Bagaimana Kondisi Kemiskinan di DIY?
- vstory
VIVA – Kemiskinan harus dilihat secara komprehensif dan tidak parsial. Menurut para ahli, kemiskinan bisa dilihat dari aspek individu, aspek sosial, aspek lingkungan dan aspek ekonomi.
Aspek Individu
Bahwa kemiskinan ditimbulkan karena ketidakberdayaan yang mana merupakan kondisi seseorang yang merasa kurang kontrol atas kejadian atau situasi yang memberi dampak pada pandangan, tujuan dan gaya hidup, faktor usia (lansia), faktor fisik (difabel), faktor kesehatan (kesehatan yang buruk).
Karena ketidakmampuan, pendidikan rendah, akses pendidikan yang terbatas, keterampilan yang minim dan miskin informasi. Termasuk kategori fakir. Menurut Syekh Allamah Muhammab bin Umar an-Nawawi al-Banteni dalam Kitab Syarah Kasyifah as-Saja Fi Syarhi Safinah an-Naja menjelaskan pengertian fakir adalah orang yang tidak memiliki harta halal dan pekerjaan (mencari nafkah untuk kehidupan) halal. Pengertian fakir lainnya adalah orang yang memiliki harta, tetapi hartanya tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya seumur hidup ketika hartanya dibelanjakan.
Dari aspek individu ini sebagai penciri seseorang yang termasuk kemiskinan ekstrem adalah seorang janda, lansia, sudah tidak bekerja, atau kalau bekerja biasanya di pertanian sebagai buruh tani, sumber air minum dari sumur atau mata air, atau air hujan, rumah berlantai tanah, berdinding anyaman bambu, atap genting lama, maka selayaknya warga yang demikian mendapat perhatian dari negara, sesuai amanat UUD 45 Pasal 34, “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.
Aspek Sosial
Karena tekanan budaya seperti gaya hidup konsumtif, budaya “urunan” untuk acara adat dan keagamaan yang bersifat wajib, budaya patriarki, tidak boleh menjual hasil panen. Karena beban sosial seperti jumlah anggaran rumah tangga (ART) yang besar (tanggungan besar adanya lansia dan anak sekolah), mengandalkan pemberian orang tua, menitipkan anak kepada orang tua yang sudah lansia, memisahkan ART atau orang tua (social exclusion). Karena ketidakberuntungan seperti latar belakang lahir dari keluarga miskin, meneruskan rutinitas orang tua (pendidikan semu), tinggal dalam lingkungan miskin, jejaring social yang terbatas. Aspek social ini seperti lingkaran setan yang akan terulang dan berulang terus, ini yang harus disadari bersama yang berada dalam lingkungan tersebut untuk segera diputus rantai tersebut.
Aspek Lingkungan
Karena keadaan kahar seperti bencana, hama dan wabah, pandemi Covid-19. Karena lokasi geografis seperti kondisi alam yang sulit dijangkau, lahan pertanian yang terbatas, infrastruktur yang buruk, transportasi terbatas dan sulit akses. Dari aspek lingkungan ini kalau warga terkena bencana yang semula warga kecukupan menjadi fakir miskin karena semua harta benda tidak tersisa karena bencana; lingkungan karena kondisi alam yang sulit terjangkau juga menjadi lokasi warga yang mengalami kemiskinan ekstrem yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat luas.
Aspek Ekonomi
Karena keterbatasan di mana lahan yang tidak diolah (ketidakmampuan untuk mengolah lahan dan larangan), tidak memiliki akses untuk permodalan dan tidak mampu mengakses ke pasar lebih luas. Karena keterpaksaan seperti pekerjaan yang bergantung pada kondisi alam, pinjaman non bank untuk konsumsi dan produksi, pemutusan hubungan kerja. Karena ketimpangan di mana biaya produksi sektor pertanian yang tinggi dan harga jual panen yang rendah menyebabkan kecilnya pendapatan para petani. Juga upah pekerja perempuan yang lebih rendah dari pekerja laki-laki.
Aspek ekonomi sebagai sumber pendapatan rumah tangga, maka akan sangat berdampak kepada miskin tidaknya rumah tangga tersebut, rumah tangga yang tidak bisa mendapatkan sumber pendapatan menjadi rumah tangga dan rumah tangga yang bisa mendapat sumber pendapatan yang terjamin tentu akan menjadi rumah tangga yang lebih sejahtera. Tentu peran pemerintah menjadi sangat penting untuk memberdayakan rumah tangga dengan menyuntikkan dana atau bantuan modal untuk usaha rumah tangga.
Bagaimana keadaan kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)?
Persentase penduduk miskin DIY tertinggi di Pulau Jawa, 11,49 penduduk miskin, dari sisi jumlah sekitar 400 ribuan orang.
Garis kemiskinan dari aspek moneter, berlaku secara internasional basic need approach, 551 rb per bulan, dengan rata rata keluarga 4,2 orang, jadi 2,3 juta rupiah per keluarga per bulan, maka apabila pengeluaran di bawah itu masuk kategori miskin.
