Upaya Pemerintah dalam Menangani Kasus Penyimpangan Ilmu Keagamaan

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama, Kamaruddin Amin.
Sumber :
  • vstory

VIVA – Belakangan ini, beredar kabar adanya Pondok Pesantren Al Zaytun yang kehadirannya menjadi polemik di tengah masyarakat karena munculnya dugaan ajaran menyimpang di sana. Masyarakat menilai bahwa semua yang terjadi ini terindikasi adanya penyimpangan dalam ilmu-ilmu yang diajarkan kepada santri dan santriwati di Pondok Pesantren tersebut yang tidak sesuai dengan syariat Islam.

Pesan Presiden Prabowo untuk Kadin Indonesia

Kejadian ini menjadi sorotan utama dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat biasa hingga ke pemerintahan pusat. Asal mula Pondok Pesantren ini menyita perhatian publik yaitu saat bulan April tahun 2023, di mana ada sejumlah foto dan video yang beredar mengenai salat Idul Fitri yang dilaksanakan di masjid Pondok Pesantren tersebut yang memperlihatkan bahwa ada perbedaan dari tata cara salat dan barisan salatnya, yang seharusnya saf salat dirapatkan dan terpisahnya saf laki-laki dan perempuan, di sana justru salat diberikan jarak dan di dalam saf laki-laki terdapat jamaah perempuan.

Ini menjadi perbincangan yang ramai sekali dibahas di berbagai platform sosial media dengan mengutarakan segala opini yang muncul dari pihak yang melihatnya. Tidak sedikit juga alumni dari Pondok Pesantren tersebut yang muncul ke publik untuk membagikan pengalamannya saat menimba ilmu di sana.

Wamen BUMN Beberkan 4 Program Prioritas Prabowo yang Bakal Diakselerasi di 2025

Beberapa alumni justru kaget dengan aktivitas Pondok Pesantren tersebut yang ramai diperbincangkan, pasalnya pada saat Ia menjadi santri di sana, semua yang diajarkan tidak ada yang menyimpang dan masih sesuai dengan syariat Islam.

Atas kejadian ini, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) telah menerima penjelasan dari pimpinan Pondok Pesantren terkait pelaksanaan salat Idul Fitri yang viral.

Tanggapan Ketum Kadin Anindya Bakrie Terkait Kenaikan UMP 6,5 Persen

Penjelasan itu didapatkan dari pimpinan yang menyebutkan dasar dari salat yang berjarak diambil dari surat Al- Mujadalah ayat 11 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.....’’.

Pernyataan tersebut membuat Kementerian Agama kaget karena menggunakan dasar hukum dari terjemahan surat di Al-Qur’an yang mungkin ditafsiran seperti itu. Sedangkan penjelasan dari pemimpin Pondok Pesantren terkait jamaah perempuan ada di saf laki-laki itu sebagai bentuk kemuliaan pada perempuan, sehingga perempuan tidak perlu ada di sudut ujung.

Pemerintah masih terus berupaya untuk menanggulangi kontrovesi Pondok Pesantren ini agar dapat pencerahan dan tidak menimbulkan fitnah serta keributan di masyarakat. Bagaimana pun jika terkait dengan agama, ini harus ditegaskan oleh pemerintah pusat agar dapat diproses sesuai dengan hukum yang berlaku dalam penistaan agama.

Baru-baru ini hadir video yang Kembali menjadi pusat perhatian masyarakat Indonesia terkait Pondok Pesantren ini. Video yang berisi seorang santri yang diajarkan untuk mengkafirkan orang tua yang tidak setuju dengan ajaran pesantren. Ada seorang anak yang sedang berlibur dan kembali ke rumah orang tuanya, orang tuanya menilai anak mereka menjadi pendiam dan di hari yang lain anaknya tiba-tiba menyebut mereka sebagai kafir karena mencuci bajunya dan tidak izin terlebih dahulu.

Sang Ibu tentu terkejut dengan pernyataan dari anaknya tersebut. Anaknya mengatakan “Bahwa wilayah muslim itu harus berada di bawah sebuah negara. Siapapun yang berada di bawah sebuah negara Islam harus menjalankan syariat Islam, maka dia dikatakan seorang muslim. Kalau negara seperti Indonesia ini, semuanya masih kafir”.

Ibunya langsung menyampaikan kepada sang ayah yang selanjutnya melapor kepada KH Athian Ali Da’I yang memang merupakan ketua aliansi anti-syiah. Tuntutan dari masyarakat Indonesia kepada pemerintah semakin kencang untuk menindaklanjuti Pondok Pesantren ini karena jika dibiarkan akan merusak generasi muda terlebih yang memang sudah menjadi santri di sana. Hadirnya berita penyimpangan yang terjadi Pondok Pesantren Jawa Barat ini, menjadi sebuah krisis bagi pemerintahan yang ada di Indonesia seakan semuanya berkaitan dan terlibat untuk menanggulanginya.

