Heboh Kandungan Berbahaya dalam Produk, Begini Respons Perusahaan Kosmetik

Pilih produk kosmetik yang merawat kecantikanmu dengan kandungan baik.
Sumber :
  • vstory

VIVA - Menurut catatan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dari tahun 2021 sampai dengan Juli 2022, perusahaan kosmetik menunjukkan angka pertumbuhan yang signifikan, dari 819 bertumbuh hingga 913 perusahaan. Dengan data tersebut, perkembangan industri kecantikan dan farmasi di Indonesia merebut peringkat ke-9 secara global, seperti yang dilansir pada laman resmi website MPR Indonesia pada Desember 2022.

Produsen kosmetik selalu berusaha memberikan produk yang aman dan bermutu tinggi bagi konsumen. Namun, terkadang masalah timbul ketika produk yang dihasilkan mengandung bahan yang dapat membahayakan kesehatan konsumen. Masalah ini bisa menjadi bencana besar bagi produsen kosmetik, karena hal ini dapat merusak reputasi dan citra perusahaan. Oleh karena itu, manajemen produsen kosmetik harus memiliki strategi yang tepat dalam menghadapi masalah kandungan berbahaya pada produknya.

Menghadapi Isu Kandungan Berbahaya pada Produk Kosmetik

Dalam menanggulangi stereotip negatif yang berkembang mengenai adanya bahan berbahaya dalam produk kosmetik, pihak manajemen perusahaan terkait harus mengambil tindakan yang komprehensif. Untuk mengatasi isu kandungan berbahaya dalam produknya, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen perusahaan kosmetik, yaitu sebagai berikut:

1. Merespons isu dengan tanggap, cepat dan tepat
Ketika isu mulai mencuat pada media informasi online ataupun offline, dan mulai menimbulkan banyak keresahan pada masyarakat sebagai konsumen, pihak manajemen perusahaan harus segera merespons kejadian tersebut dengan cepat dan tepat. Hal ini bisa dicapai dengan memberikan pernyataan resmi yang tegas dan terbuka mengenai isu tersebut. Selain itu, manajemen perusahaan harus menyediakan informasi yang tepat dan terupdate mengenai produk yang terkena isu, mengklarifikasi kebenaran isu tersebut, dan memberikan informasi tentang tindakan yang akan atau sudah diambil untuk menangani masalah tersebut. Kecepatan dan ketepatan pihak manajemen dalam merespons isu yang terjadi akan membatasi ruang gerak isu dalam menimbulkan stereotip atau pemikiran negatif. Pembatasan ruang gerak isu ini akan memudahkan pihak manajemen perusahaan dalam menyelesaikan inti dari permasalahan isu sehingga diharapkan dapat menekan biaya kerugian akibat isu tersebut.

2. Memberikan solusi yang jelas tentang penanganan isu
Manajemen perusahaan harus memberikan solusi yang jelas dan nyata dalam mengatasi masalah isu kandungan berbahaya pada produknya. Solusi tersebut harus dapat memberikan kepastian dan rasa aman bagi konsumen, meskipun dalam beberapa kasus, tindakan pihak manajemen perusahaan ini harus berujung pada penarikan atau recall terhadap produk yang telah beredar di pasaran. Pada sisi internal perusahaan, menjaga kestabilan keuangan adalah hal yang sangat penting untuk keberlangsungan ”hidup” perusahaan, tetapi menjaga mutu produk untuk menciptakan rasa nyaman pada konsumen dalam penggunaan produk, jauh lebih penting dan harus lebih diutamakan. Hal ini dikarenakan rasa nyaman konsumen ini adalah suatu investasi keuntungan jangka panjang untuk perusahaan. Oleh karena itu, bagi perusahaan yang produknya terkena recall karena isu kandungan berbahaya, manajemen perhitungan biaya kerugian dalam penyelesaian masalah, akan menjadi domino effect dalam menjaga kestabilan keuangan perusahaan. Dalam pelaksanaannya, pihak manajemen perusahaan juga dituntut untuk memastikan bahwa solusi yang akan digunakan dapat diimplementasikan dengan mudah dan efektif.