Pengeluaran secara umum dibagi 3, Pengeluaran konsumsi, pengeluaran investasi, pengeluaran transfer, sedangkan yang dihitung hanya pengeluaran konsumsi; pengeluaran yang benar benar dikonsumsi atau dinikmati atau dikeluarkan oleh rumah tangga.
Komponen konsumsi dibedakan komponen makanan dan bukan makanan. Komponen makanan setara dengan 2.100 k kal, sedangkan non makanan seperti sandang, perumahan transportasi dll sehingga ditotal makanan dan bukan makanan sekitar 551 ribu per kapita per bulan.
Dari 3,8 juta penduduk Yogyakarta, sekitar 400 ribuan atau sekitar 10 persen anak kos yang sedang menuntut ilmu di Yogyakarta yang biasanya berasal dari luar Yogyakarta, sehingga rutin mendapat kiriman uang dari orang tuanya. Sehingga otomatis kemiskinan ekstem di Yogyakarta sudah mengeluarkan data anak kos.
Survei
Sasaran utama survei, adalah rumah tangga, prosedurnya sebelum petugas lapangan ke responden, terlebih dahulu berkunjung ke rumah pak RT istilahnya “ kulon nuwun” ke penguasa setempat. Kemudian me”listing” (mendaftar) semua rumah tangga yang ada di wilayah Blok Sensus terpilih.
Selesai listing, dientri oleh tim pengolahan di BPS Kabupaten, kemudian diambil sampel oleh program 16 rumah tangga terpilih. Selanjutnya petugas lapangan mengunjungi rumah tangga terpilih dan melakukan wawancara semua item yang ada di kuesioner Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Awalnya wawancara pada anggota rumah tangga yang ada, kemudian ke anggota rumah tangga untuk pertanyaan yang lebih rinci, misalnya menanyakan konsumsi di luar rumah, jajan dll yang tidak tercatat.
Idealnya responden survei diminta mencatat semua yang dikonsumsi per anggota rumah tangga per hari selama 7 hari sebelum dilakukan wawancara, jadi waktu wawancara tinggal konfirmasi dan wawancara yang non makanannya. Bisa jadi selama seminggu yang lalu melakukan belanja sehari hari buat konsumsi rumah tangga sebulan, maka petugas lapangan akan konfirmasi mana saja makanan yang benar benar habis di konsumsi oleh rumah tangga yang bersangkutan.
Kondisi kemiskinan di DIY sudah sangat berbeda dari tahun 2012, dan jauh lebih baik pada 2022. Meskipun secara urutan tidak berubah, persentase kemiskinan DIY tertinggi di Pulau Jawa, tetapi tidak dari sisi jumlah. Dalam perkembangan selama satu dasawarsa terakhir, DIY paling cepat progres penurunan kemiskinannya, walaupun belum mengubah urutannya.
Tingkat persentase kemiskinan DIY dengan Jawa Tengah hanya selisih 0,5 persen dan hanya 1 persen dengan Jawa Timur. Dahulu 10 tahun yang lalu selisih angkanya sampai 2 persen dan 3 persen. Artinya semakin lama jaraknya semakin mendekat
Secara jumlah besaran seolah tidak berubah, tapi secara progres, dari 2012-2022, 4 lebih, Jateng 4, Jatim 3 secara nasional penurunannya 2, artinya akselerasi kelihatan, DIY lebih cepat. Usaha yang telah dilakukan dilanjutkan bahkan bisa ditingkatkan, maka optimis kemiskinan di DIY bisa lebih rendah lagi.
Mungkin ini penyebab sulitnya kemiskinan di DIY untuk berkurang, al. Karena 400 ribuan yg miskin merupakan bagian dari kerak kemiskinan, yang mempunyai semua atau sebagian besar faktor di bagan sebelah kiri. Kebijakan Ngarso Dalem tentang bantuan seumur hidup bagi mereka, bisa saja menambah penerimaan. Persolannya, apakah akan digunakan untuk konsumsi makanan sehingga meningkatkan kalori? Sulit untuk diantisipasi, karena pola konsumsi yang sudah terlanjur tidak memprioritaskan konsumsi (termasuk faktor budaya).
Kemiskinan sebetulnya fenomena multidimensi yang tidak cukup dinilai dari satu aspek semata. Dari aspek ekonomi saja ada tiga komponen, Head count indeks (HCI-P0) Persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan (GK). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin.
Menurut Kepala BPS DIY, progres kita paling bagus dan paling cepat, walaupun belum bisa menyalip karena tiba-tiba Pandemi Covid -19. Salah satu contohnya adalah UMP DIY yang naik dalam 2 tahun ini, artinya jika kita menjaga optimisme ini bersama maka tidak menutup kemungkinan tingkat kemiskinan DIY dapat ditekan.
Dan bukan hanya sekadar angka tetapi usaha maksimal dari semua pihak untuk bersama sama meningkatkan kesejahteraan semua warga Yogyakarta. Dan langkah ke depan yang harus dilakukan adalah perlu adanya pendekatan yang bersifat lokalitas, melihat dari aspek individu, sosial dan lingkungan dan dengan data geotagging warga miskin absolut yang bisa langsung menyasar yang benar benar membutuhkan bantuan. Untuk membuktikan bahwa pemerintah hadir dan masyarakat miskin menjadi sejahtera.