Bansos, Beras Mahal, dan Inflasi
- vstory
VIVA – Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan keheranan kala melihat sejumlah bahan pokok mengalami kenaikan harga akibat inflasi. Salah satu sorotannya mengarah pada beras yang menjadi mahal, bahkan keberadaannya pun sempat raib di pasaran.
"Bulan lalu beras naik di mana-mana, padahal berasnya ada. Kok bisa tiba-tiba menghilang? minyak goreng juga harus dikendalikan, apalagi masuk Ramadan, Idul Fitri, mari perkuat sinergi, kita dorong inflasi agar terkendali," katanya dalam Kick Off Gerakan Nasional Pengendalian Pangan (GNPIP) 2023, Minggu (5/3/2023).
Inilah dampaknya beras bantuan sosial (bansos):
1. Beras bansos dibagikan mengakibatkan inflasi. Kok bisa?
Peredaran uang sejak 1971 sudah berubah dari uang sebagai alat simpan menjadi alat tukar.
Artinya dulu uang adalah tabungan sekarang terbalik, setiap hari uang didistribusikan sebagai kredit bank sebanyak Rp3 triliun setiap hari.
Kenapa gelontoran uang tidak mengakibatkan inflasi? Karena sifatnya utang kredit bank.
Sebaliknya dana bansos termasuk beras bukan termasuk kredit. Tapi bersifat tunai (sembako) akibatnya inflasi.
2. Peredaran beras itu stabil karena ada buffer bulog. Pada saat cadangan buffer dipakai bansos, seketika harganya beras naik. Karena buffernya menurun.
Fungsi cadangan beras bulog adalah untuk mengkoreksi harga di saat permintaan naik, bulog operasi pasar.
Tapi saatnya seluruh Indonesia naik permintaan bansos Bulog tidak punya cadangan beras yang lebih.
3. Apakah bansos menyejahterakan rakyat?
Secara jangka pendek mungkin bisa sebagai bantalan safety net atau jaring pengaman sosial, tapi itu sifatnya kejar-kejaran dengan inflasi.
Katakan sebulan ini masyarakat terbantu bansos, tapi cadangan beras sebulan tersebut dikompensasi kenaikan harga yang 10%. Sama saja 11 bulan berikutnya masyarakat membayar setara pembagian beras bansos, dalam bentuk kenaikan harga.