Al-Maqrizi: Pemikir Ekonomi Islam yang Mendahului Zamannya

pixabay.com/illustrations/chart-growth-finance-graph-1953616/
Sumber :
  • vstory

VIVA – Merujuk pada bacaan penulis terhadap buku Karim (2016) tentang Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, maka ditemukan salah satu tokoh yaitu Al-Maqrizi dan menurut penulis, pemikirannya sangat menarik untuk dibahas dan masih sangat relevan untuk saat ini.

Bolehkah dalam Islam Istri Menanyakan Gaji Suami dan Pegang Semua Uangnya? Begini Jawaban Tegas Mamah Dedeh

Al-Maqrizi merupakan seorang sejarawan dan pemikir ekonomi Islam abad pertengahan, dikenal sebagai tokoh yang gagasan-gagasannya melampaui zamannya. Nama lengkapnya adalah Taqiyuddin Abu Al-Abbas Ahmad bin Ali bin Abdul Qadir Al-Husaini. Ia lahir di Kairo pada tahun 766 H (1364-1365 M) dan berasal dari keluarga sederhana yang sangat menghargai ilmu pengetahuan. Berkat perjalanannya menimba ilmu dari banyak ulama, termasuk Ibnu Khaldun, Al-Maqrizi berkembang menjadi cendekiawan yang menghasilkan kontribusi besar dalam berbagai bidang, terutama ekonomi dan sejarah.

Perjalanan Hidup dan Karier

Menuju Indonesia Emas 2025, Ini Tantangan dan Peluangnya

Al-Maqrizi memulai kariernya sebagai pegawai di pemerintahan Dinasti Mamluk. Ia menjabat sebagai muhtasib di Kairo, posisi yang memberinya wawasan mendalam tentang dinamika pasar, perdagangan, dan peredaran uang. Selain itu, ia juga menjabat sebagai pelaksana administrasi wakaf di Damaskus. Pengalaman ini mengokohkan analisisnya mengenai krisis ekonomi, terutama selama masa pemerintahan Dinasti Mamluk Burji.

Karya dan Pemikiran Ekonomi

BI Proyeksikan Ekonomi Dunia Meredup hingga 2026, Bagaimana Indonesia?

Al-Maqrizi dikenal produktif menulis lebih dari seratus karya, termasuk buku monumental Ighatsah Al-Ummah bi Kasyf Al-Ghummah yang membahas krisis ekonomi dan inflasi. Dalam karya ini, ia mengkritik kebijakan moneter Dinasti Mamluk yang dianggapnya merusak stabilitas ekonomi Mesir.

1. Konsep Uang. Al-Maqrizi mendalami sejarah uang, mulai dari penggunaan dinar emas dan dirham perak pada masa Rasulullah hingga masa Dinasti Mamluk. Ia menyoroti dampak buruk pencetakan mata uang berkualitas rendah yang menyebabkan inflasi dan melemahkan daya beli masyarakat. Menurutnya, hanya emas dan perak yang layak dijadikan standar nilai uang. Fulus (mata uang tembaga) tetap diperlukan untuk transaksi kecil dan kebutuhan rumah tangga sehari-hari.

2. Analisis Inflasi. Ia membagi penyebab inflasi menjadi dua:
Inflasi Alamiah: Disebabkan oleh bencana alam yang mengurangi pasokan barang dan jasa, memicu kenaikan harga. Contoh nyata adalah ketika bencana alam seperti kekeringan atau banjir melanda, hasil pertanian menjadi langka sehingga harga pangan melonjak tajam. Selain itu, gangguan terhadap infrastruktur penting seperti jalan dan jembatan juga memperburuk distribusi barang, menciptakan kelangkaan lebih lanjut di pasar. Dalam situasi ini, pemerintah sering kali menghadapi tekanan untuk mengalokasikan sumber daya yang besar guna memitigasi dampaknya, yang dapat menyebabkan defisit anggaran.

