Merasa Bosan dengan Pekerjaan: Hati-hati Boreout!

Boreout, ©?Freepik
Sumber :
  • vstory

VIVA  – Apakah Anda merasa bosan dengan pekerjaan Anda saat ini? Jenuh dengan rutinitas pekerjaan Anda? Merasa kurang tertantang dan feeling stuck dalam pekerjaan Anda?

Mengenal Five Stages of Grief dalam Psikologi: Memahami Proses Sedih-Kecewa Secara Ilmiah

Kenali istilah boreout, kebosanan akut pada pekerjaan Anda yang dapat mengganggu produktivitas dan performa kerja Anda. Tak hanya itu saja, boreout juga dapat berdampak pada kesehatan mental Anda. Mari simak lebih lanjut, penjelasan dari fenomena boreout.

Definisi dari Boreout
Mungkin dari kita sudah familiar dengan istilah burnout, yakni keadaan seseorang yang mengalami kelelahan fisik, emosional, dan mental yang disebabkan oleh stres kerja yang berlebihan dan berkepanjangan.

Gebetan Lama Balas Chat: Sinyal Tak Tertarik atau Sekadar Sibuk? Ini Penjelasan Psikologinya

Nah, istilah boreout sendiri berbeda dengan burnout. Bahkan, konsep boreout merupakan kebalikan dari burnout.

Berasal dari kata “boredom” (bahasa Inggris; kebosanan), yang merujuk pada keadaan yang kurang jelas dalam kehidupan kerja maupun kehidupan sosial.

Tanda Teman Berpura-pura Tak Suka, Tapi Diam-diam Naksir Berdasarkan Psikologi

Istilah boreout diciptakan oleh Rothlin dan Werder (2008) dalam buku mereka yang berjudul “Boreout! Overcoming Workplace Demotivation.” Menurut Rothlin dan Werder (2008) boreout mengacu pada keadaan psikologis yang negatif, yakni seseorang merasa bosan dengan pekerjaannya, mengalami krisis atau kehilangan makna pada pekerjaannya, dan mengalami krisis pertumbuhan di tempat kerjanya, yang ditunjukkan dengan gairah atau antusiasme yang rendah terhadap pekerjaannya.

Individu yang mengalami boreout akan cenderung kurang terlibat dalam pekerjaannya. Ia akan merasa tidak puas pada pekerjaannya. Ia merasa bahwa pekerjannya “gitu-gitu aja” atau feeling stuck. Ia mengalami rasa kebosanan akut pada pekerjaannya yang ditunjukkan dengan energi vitalitas dan antusiasme yang rendah. Ia menganggap bahwa pekerjaannya tidaklah penting atau tidak menemukan makna dan tujuan dalam pekerjaannya tersebut.

Faktor Penyebab dari Boreout
Lantas, apa yang menyebabkan seseorang dapat mengalami boreout?

Sebenarnya, faktor penyebab utama dari boreout sendiri terkait dengan pekerjaan yang dijalani oleh individu. Pekerjaan yang monoton atau rutinitas berulang dan tidak menantang, serta tidak mendapatkan sesuatu hal yang baru dari pekerjaan tersebut.

Pekerjaan yang mudah, yang tidak sesuai dengan kemampuan pribadi seperti halnya seseorang yang memiliki kapabilitas kerja yang tinggi harus mengerjakan pekerjaan yang mudah setiap harinya. Selain itu, pertumbuhan dan perkembangan karier yang kurang karena adanya sikap mencegah atau menghindari untuk tidak berpartisipasi atau mengembangkan potensi lebih baik lagi.

Di tahun 2021, penelitian yang dilakukan pada lebih dari 741 karyawan di Prancis menunjukkan hasil bahwa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya boreout antara lain, kurangnya pekerjaan yang harus dikerjakan, pekerjaan yang terlalu monoton dan kurang stimulasi atau menantang, kurang dihargai karena keterampilan dan pengetahuan yang tidak terlalu digunakan atau diaplikasikan secara maksimal pada pekerjaan, rasa bersalah karena tidak cukup bekerja dengan baik, serta rasa malu dengan alur kerja yang ada (Poirier et al., 2021).

Di satu sisi, Abubakar et al. (2021) dalam studi literaturnya mengungkapkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya boreout antara lain, organisasi dinilai gagal dalam memenuhi satu atau lebih kewajibannya terkait janji timbal balik yang akan didapatkan oleh karyawan. Seseorang akan menilai dan mempertanyakan kemampuan organisasi untuk memenuhi janji promosi jabatan, pengembangan karier, pelatihan, dan pengembangan lainnya.

Selanjutnya, terkait gaya kepemimpinan. Iklim dan lingkungan kerja yang diciptakan oleh para pemimpin dapat menjadi faktor penyebab dari boreout. Pemimpin yang pasif dan tidak memiliki kesadaran diri untuk memberikan kesempatan kepada karyawan agar tumbuh dan berkembang dapat menjadi pemicu boreout bagi karyawan.

