Politik Lokal dan Dinasti Politik di Indonesia

Foto Ilustrasi pada saat aksi menolak dinasti politik di Indonesia (Sumber Foto: Penulis).
Sumber :
  • vstory

VIVA – Mewujudkan demokrasi yang ideal, masyarakat harusnya memiliki partisipasi yang lebih besar pada proses politik. Artinya, semua lapisan masyarakat, dari daerah hingga di seluruh Indonesia memiliki ruang yang sangat terbuka dalam persaingan memperebutkan status politik.

Angka Golput di Pilkada 2024 Tinggi, Wamendagri: Faktor Cuaca dan Jenuh

Kemunculan dinasti politik yang melingkupi perebutan kekuasaan di level lokal mengakibatkan substansi dari demokrasi itu sendiri sulit untuk diwujudkan. Sehingga dapat dipastikan dinasti politik terus membangun jejaring kekuasaannya dengan kuat dan dapat mempertahankan kekuasaan dalam lingkup lokal yang mendorong kalangan keluarga serta orang-orang terdekatnya sebagai kepala daerah untuk menggantikan kekuasaannya.

Kebijakan atas regulasi yang lemah dalam memangkas dinasti politik, menjadi penyebab meluasnya dinasti politik dalam Pemilukada dengan lahirnya Undang-undang No. 1 Tahun 2015 tentang Pilkada harusnya memberikan angin segar untuk membatasi dinasti politik yang selalu menggunakan pendekatan pelarangan konflik kepentingan. Penjelasan dalam Undang-undang ini secara terperinci menjelaskan pihak yang dianggap memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Artinya, tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana, tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, dan terkecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan.

Ketua MK Tegaskan Hakim Tak Bisa Diimingi-imingi untuk Pengaruhi Putusan Sengketa Pilkada

Namun sayangnya dalam perjalanan ketentuan ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan No. 34/PUU-XIII/2015 yang dengan alasan, konflik kepentiangan dengan petahana. Dengan hanya menggunakan pertimbangan bersifat yang sangat asumtif dan politis, seolah yang menjadi kandidat calon mempunyai hubungan darah, hubungan perkawinan dengan petahana dipastikan akan membangun dinasti politik yang pasti akan merusak tatanan generasi bangsa, tanpa mempertimbangkan ruang integritas, kompetisi, dan kapabilitas dengan yang bersangkutan secara lebih objektif.

Dinasti politik yang sering terjadi dalam pusaran politik lokal yang ada di Indonesia merupakan musuh besar dari demokrasi dikarenakan masyarakat lah yang menentukan dan memilih para-pemimpinnya. Sementara itu perbedaan yang mendasar dari dinasti politik dan politik dinasti adalah bahwa, dinasti politik merupakan sistem yang mereproduksi kekuasaan primitif dengan mengandalkan darah keturunan beberapa orang. Sedang politik dinasti merupakan proses yang melabeli regenerasi kekuasaan untuk kepentingan golongan tertentu dengan tujuan mempertahankan kekuasaan.

Imam-Ririn yang Keok di Depok Gugat ke MK, Praktisi Hukum: Gugatan Sia-sia, Putus Asa

Perjalanan demokrasi di Indonesia tahun 2024 akan datang, merupakan babak baru Pilkada. Artinya, Pilkada serentak yang sebelumnya pernah dilakukan pada tahun 2020 yang diselenggarakan pada tanggal 9 Desember 2020 kemarin. Sistem Pilkada serentak memang baru, sedangkan wajah-wajah lama yang ikut serta dalam Pilkada serentak yang memperlihatkan belum adanya sesuatu yang benar-benar baru pada mekanisme Pilkada 2024 mendatang. Masih adanya dinasti politik yang mewarnai agenda Pilkada serentak memberikan pelajaran berharga untuk keberlangsungan pesta demokrasi yang akan datang.

Di tingkatan politik lokal, adakalanya demokrasi kita hanya difokuskan dengan birokrasi pemerintahan saja. Seperti, ajang persaingan rekrutmen politik, dan ajang persaingan partisipasi politik. Hal ini lah yang membuat paradigma berpikir elit politik lokal hanya fokus pada kedudukan eksekutif. Sehingga pertarungan dalam Pilkada menjadi sangat penting dengan merebut kekuasaan menjadi pertaruhan bagi dinasti politik dalam mempertahankan kekuasaan yang telah diwujudkannya.

Mungkin kita masih ingat Pilkada di tanggal 15 Februari 2017 kemarin, kurang lebih ada 12 kandidat yang diketahui sebagai hantu dari dinasti politik dan terbangun dari daerah masing-masing. 

Fakta 12 dari kandidat menarik untuk kita kaji kembali, sebagian orang boleh jadi menganggap ini adalah hal yang wajar, namun sebagian orang lagi menganggap hal tersebut adalah distorsi terhadap demokrasi kita. Dasar demokrasi menuntut kita untuk melakukan konsolidasi yang seharusnya, sedang fenomena yang muncul tidak lain adalah dinasti politik yang akan mengancam transisi fase demokrasi dalam perwujudan konsolidasi demokrasi. Sementara itu unsur-unsur yang terlibat dalam konsolidasi demokrasi yaitu lembaga institusi politik, baik itu partai politik, kelompok kepentingan, elit politik maupun seluruh unsur masyarakat.

Praktik dinasti politik yang berlangsung lama di Indonesia telah banyak merusak tatanan demokrasi kita, hal itulah yang dapat menghambat proses perkandidatan dan kebaruan sebagai syarat untuk memenuhi masuk dalam kontestasi politik, sementara politik hanya dikendalikan oleh satu kelompok orang saja. Berbagai macam yang bermunculan pada Pilkada, sementara di mana-mana dalam Pilkada dinasti politik hanya mengamankan sumber daya, kekuasaan, dan kepentingan politik ekonomi kepada keluarga besar dan saudara-saudara yang mereka miliki.

Jejaring kekuasaanlah yang membentuk adanya dinasti politik sehingga menyebar dan kuat di setiap daerah. Di saat jejaring kekuasaan dinasti politik mendukung, maka akan memungkinkan hadirnya kekuasaan politik lokal secara absolut, dan jika kekuasaan itu absolut, maka besar kemungkinan akan terjadinya penyalahgunaan wewenang atas kekuasaan semakin besar. Dinasti politik yang dibangun berdasarkan kedekatan politik keluarga menyebabkan tertutupnya keran rekrutmen politik bagi kelompok-kelompok atau orang-orang di luar dinasti kekuasaan. Olehnya, nilai-nilai politik yang bisa menghangatkan, mempertemukan dan mendekatkan dari berbagai macam elemen politik relatif telah jauh dari substansi demokrasi yang sebenarnya.

Mendagri Tito Karnavian di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 18 November 2024

Tito Bongkar Borok ASN Tak Netral di Pilkada 2024, Tawarkan Diri Menangkan Paslon

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian mengungkap masih ada aparatur sipil negara (ASN), yang tidak netral selama gelaran Pilkada 2024

img_title
VIVA.co.id
11 Desember 2024
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.