Inflasi karena Kesalahan Manusia: Disebabkan oleh kebijakan buruk seperti korupsi, administrasi buruk, pajak berlebihan, dan pencetakan uang secara berlebihan. Contohnya, ketika pejabat pemerintah lebih mengutamakan keuntungan pribadi daripada kesejahteraan rakyat, korupsi dapat merusak efisiensi ekonomi dan memperburuk ketimpangan sosial. Administrasi yang tidak efisien sering kali mengakibatkan salah kelola sumber daya, meningkatkan biaya produksi dan distribusi. Selain itu, pajak yang terlalu tinggi dapat menghambat produktivitas masyarakat dan mendorong banyak sektor informal untuk menghindari kewajiban pajak, yang pada akhirnya memperburuk stabilitas ekonomi. Pencetakan uang yang berlebihan tanpa dukungan nilai riil juga memicu inflasi yang sulit dikendalikan, mengurangi daya beli masyarakat secara drastis.


3. Kritik Kebijakan Moneter. Al-Maqrizi mengkritik penggunaan mata uang tembaga (fulus) secara berlebihan yang menciptakan ketidakstabilan ekonomi. Ia menyarankan agar uang dicetak dalam jumlah minimal dan digunakan sesuai kebutuhan untuk menghindari inflasi tinggi.

Relevansi dengan Ekonomi Modern

Pemikiran Al-Maqrizi dalam karyanya dapat dianggap sebagai fondasi pemahaman ekonomi modern. Jika dibandingkan dengan pemikiran ekonom Barat dari abad XIX dan XX, Al-Maqrizi telah membahas penyebab inflasi secara mendalam yang mirip dengan konsep cost-push inflation dan demand-pull inflation dalam ekonomi kontemporer. Ekonom modern di Barat membagi inflasi berdasarkan faktor pendorong biaya dan permintaan, sementara Al-Maqrizi membaginya ke dalam dua penyebab utama: inflasi alamiah (natural inflation) dan inflasi akibat kesalahan manusia (human-error inflation).

Natural inflation, menurut Al-Maqrizi, muncul karena gangguan terhadap penawaran agregat atau peningkatan permintaan agregat. Perspektif ini sangat relevan dengan Quantity Theory of Money dari Irving Fisher, yang menjelaskan inflasi melalui perubahan jumlah barang dan jasa atau daya beli masyarakat. Contoh praktis dari masa modern termasuk dampak embargo perdagangan atau kenaikan permintaan global terhadap komoditas tertentu.

Selain itu, Al-Maqrizi menggambarkan inflasi akibat kesalahan manusia sebagai hasil dari kebijakan yang buruk, seperti pencetakan uang yang tidak terkendali, korupsi, dan pajak berlebihan. Konsep ini sejalan dengan pandangan Milton Friedman bahwa inflasi selalu merupakan fenomena moneter yang diakibatkan oleh pertumbuhan uang yang berlebihan. Dalam konteks modern, Al-Maqrizi dapat dianggap sebagai pendahulu pemahaman tentang "seignorage" atau keuntungan dari pencetakan uang yang berlebihan, yang dikenal dalam ekonomi saat ini sebagai inflation tax.

Warisan Pemikiran

Pemikiran Al-Maqrizi menunjukkan bahwa ekonomi bukan hanya tentang angka, tetapi juga tentang kebijakan yang berdampak pada kehidupan masyarakat. Ia memberikan pelajaran penting bahwa kebijakan ekonomi harus berpihak pada keadilan dan kesejahteraan rakyat. Warisannya menjadi inspirasi hingga kini, baik dalam kajian ekonomi Islam maupun global.

Al-Maqrizi adalah bukti bahwa intelektual Muslim abad pertengahan mampu memberikan kontribusi signifikan yang relevan dengan tantangan ekonomi masa kini. Pemikirannya layak menjadi referensi untuk solusi masalah ekonomi yang kompleks.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.