Pasalnya hukum agama ini paten untuk segala aturannya, sehingga jika ada hal-hal yang diluar itu artinya dapat dikatakan sebagai penyimpangan. Setelah dilakukan pendekatan yang mendalam dari perwakilan pemerintah seperti mentri agama, MUI, pemimpin setempat hingga presiden Indonesia, justru Pondok Pesantren tersebut semakin menunjukkan jati dirinya yang bahkan diperlihatkan langsung oleh pemimpinnya.

Selain seorang anak yang mengkafirkan orang tua karena didikan paham yang ada di Pondok Pesantren, Pondok Pesantren ini juga memperbolehkan perempuan sebagai Khotib. Yang terbaru justru pemimpin Pondok Pesantren yang menyanyikan salam ala Yahudi sebagai pembuka dakwah. Ini sudah menjadi krisis bagi pemerintah pusat karena masyarakat sudah mulai mempertanyakan bagaimana bisa ada Pondok Pesantren yang berdiri sejak lama dengan ajaran yang seperti itu. Masyarakat juga sudah menyampaikan keluhan dan kritikan di sosial media terkait kejadian ini dan mulai menyudutkan pemerintah bahwasannya pemerintah mendukung Pondok Pesantren tersebut sehingga lolos dari pantauan.

Hingga kontroversial Pondok Pesantren ini dibicarakan publik, banyak orang tua dari santri Pondok Pesantren yang datang untuk menjemput anak mereka menggunakan kendaraan pribadi maupun bis yang disewa. Hal ini mendapatkan dukungan dari masyarakat yang diutarakan melalui sosial media. Masyarakat berkomentar bahwa pilihan orang tua sudah benar untuk mengambil Kembali anaknya sebelum semakin terdoktrin dengan ajaran-ajaran sesatnya dan tidak perlu kembali lagi ke sana.

Bahkan ada yang meminta untuk semua sopir bus yang memarkirkan kendaraan di Pondok Pesantren segera mengangkut anak-anak yang ada di sana. Informasi yang beredar, kurikulum yang ada di sana perihal adanya penyimpangan di Pondok Pesantren ini sudah bergulir sejak lama dan belum juga ada tindakan lebih lanjut dari pemerintah.

Sebelumnya sudah ada penelitian yang dilakukan oleh Umar Abduh yang mengungkapkan bahwa Gerakan NII merupakan gerakan radikal yang akan mengubah sistem politik dan sosial. Pondok Pesantren ini diduga sebagai bagian dari NII yang mengajarkan ideologi radikal dan sangat berbahaya bagi Negara Indonesia. Selain itu juga pada bukunya disebutkan bahwa Pondok Pesantren ini juga terlibat kasus pelecehan seksual pada santri perempuan di bawah umur yang dilakukan oleh pemimpin di pesantren ini. Dengan begitu, Pondok Pesantren ini tidak hanya berbahaya bagi ideologi tapi juga berbahaya bagi aspek etika dan moral.

Saat ini Presiden Joko Widodo mengaku jajaran pemerintah tengah melakukan penyelidikan dan pendalaman terkait Pondok Pesantren yang kontroversial ini, Pak Jokowi juga menyanggah tanggapan masyarakat yang menilai bahwa Pondok Pesantren tersebut memiliki beking yang kuat, salah satunya dari pihak istana maupun pemerintah. Pemerintah Provinsi juga membuat tim investigasi untuk menggali lebih dalam lagi terkait Pondok Pesantren.

Hasil kerja dari tim investigasi sudah disampaikan kepada Menkopolhukam dan menjadi kewenangan bagi pemerintah pusat. Menurut Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat, ada tiga rekomendasi yang disampaikan, yaitu terkait langkah hukum pidana. hukum administrasi terhadap institusi terkait dan mitigasi solutif terhadap para santri di sana. Kemudian langkah preventif untuk menjaga situasi kondusif sosial dan wilayah. Ridwan Kamil juga menyampaikan bahwa Ia menunggu arahan dari Kementrian Agama dan MUI, karena bagaimana pun jika itu urusan dengan agama, urusan fiskal, hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan itu menjadi wilayah pemerintah pusat.