3. Melakukan komunikasi terbuka dan transparansi dalam menghadapi masalah
Manajemen perusahaan harus terbuka dan transparan dalam menghadapi isu kandungan berbahaya pada produknya. Keterbukaan dalam melakukan komunikasi menjadi kunci penting dalam menemukan titik terang dari permasalahan isu. Meskipun terkadang langkah keterbukaan komunikasi dan transparansi ini sering kali menimbulkan pro dan kontra, serta stereotip negatif dalam masyarakat. Namun, dalam permasalahan yang lebih kompleks, penyelesaian masalah, secara diam-diam dapat berdampak negatif pada reputasi dan citra perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, manajemen perusahaan harus jujur dalam menjelaskan situasi sebenarnya tentang penyebab kesalahan penggunaan bahan atau kandungan tertentu dan tindakan apa yang akan diambil untuk menyelesaikannya. Dampak positif lain dari pelaksanaan komunikasi terbuka ini adalah timbulnya rasa empati dari masyarakat tentang tanggung jawab perusahaan dalam menyelesaikan semua permasalahan isu. Sehingga hal ini dapat menghilangkan keraguan dan ketidakpercayaan dari konsumen.serta membangun kembali loyalitas konsumen terhadap perusahaan.

4. Memberikan nilai kompensasi atau ganti rugi kepada konsumen yang terkena dampak
Pihak manajemen perusahaan harus memberikan ganti rugi yang layak kepada konsumen yang terkena dampak dari isu kandungan berbahaya pada produknya. Ini merupakan salah satu tanggung jawab moral bagi manajemen perusahaan dalam menghadapi permasalahan isu ini.

Dalam pelaksanaan proses pemberian kompensasi, tahap awal yang dilakukan adalah melakukan komunikasi terbuka dengan konsumen yang terdampak, kemudian diikuti dengan penjelasan mengenai penyebab terjadinya masalah dan permintaan maaf atas insiden yang terjadi. Selanjutnya, pihak perusahaan akan menjelaskan bagaimana mereka akan menyelesaikan masalah tersebut. Setelah proses tersebut selesai dilakukan, langkah selanjutnya adalah membahas besaran nilai ganti rugi yang akan diberikan oleh manajemen perusahaan. Nilai kompensasi tersebut dapat berupa pengembalian uang, penggantian produk, atau bentuk ganti rugi lain yang sesuai dengan kerugian yang diderita oleh konsumen.

Penerapan langkah yang dilakukan pihak manajemen perusahaan di atas, sejalan dengan penjelasan yang disampaikan oleh Andrew Griffin dalam bukunya yang berjudul "Crisis, Issue and Reputation Management". Menurut Griffin, isu adalah kondisi permasalahan yang muncul dari faktor internal atau eksternal perusahaan, yang dapat mempengaruhi citra atau reputasi perusahaan dalam jangka pendek atau jangka panjang. Isu internal dapat muncul dari masalah produk, kebijakan organisasi, atau tindakan individu yang terkait dengan perusahaan, sedangkan isu eksternal dapat muncul dari berbagai faktor seperti perubahan regulasi, persaingan bisnis, atau perubahan tren pasar.

Permasalahan kandungan berbahaya dalam produk kosmetik merupakan contoh dari isu internal yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi konsumen. Griffin juga berpendapat dalam bukunya, bahwa ada beberapa langkah yang yang digunakan oleh perusahaan dalam menghadapi isu yang terjadi, langkah pertama adalah melakukan respons dengan cepat dan tepat dalam menghadapi krisis atau isu yang muncul. Langkah kedua adalah tentang pentingnya transparansi dan kejujuran perusahaan dalam menghadapi krisis atau isu yang terjadi.

Menurut Griffin transparansi dan kejujuran perusahaan akan menjadi control social yang membatasi stereotip negatif yang berkembang di masyarakat. Langkah ketiga adalah tindakan teknis perusahaan tentang solusi yang akan dilakukan dalam menyelesaikan isu. Tindakan teknis ini menurutnya harus dilakukan dengan cepat dan tepat sasaran untuk mengatasi akar dari permasalahan. Dan langkah terakhir menurut Griffin, adalah memberikan kompensasi yang layak terhadap konsumen yang secara langsung terdampak dari masalah isu yang muncul.

Beberapa contoh penarikan produk-produk kosmetik yang ada di Indonesia yang disinyalir terdapat kandungan bahan yang berbahaya:

Pada tanggal 9 Maret 2023, BPOM bekerja sama dengan Balai Besar POM dan Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan tindakan terhadap sebuah pabrik kosmetik di Jakarta Utara. Dalam tindakan tersebut, berhasil disita barang bukti senilai Rp7,7 miliar, termasuk bahan baku yang berbahaya, produk jadi, alat produksi, dan kendaraan. Penemuan ini menunjukkan adanya langkah-langkah illegal yang diambil yaitu melakukan produksi kosmetik tanpa izin edar (TIE) serta memasukkan beberapa bahan yang dapat membahayakan pengguna kosmetik, seperti Hidroquinon, Asam Retinoat, Deksametason, Mometason Furoat, dan lain-lain. BPOM mengumumkan bahwa distribusi kosmetik yang tidak sah ini sangat sering terjadi, khususnya di wilayah Pulau Jawa, Bali, dan sebagian wilayah Sumatera.

