Gerakan Literasi dan Upaya Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

Literasi dimaknai sebagai kemampuan membaca dan menulis bagi seseorang. (foto: ipm.or.id)
Sumber :
  • vstory

VIVA – Istilah literasi saat ini begitu familiar di ruang dengar kita. Sejak dihapusnya pelaksanaan Ujian Nasional (UN) sebagai syarat kelulusan siswa dan diganti menjadi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), kata literasi semakin akrab di telinga dan membuat banyak orang penasaran dengan istilah tersebut. Sebenarnya apa literasi itu?

Secara sederhana, literasi dimaknai sebagai kemampuan membaca dan menulis bagi seseorang. Membaca adalah aktivitas menyenangkan yang membuat pengetahuan seseorang bertambah dan pikiran terbuka. Dengan membaca orang bisa menerjemahkan makna atau lambang dari sebuah peristiwa atau kejadian yang ditemui. Sedangkan menulis adalah aktivitas yang bersinggungan dengan kegiatan membaca. Menulis adalah proses menyimpan atau mengikat informasi yang didapat dari bahan bacaan, baik buku, koran, dan media lainnya.

Dalam tulisannya berjudul Memahami Makna dan Tujuan Literasi, Fahri Abdillah menjelaskan, saat ini kata literasi sudah lebih populer dibandingkan kemahirwacanaan, melek aksara, dan keberaksaraan. Bukan sekadar kata, tapi literasi juga menjadi gerakan bagi pegiat pendidikan, baik informal maupun nonformal. Kemampuan literasi saat ini juga difokuskan menjadi parameter penilaian terhadap peserta didik dan guru.

Fahri Abdillah menambahkan, jika dilihat secara historis dan sosiologis, tingkat literasi yang tinggi adalah faktor paling mendukung sebuah bangsa dengan masyarakatnya menjadi unggul dan maju. Kemajuan dan keunggulan individu, masyarakat, dan juga bangsa, ditentukan oleh adanya tradisi dan budaya literasi yang baik (ruangguru.com, 31/8/2022).

Selama ini tak sedikit opini yang beredar bahwa tingkat literasi kita sangat rendah. Bahkan, ada yang menyatakan bahwa kita sedang darurat literasi. Minat baca anak-anak Indonesia semakin rendah seiring dengan perkembangan teknologi internet yang menguasai setiap lini kehidupan.

Hal ini memang bukan isapan jempol belaka. Jika kita mau melihat, kecenderungan anak-anak menggunakan gawai atau perangkat teknologi dengan segala fasilitasnya, menunjukkan bahwa mereka lebih menyukai gawai ketimbang buku. Saat ini buku-buku di perpustakaan tak ubahnya benda antik yang cuma jadi pajangan tanpa berusaha untuk disentuh dan dibaca.

Berangkat dari keprihatinan inilah, Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) kembali menggalakkan kegiatan melek literasi dengan diluncurkannya Merdeka Belajar Episode ke-23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia.

Program ini diharapkan bisa menumbuhkan gairah literasi di lingkungan sekolah. Dengan dikirimkannya buku-buku bacaan bermutu ke sekolah-sekolah yang membutuhkan, kegiatan literasi di kalangan siswa semakin ditingkatkan, tentu dengan arahan dan bimbingan guru, juga para pustakawan yang diberikan pendampingan dan pelatihan untuk menjalankan program literasi tersebut.

Majelis Masyayikh Sebut UU Pesantren Cetak Generasi Santri Berdaya Saing

Membangun Generasi Cerdas dengan Melek Literasi

Sebagian orang selama ini menganggap bahwa membaca buku adalah kegiatan membosankan. Bahkan, tak sedikit yang mengatakan kalau membaca buku hanya buang-buang waktu. Mereka, yang larut dalam bacaan, dianggap pengangguran. Daripada “bengong” membaca buku, alangkah baiknya kita mengerjakan sesuatu yang bisa menghasilkan cuan.

Integrasi Teknologi dan Pendidikan untuk Mendongkrak Kualitas SDM

Benarkah demikian? Apakah orang yang hobi membaca buku tidak bisa mendatangkan manfaat dan cuan?

Meskipun dianggap kurang penting, bahkan disepelekan oleh sebagian orang, kegiatan membaca adalah proses menambah informasi tentang pelbagai hal. Tak terhitung informasi yang akan kita dapat dari kegiatan membaca. Dengan membaca kita mengetahui sejarah dunia, ilmu politik, kewirausahaan, dan informasi lainnya yang begitu bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun dianggap kurang kerjaan, kita harus bisa menjadikan membaca sebagai kegiatan bermanfaat dan mendatangkan banyak informasi.

Nadia Siswi Kristen 9 Tahun di Madrasah Islam Kini Dapat Bantuan

Langkah pemerintah untuk mewujudkan generasi maju lewat gerakan literasi perlu didukung oleh semua elemen masyarakat. Guru, pendidik, kepala sekolah, pustakawan, dan orangtua siswa harus mendukung gerakan literasi ini sehingga program bisa berjalan dengan lancar sesuai target dan tujuan. Jangan sampai program yang diberikan pemerintah hanya dijadikan formalitas tanpa adanya dukungan nyata dari pihak-pihak terkait.

Dalam peluncuran program Merdeka Belajar Episode ke-23 yang dilaksanakan di gedung Kemendikbudristek, Jakarta (27/2), Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat, menyampaikan rasa terima kasih atas perhatian pemerintah yang menyediakan bantuan buku dan modul literasi. Viktor mengimbau kepada guru dan murid di sekolah penerima buku untuk memanfaatkan buku-buku tersebut dengan baik untuk mewujudkan generasi cerdas berkarakter.

Sementara itu, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Zulkieflimansyah, menilai bahwa dengan buku-buku berkualitas dapat melatih imajinasi dan wawasan anak-anak terhadap informasi yang sifatnya lintas waktu dan tempat. Ia berharap kegiatan ini bisa terus berlanjut tidak hanya untuk daerah tertinggal, tapi juga untuk seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia (Siaran Pers Nomor: 92/sipers/A6/II/2023).

Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim menjelaskan dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-23, bahwa dalam pemberian bantuan buku-buku bacaan sebagai bahan gerakan literasi, pihaknya akan memilih bacaan sesuai jenjang. Kemendikbudristek memilih buku berdasarkan kriteria buku bacaan bermutu, yaitu buku yang sesuai dengan minat dan kemampuan baca anak.

Selain memilih buku-buku yang sesuai jenjang, Kemendikbudristek juga menyediakan dan mendistribusikan jumlah buku yang tidak sedikit. Ada sekitar 560 judul buku bacaan bermutu dengan total 15.356.486 eksemplar ke daerah 3T yang terdiri atas 5.963 PAUD dan 14.595 SD, serta daerah lainnya yang memiliki nilai kompetensi literasi/numerasi tergolong rendah.

Satu hal yang tak kalah penting dari gerakan literasi ini adalah pelatihan dan pendampingan. Dalam program ini, pihak Kemendikbudristek tidak hanya mengirimkan jutaan eksemplar buku, tetapi juga mendampingi dan melatih guru dan pustakawan sebagai penggerak gerakan literasi. Mendikbudristek Nadiem Makarim menegaskan, kunci keberhasilan penggunaan buku bacaan terletak pada kemampuan kepala sekolah, guru, dan pustakawan dalam mengelola buku bacaan dan memanfaatkannya untuk meningkatkan minat baca dan kemampuan literasi siswa. (Untung Wahyudi, penulis dan pegiat literasi di Sumenep, Madura)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.