuk bergerak, belajar, dan berinovasi. Karena masa depan generasi muda ada di tangan kita.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.