Pondok Pesantren ini disebut memiliki kurikulum yang tertutup dan tidak diketahui oleh siapapun, hal ini Kembali memancing opini masyarakat bahwasannya di sinilah ilmu-ilmu sesat disampaikan kepada santri. Namun masalah ini masih dikaji lebih dalam oleh pemerintah, karena pada tahun 2022 penelitian yang dilakukan oleh Kemenag, kurikulum di Pondok Pesantren ini tidak bermasalah, maka dari itu sudah berizin dan diakui oleh kementerian agama.  Meski begitu, sejumlah masyarakat menilai Pondok Pesantren ini sesat dan menyimpang, hal ini sudah tidak perlu diragukan lagi karena sudah banyak bukti yang tersebar ke publik. Masyarakat Indonesia pun mendesak agar pesantren tersebut segera dibubarkan.

Setelah dilakukan pertemuan atau tabayun dari pihak perwakilan pemerintah dengan pihak pesantren dan menghimbau semua pihak untuk mengedepankan musyawarah dan saling menasihati untuk mencari solusi, tidak saling menyerang di ruang publik. Perwakilan Kementerian Agama mengatakan bahwa Kementerian Agama tidak berhak menghakimi sebuah pesantren  karena itu masuknya sudah ke ranah hukum agama yang menjadi kewenangan dari ormas Islam seperti MUI, NU, Muhammadiyah, dan ormas Islam lainnya.

Pihak MUI baru ini memberikan pernyataan bahwa Pondok Pesantren tidak perlu ditutup, hanya perlu penggantian pengurus saja dikarenakan ini menyangkut orang banyak yang ada di Pondok Pesantren tersebut. Dengan pernyataan yang keluar dari MUI, ini menimbulkan perdebatan lagi di masyarakat, pasalnya pemerintah tidak bertindak tegas dengan hal ini, padahal ini merusak moral masyarakat. Bahkan beredar informasi bahwa Kementerian Agama ikut mendanai Pondok Pesantren ini milyaran rupiah per tahunnya, masyarakat beranggapan bahwa memang pemerintah ikut mendukung ajaran menyimpang ini dengan maksud dan tujuan yang masyarakat awam tidak ketahui tentunya. Namun hal ini dibantah oleh Kemenag dan menyebutkan bahwa Pondok Pesantren ini menerima bantuan BOS.

Dari sekian banyak polemik Pondok Pesantren tersebut, upaya pemerintah menanggulangi masalah ini masih sangat minim. Walaupun banyak pergerakan dan upaya yang dilakukan, tapi tidak memberikan titik terang. Pemerintah sangat berhati-hati sekali menaggapi dan mengambil Langkah untuk menindaklanjuti keberlangsungan Pondok Pesantren ini. Berdasarkan hasil penelitian MUI, “Sudah jelas bahwa itu terindikasi dan teraifiliasi dengan gerakan NII baik pola rekrutmen, segi penghimpunan atau penarikan dana dari anggota dan masyarakat sudah jelas tidak terbantahkan lagi.”.

Artinya penelitian yang dilakukan pada tahun 2002 itu valid, Pondok Pesantren ini memang menyimpang dalam paham agama. Keputusan dari pihak yang berwenang saat ini memang ingin melakukan pembinaan dan meluruskan segala penyimpangan keagamaan yang sudah terjadi agar tidak lagi terpapar sebagai bibit radikal yang menjadi bom waktu bagi negara.

Dari sudut pandang penulis yang mungkin mewakili masyarakat lainnya, seharusnya pemerintah dapat mendeteksi permasalahan ini lebih ini hingga tidak berjalan bertahun-tahun seperti ini. Hal ini menyangkut santri dan satriwati yang mengemban ilmu di sana menjadi salah dalam menerima pemahaman keagamaan. Selain itu, pemerintah juga harus bertindak tegas dalam menghadapi isu ini, jika tabayun sudah dilakukan dan pihak Pondok Pesantren sudah memberikan keterangan, harusnya segera mengambil langkah yang pasti.

Akhir-akhir ini beredar hasil wawancara pemimpin Pondok Pesantren dengan perwakilan pemerintah pusat, hal yang disampaikan pun masih di luar batas wajar dan dianggap masih menyimpang dari ajaran islam. Jika itu terus dibiarkan dan dimaklumi dengan dalih pendapat dan sudut pandang orang berbeda, dan memaklumi bahwa sudut pandang dari Ponpes tersebut seperti itu, pada akhirnya akan menghancurkan kehidupan masyarakat negara Indonesia.

Dengan mengeluarkan keputusan tidak akan membubarkan Pondok Pesantren namun akan mengganti kepengurusannya juga tidak akan menjamin akan terhindar dari paham yang menyimpang seperti saat ini. Mengingat Pondok Pesantren ini berdiri sudah lama dengan kepengurusan yang sama dan kurikulum yang sama pula, rasanya tidak mudah untuk mengubah semuanya dalam waktu yang singkat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.