BPOM menginformasikan bahwa penggunaan kosmetik yang tidak sah secara hukum dan mengandung bahan-bahan yang terlarang memiliki potensi yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Beberapa risiko yang mungkin terjadi termasuk iritasi kulit, perubahan warna pada kulit, gangguan sistem kekebalan tubuh, efek teratogenik, dan masalah kesehatan lainnya. BPOM meminta masyarakat untuk menjadi konsumen yang cerdas dengan tidak menggunakan kosmetik ilegal dan selalu membeli dari sumber yang dapat dipercaya serta memeriksa label izin edar, tanggal kadaluwarsa, dan juga kemasan produk kosmetik yang dibeli, sebelum digunakan. BPOM menegaskan komitmennya untuk memastikan keamanan, manfaat, dan mutu produk kosmetik di Indonesia. Mereka tidak ragu untuk menindak oknum pelaku usaha yang melanggar regulasi dan melakukan kejahatan terkait obat dan makanan. BPOM juga mengimbau masyarakat untuk memberitahukan jika mengetahui merek kosmetik yang mengandung bahan berbahaya.

Boikot Produk Terafiliasi Israel Ditegaskan Untungkan Bisnis Lokal, Begini Penjelasannya

Masalah dalam bisnis dapat menjadi serius jika tidak ditangani dengan benar. Ini karena masalah yang terjadi dapat merusak reputasi dan citra perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan yang mengalami masalah harus memiliki strategi yang tepat untuk mengatasinya. Sebagai contoh, dalam menghadapi masalah kandungan berbahaya pada produk kosmetik, perusahaan harus mengambil tindakan secara menyeluruh dan komprehensif. Merespons dengan cepat, memberikan solusi yang jelas, berkomunikasi secara terbuka, dan memberikan kompensasi yang pantas adalah strategi yang efektif untuk mengatasi masalah dan memulihkan reputasi perusahaan. Selain itu, perlu bagi perusahaan untuk belajar dari pengalaman ini dan mengambil langkah-langkah pencegahan agar tidak terjadi permasalahan yang sama ke depannya. Ini bisa mencakup peningkatan pengawasan dan pengendalian kualitas, pengujian yang lebih ketat terhadap bahan baku, dan peningkatan kesadaran dan pelatihan bagi seluruh karyawan perusahaan tentang pentingnya keamanan dan kualitas produk.

Di zaman media sosial dan akses informasi yang mudah, reputasi perusahaan dapat terancam dengan cepat karena isu kandungan berbahaya pada produk kosmetik. Oleh karena itu, sangat penting bagi perusahaan kosmetik untuk mengambil tindakan proaktif dan efektif dalam menghadapi isu ini. Dengan menerapkan tindakan-tindakan yang telah dijelaskan di atas secara konsisten, diharapkan dapat membangun kembali kepercayaan konsumen dan memulihkan reputasi mereka sebagai produsen kosmetik yang aman dan berkualitas tinggi.
Di samping perusahaan, pemerintah memegang peran yang signifikan dalam mengatasi masalah kandungan berbahaya dalam produk kosmetik.

PNM Mekaar Bantu Nasabah Naik Kelas hingga Kantongi Izin BPOM

Salah satu tugas penting yang dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan fungsi pengawasan melalui Lembaga Pengawas Obat dan Makanan, yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). BPOM bertanggung jawab atas pengawasan dan regulasi produk kosmetik di negara ini. Mereka mengambil tindakan tegas terhadap pembuat kosmetik ilegal yang menggunakan bahan berbahaya dan tidak memiliki izin edar yang sah. Tindakan ini diambil untuk menghindari peredaran produk kosmetik yang membahayakan kesehatan konsumen. Pemerintah juga dapat memainkan peran dalam mendorong inovasi dan pengembangan produk kosmetik yang aman dan berkualitas melalui dukungan terhadap riset dan pengembangan di industri kosmetik. Dengan mendorong penelitian tentang bahan-bahan alami dan ramah lingkungan serta penggunaan teknologi terbaru, pemerintah dapat membantu menciptakan produk kosmetik yang lebih aman dan lebih baik. (Rahma Dita, Mahasiswa Prodi Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Bakrie)

Ilustrasi awet muda.

Kenapa Usia Masih Muda Tetapi Wajah Terlihat Tua? Ternyata Ada Kandungan Ini yang Kurang dalam Tubuh

Penelitian menunjukkan bahwa 60% perempuan di Indonesia memiliki usia kulit lebih tua dibandingkan usia biologis mereka.

img_title
VIVA.co.id
14 Desember 2024
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.