Konflik Palestina dan Humanisme Internasional
- VIVA
VIVA. Humanisme internasional yang muncul sebagai respon dari konflik di Palestina, kiranya berangkat dari dampak yang memantik kesadaran kemanusiaan. Puluhan ribu orang yang meninggal akibat perang, menjadi dasar dari respon masyarakat dunia dalam menilai krisis kemanusiaan di sana.
Bukan sekedar memberi dukungan kepada pihak yang berseteru, melainkan bersikap terbuka atas kesadaran sebagai manusia. Okupasi militer dengan korban di antaranya adalah anak-anak adalah wujud dari kegagalan dunia pasca Konvensi Jenewa disepakati.
Respon inilah yang membuat gerakan kesadaran membela para korban menjadi reaksi besar pasca Perang Dingin berkecamuk. Kepedulian atas hak warga Palestina yang merdeka, menjadi trending topic dengan narasi anti-Israel.
Jadi bukan sekedar melalui kesadaran religi semata, pun dengan dogma dan ideologi yang mengedepankan rasa kemanusiaan menjadi fokus utamanya. Hal ini dapat dilihat dengan fakta, banyak negara-negara yang memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Israel.
Walaupun ada dukungan Amerika dan Inggris dalam ekskalasi politik global. Kekhawatiran terpicunya Perang Dunia 3 dengan dampak yang lebih parah, menjadi alasan penting bagi seluruh masyarakat internasional. Lantaran, posisi Rusia dan China berada dalam sikap yang berseberangan.
Krisis multideimensi kiranya menjadi "momok" yang menakutkan. Walau secara sadar kritik masyarakat dunia adalah menentang terjadinya perang global. Ada kecenderungan, negara-negara adidaya justru menyikapi persoalan ini sebagai ajang show of power.
Jika ditarik benang merah, maka peristiwa serupa di masa silam dapat memberi abstraksi secara jelas. Seperti kala Belanda hendak menguasai kembali Indonesia, respon masyarakat internasional dalam mendukung kemerdekaan Indonesia justru membuat Belanda terdesak.
Lantaran era Perang Dingin, dapat sewaktu-waktu menimbulkan gesekan yang memicu Perang Dunia 3 terjadi. Antara negara adidaya, dengan modal persenjataan kuat, dapat dijadikan alasan penting dalam melihat masa depan kemanusiaan secara global.
Bukan justru secara skeptis bersikap netral tanpa upaya memberi keberpihakan bagi rasa kemanusiaan. Kecenderungan memberi dukungan bagi bangsa Palestina kiranya sudah mutlak harus disosialisasikan secara masif. Khususnya bagi manusia yang memiliki kesadaran penting akan humanisme.
Upaya menegakkan hak asasi manusia kini tengah mengalami tantangan besar dengan realitas politik dunia. Dengan argumentasi seperti yang pernah dikemukakan oleh Francis Fukuyama, dalam The End Of History, And The Last Man. Dalam perbandingan benturan ideologi dan peradaban modern, yang menihilkan rasa kemanusiaan sesuai dengan hakikat hidup seorang manusia.