Ibrahim Ambong: Mengenang Peristiwa 9/11
- AP Photo/Barry Reeger
VIVA – Ketika saya bersiap-siap menuju ke Gedung DPR/MPR pada pagi hari itu, tanggal 12 September 2001, Agus Gumiwang Kartasasmita, anggota Komisi I DPR, menelpon saya memberitahu penabrakan pesawat terhadap gedung kembar, World Trade Center, di New York, AS. Saya dari semalam memang belum sempat menonton televisi.
Peristiwa itu diperkirakan menelan korban sekitar 3000 jiwa dan menimbulkan shock di dunia. Di AS sendiri peristiwa itu selalu dikenang sebagai Tragedi 9/11 yang dilakukan oleh kelompok teroris Al Qaeda dibawah pimpinan Osama bin Laden.
Dalam perjalanan menuju Gedung DPR/MPR itu, saya mengontak Ketua DPR, Akbar Tandjung, untuk mengetahui bagaimana menyikapi peristiwa itu. Dengan tegas dia menyatakan "mengutuk". Dan benar saja sesampainya saya di Gedung DPR sudah berkumpul banyak wartawan menanyakan sikap DPR terhadap peristiwa itu. Dan saya mengatakan bahwa DPR mengutuk tragedi itu. Selanjutnya Komisi I mendukung Presiden Megawati untuk tidak menunda rencana lawatannya ke AS.
Inilah pernyataan saya untuk pertama kalinya selaku Komisi I DPR. Sebagaimana diketahui setiap awal bulan September dilakukan evaluasi terhadap setiap komisi. Dan pimpinan DPR menetapkan saya sebagai Ketua Komisi I menggantikan Yasril Ananta Baharudin.
Sejak tragedi itu perang terhadap kelompok teroris mulai dinyanangkan. Di Indonesia sendiri dilakukan setelah pemboman di Bali, kemudian di Hotel JW Marriott tahun 2003 dan Kedubes Australia di 2004. Osama bin Laden baru terbunuh pada tahun 2011 di Pakistan.
Sekarang bekas menara kembar itu diabadikan menjadi monumen dengan nama "Ground Zero". Kalau kita ke sana terlihatlah nama-nama korban, di antaranya terdapat nama-nama muslim. Antara lain terbaca Mohammed Salahuddin Chowdhurry, Nizam Ahmad Hafiz, Mohammad Salman Hamdani, dan Khalid Mohammad Shahid. Tragedi itu setiap tahun diperingati dengan pidato Presiden AS. (Penulis Ibrahim Ambong, Anggota Wanbin Partai Golkar dan mantan Ketua Komisi I DPR-RI)