Utang Negara di Luar Negeri, Tapi Warga Swasta Ikut Menanggung
- vstory
VIVA – Kementerian Keuangan melaporkan bahwa nilai utang Indonesia sebesar Rp 6,91 kuadriliun pada Desember 2021.
Sementara, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) pada tahun lalu tercatat mencapai 41%.
Menurut komposisinya, sebesar Rp 6,09 kuadriliun (88,15%) utang berupa Surat Berharga Negara (SBN) pemerintah pada akhir tahun lalu. Sementara dalam bentuk pinjaman mencapai Rp 818,56 triliun (11,85%).
Nilai utang pemerintah bertambah Rp 834,31 triliun (13,73%) sepanjang tahun lalu dari posisi 2020. Utang pemerintah juga meningkat Rp 2,13 kuadriliun (44,56%) jika dibandingkan dengan posisi akhir 2019, yakni sebelum terjadinya pandemi Covid-19.
Nilai utang pemerintah tersebut merupakan yang terbesar sepanjang sejarah, seperti terlihat pada grafik. Sedangkan rasio utang pemerintah terhadap PDB juga merupakan rekor tertingi dalam 16 tahun terakhir (sejak 2006).
Meskipun utang pemerintah dilihat dari nilainya sangat besar, tetapi rasio utang Indonesia masih di bawah batas maksimal yang tertuang di dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, yakni 60 persen terhadap PDB.
Rasio utang pemerintah Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara maju. Berdasarkan data Tradingeconomics, rasio utang pemerintah sebesar 38,5% pada akhir 2020. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rasio utang negara-negara besar, seperti Jepang yang mencapai 266% terhadap PDB, Italia 156%, Singapura 131%, Amerika Serikat 128%, maupun Tiongkok sebesar 66,8%.
Bagaimana caranya Pemerintah bayar utang luar negeri (ULN)?
1. Pertama konsep utang negara ULN bukan utang seperti kepada rentenir atau utang perorangan.
Sebab ULN adalah utang negara, artinya yang menanggung utang adalah agregat negara.
2. Secara sederhana bilamana cicilan ULN katakan tidak sanggup dibayar negara, maka cicilan ULN katakan Rp 800 triliun dicetak oleh negara. Itu risiko terburuk.
Saat kerusuhan 1998 bank Indonesia mencetak uang untuk bantuan likuiditas BI sebanyak Rp100 triliun itu yang ditagih satgas BLBI sekarang.
3. Banyak pilihan negara dalam membayar cicilan ULN, misalnya negara menjual obligasi SUN surat utang negara.
Swasta konglomerat sekarang hobby-nya beli SUN karena bunganya lebih tinggi daripada deposit USD, yang bunganya sangat rendah.
Selain itu SUN ini adalah bentuk instrumen bank kepada dana asuransi. Misal dana asuransi perusahaan A, B dll itu bukan disimpan deposit, tapi dibelikan SUN.
Oleh karena itu, dana pensiun misal Taspen, TWP, jamsostek itu tidak dalam bentuk deposit, tapi dibelikan SUN sebagai produk instrumen bank.
4. Oleh karena itu, walaupun ULN naik terus katakan jadi Rp 8.000 - 10.000 triliun, bukan berarti Indonesia tercekik seperti utang perorangan.
Sebagai gambaran penghasilan ekspor swasta Indonesia sepanjang 3 tahun itu besarnya Rp7.000 triliun sebagian untuk di investment di luar, sebagian ada yang tertarik dibelikan SUN. Walau tidak secara langsung, misal dana penghasilan ekspor swasta dibelikan deposit bank Singapore. Bank tersebut sebagian beli SUN.
Jadi negara utang Rp 8.000 triliun, tapi swasta punya simpanan Rp7.000 triliun.
Kelihatannya beda nama utang negara, tapi yang disebut negara itu yang warga Indonesia termasuk warga swasta bersama sama menjadi agregat negara.