Alasan Filsafat Harus Lahir di Yunani Bukan di Negeri Lain
- vstory
VIVA – Bangsa Yunani memperoleh kehormatan karena para pendahulunya yang jenius. Sebut saja tiga nama filsuf besar Socrates, Plato, dan Aristoteles. Buah kontemplasi mereka dijadikan rujukan para pemikir dunia. Diakui atau tidak bangsa Yunani memiliki integritas dan intelektual yang tinggi. Mereka berperan penting dalam kemajuan sejarah peradaban manusia.
Pengetahuan dan teknologi yang berkembang luar biasa sekarang berawal pada satu titik revolusi dari mitos menuju logos yang dimainkan oleh para filsuf Yunani kuno.
Mulai dari Thales (bapak filsafat klasik abad ke-6 SM) hingga masa pasca Socrates (470 SM) telah mampu menjawab fenomena alam dan persoalan humanisme berdasarkan daya akal. Sekalipun masih dalam tahap merintis tapi itu sangat luar biasa pada masanya.
Kendati demikian kemajuan bangsa Yunani kuno pada masa itu juga tidak kalah dengan peradaban di bagian bumi lain. Peradaban Mesir kuno dan Babylonia misalnya. Kejayaan dua peradaban ini jauh lebih awal dan dibilang maju dibandingkan peradaban Yunani setelahnya.
Sistem irigasi sungai Nil, arsitektur bangunan, hingga ilmu ukur telah berkembang dalam masyarakat Mesir kuno dan Babylonia. Atau perkembangan bangsa Sumeria penyandang predikat sebagai peradaban pertama melakukan transisi dari budaya lisan ke budaya tulis. Tetapi kenapa dalam catatan sejarah mereka tidak menjadi awal mula perkembangan filsafat.
Filsafat secara harfiah berarti mencintai kebijaksanaan bukan merasa bijaksana (Philo-Shopia/Cinta-bijaksana). Maksudnya sebagaimana diterangkan oleh Plato (428 SM) terlalu luhur kiranya jika manusia dipanggil "orang bijaksana" sebutan itu selayaknya disematkan hanya kepada dzat adikuasa (dewa). Karena itu manusia lebih baik dipanggil philosophos/Philosophie, pecinta kebijaksanaan/mencintai kebijaksanaan. Nama ini lebih berpatutan dengan makhluk insani
Menurut Prof, Dr. K. Bertens dalam bukunya Sejarah Filsafat Yunani, setidaknya ada tiga faktor menyebabkan filsafat lahir di Yunani bukan di peradaban bangsa yang lain. Tiga faktor tersebut adalah.
Pertama, kekayaan mitologi Yunani dapat dianggap perintis yang mendahului filsafat. Mitos-mitos merupakan percobaan pertama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang hidup dalam diri manusia; Dari mana asal dunia? Apa sebab matahari terbit? Untuk apa ada kehidupan? Melalui mitos-mitos manusia mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Mitos-mitos yang menjawab pertanyaan serupa di atas tidak hanya berkembang di Yunani, juga ada pada bangsa lain semisal mitologi Nordik dari Eropa timur. Tetapi perbedaan Bangsa Yunani dengan bangsa lain adalah kemampuan mereka dalam usaha menyusun mitos-mitos yang berkembang menjadi suatu keseluruhan yang sistematis. Dari sini terlihat sifat keilmiahan bangsa Yunani.
Kedua, alasan yang boleh dianggap sebagai persiapan mempengaruhi lahirnya filsafat bagi Bertens adalah kesusastraan Yunani. Karya puisi Homeros yang berjudul Ilias dan Odyssea (ca. tahun 850 SM) mempunyai posisi istimewa dalam kesusastraan Yunani. Pasalnya syair-syair Homeros digemari oleh rakyat dan mengisi waktu luang sekaligus mempunyai nilai edukatif.
Karya Homeros ini digunakan semacam buku pendidikan untuk rakyat Yunani, Plato menyebut Homeros telah mendidik seluruh Hellas (sebutan lain untuk negeri Yunani). Bertens menekankan pemaknaan kesusastraan dalam artian seluas-luasnya, sehingga meliputi dongeng-dongeng, teka-teki, amsal-amsal, dan sebagainya.
Terakhir, sebagai faktor ketiga lahirnya filsafat di Yunani harus disebut karena pengaruh ilmu pengetahuan dari Timur. Orang Yunani harus menerima dan berutang budi kepada bangsa-bangsa lain dalam menerima beberapa unsur ilmu pengetahuan dari mereka. Seperti ilmu ukur dan ilmu hitung sebagian berasal dari Mesir dan Babylonia.
Sungguhpun demikian andil dari bangsa-bangsa lain dalam perkembangan ilmu pengetahuan tidak boleh dilebih-lebihkan. Sebab orang Yunani telah mengolah unsur-unsur tadi dengan cara yang tidak pernah disangka-sangka oleh bangsa Mesir dan Babylonia. Baru pada bangsa Yunani ilmu pengetahuan memperoleh corak yang sungguh-sungguh ilmiah.
Demikianlah tiga faktor sebagai jawaban berdasarkan analisis K. Bertens dalam menjawab kenapa filsafat harus lahir di Yunani bukan di negeri Mesir kuno atau pun Babylonia dan peradaban yang lain. Satu hal sebagai penutup, keadaan sosio-kultur Yunani kuno sangat berbeda dengan lingkungan sosial dimana orang Timur kuno hidup. Hal ini memiliki konsekuensi besar untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam bangsa Timur kuno ilmu pengetahuan dipraktikkan di kalangan istana sedangkan dalam bangsa Yunani ilmu pengetahuan hidup pada setiap kalangan masyarakat.