Abubakar et al. (2021) juga mengungkapkan bahwa tipe kepribadian “The Big Five Personality” seseorang juga dapat mempengaruhi boreout. Individu dengan tipe kepribadian conscientiousness yakni berhati-hati dalam melakukan suatu tindakan ataupun penuh pertimbangan dalam mengambil keputusan, namun di sisi lain memiliki karakteristik positif seperti tekun, ambisius atau berorientasi pada pencapaian, kompeten, bekerja keras, dan dapat diandalkan maupun dapat dipercaya, akan lebih rentan mengalami boreout karena eskpetasi atau keinginan mereka terkait keberhasilan karier dalam bekerja yang tinggi, dan sebaliknya.

Kemudian, individu yang memiliki tipe kepribadian neurotic yang negatif dengan karakteristik pribadi yang mudah merasa tidak aman, marah, malu, emosional, khawatir, dan cemas, akan juga lebih rentan mengalami boreout karena cenderung memberikan penekanan respons yang negatif pada stimulus.

Mungkin saking bosannya terhadap pekerjaan, seseorang akan merasa tidak sejalan dengan visi perusahaan, lingkungan kerja, dan bahkan dengan rekan kerja yang ada. Pekerjaan yang dilakukannya tersebut akan dinilai tidak bermakna bagi dirinya.

Individu kemudian akan merasa kurang termotivasi. Namun, sebagian dari kita mungkin akan menganggap hal tersebut hanya angin lalu.

Pasalnya, seseorang yang mengalami boreout akan menimbulkan beban emosional yang dapat berdampak buruk pada dirinya maupun perusahaan.

Meski sejauh ini, masih belum ada kriteria diagnosa untuk seseorang yang mengalami boreout.

Dampak Buruk dari Boreout
Lantas, apa saja dampak buruk yang disebabkan oleh boreout?

Individu yang boreout akan rentan mengalami gejala psikosomatis dan psikis yang dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mentalnya, seperti stres, kecemasan, depresi, serta gejala insomnia dan sakit kepala, bahkan dapat memicu penurunan performanya dalam bekerja.

Abubakar et al. (2021) dalam studi literaturnya juga mengungkapkan bahwa boreout dapat menyebabkan kelelahan, kehampaan, demotivasi, harga diri rendah, krisis identitas sosial, kecemasan, kesedihan, depresi, tidak produktif, kreativitas berkurang, dan memicu konflik antara tuntutan pekerjaan dan kehidupan pribadi karyawan.

Selain itu, penelitian yang dilakukan di tahun 2014 pada 11.468 karyawan di Finlandia menunjukkan hasil bahwa boreout dapat memicu peningkatan angka turnover atau perputaran karyawan, intensitas karyawan untuk pensiun dini, penilaian diri dan kemampuan kerja yang buruk, dan juga gejala stres yang dapat berdampak pada kesehatan mental karyawan (Harju et al., 2014).

Boreout juga dapat mengakibatkan peningkatan intensitas ketidakhadiran karyawan dan berbagai perilaku menyimpang dari karyawan.

Individu yang merasa bosan dengan pekerjaannya dan tidak memberikan performa kerja yang optimal, maka dapat memicu penurunan produktivitas kinerja bagi perusahaan.

Tidak hanya itu, siklus kerja juga akan terganggu karena karyawan rentan memiliki niatan untuk resign atau berhenti bekerja. Mereka memutuskan untuk pindah ke perusahaan lainnya atau mencari pekerjaan lainnya, sehingga hal ini dapat memicu peningkatan angka turnover dan kerugian pada perusahaan.

Cara mengatasi Boreout
Dalam mengatasi boreout, sebenarnya membutuhkan peran dari individu itu sendiri dan organisasi, khususnya bagi para praktisi Human Resources (HR).

Para praktisi HR seharusnya dapat menerapkan program Talent Management yang optimal mulai dari mengembangkan dan memperkuat karyawan baru pada proses pertama kali masuk di perusahaan atau onboarding, memelihara dan mengembangkan karyawan yang sudah ada di perusahaan, dan menarik calon karyawan potensial yang dinilai memiliki kompetensi, komitmen, dan karakter bekerja yang sesuai dengan perusahaan.

Salah satu, penerapan dalam memelihara dan mengembangkan karyawan yang sudah ada di perusahaan yakni dengan membuat program training and development atau pelatihan dan pengembangan bagi karyawan yang dinilai memiliki performa yang belum optimal, serta mengelompokkan karyawan yang dinilai memiliki performa yang optimal dan potensial ke dalam talent pool untuk program pengembangan karier.

Selain itu, menciptakan lingkungan kerja yang positif. Lingkungan kerja yang bertumbuh dan berkembang dengan memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengeksplor kemampuannya dengan mengerjakan tugas atau sesuatu hal yang baru baginya.

Tidak hanya itu, individu juga perlu untuk menciptakan pola pikir yang positif dengan melakukan refleksi terhadap aktivitas atau kegiatannya dalam bekerja, sehingga diharapkan dapat menemukan makna dan tujuan sebenarnya yang hendak dicapai dalam berkarier.


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.