Latar Belakang Pembentukan RUU Sisdiknas
- vstory
VIVA – Pendidikan menjadi hal yang sangat urgen bagi setiap bangsa. Tanpa membekali diri dengan pendidikan, rasanya mustahil kita dapat menjadi manusia-manusia berkualitas atau manusia yang kehidupannya lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Maka, tak heran bila konsep “belajar sepanjang hayat masih di kandung badan” digaungkan dalam ajaran agama.
Kita mungkin kerap mendengar sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa maju mundurnya suatu negara dapat dilihat dari seberapa bagus kualitas pendidikan yang ada di dalamnya. Bangsa ini, bila menghendaki kemajuan dalam segala bidang, maka harus selalu berupaya meningkatkan kualitas pendidikannya. Mulai pendidikan dasar hingga perguruan tinggi tentunya.
Penyelenggaraan pendidikan di negeri ini tentu menjadi tugas serta tanggung jawab bersama. Baik masyarakat umum, para tenaga pendidik, maupun dari pihak pemerintah atau negara. Agar dapat berjalan dengan baik dan terstruktur maka penyelenggaraan pendidikan diatur dalam Undang-Undang.
Mengutip Wikipedia, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Sisdiknas (resminya UU RI Nomor 20 Tahun 2003) merupakan undang-undang yang mengatur sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Dalam UU ini, penyelenggara pendidikan wajib memegang beberapa prinsip antara lain pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai budaya, dan kemajemukan bangsa dengan satu kesatuan yang sistematis dengan sistem terbuka dan multimakna.
Baru-baru ini, pemerintah resmi mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Perubahan Tahun 2022 kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Usulan tersebut disampaikan pada Rapat Kerja Pemerintah dengan Badan Legislasi, pada Rabu (24/8). Dijelaskan Kepala badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan (Ka. BSKAP), RUU Sisdiknas mengintegrasikan dan mencabut tiga UU terkait pendidikan, yaitu UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Tenaga Kependidikan, dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (sisdiknas.kemdikbud.go.id).
Sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, ada lima tahap dalam proses pembentukan UU. Kelima tahap itu antara lain perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan (sisdiknas.kemdikbud.go.id).
Revisi sebagian Undang-Undang dari yang lama ke yang baru tentunya bukan tanpa alasan. Saya yakin, telah melewati pemikiran panjang serta upaya-upaya perbaikan ke arah kebijakan pendidikan yang lebih baik. Tentu saja, pihak pemerintah berusaha mengajak semua elemen masyarakat untuk ikut andil dalam perubahan UU Sisdiknas tersebut. Termasuk mengajak masyarakat umum agar ikut ‘urun rembug’ atau memberikan usulan-usulan terbaiknya.
Mungkin sebagian orang bertanya-tanya, mengapa harus ada perubahan atau revisi dalam UU Sisdiknas? Apakah ada sebagian Undang-Undang yang sudah tidak relevan diterapkan atau karena ada kebijakan yang lebih tepat sasaran? Perihal latar belakang pembentukan RUU Sisdiknas, laman sisdiknas.kemdikbud.go.id menjelaskan dua hal pokok yakni: pertama, kondisi dan pengaturan saat ini, kedua, perbaikan yang diusulkan. Berikut uraian detailnya:
Pertama, kondisi dan pengaturan saat ini
Saat ini Indonesia menjalankan satu sistem pendidikan namun diatur dalam tiga UU, yaitu UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen (UU Guru dan Dosen), dan UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti), sehingga memunculkan ketidakselarasan. Contoh: Standar Nasional Pendidikan dalam UU Sisdiknas dan Standar Nasional Pendidikan Tinggi dalam UU Pendidikan Tinggi.
Beberapa pengaturan terlalu mengunci sehingga menimbulkan permasalahan dalam implementasinya dan tidak dapat mengikuti perkembangan zaman. Contoh: kewajiban 24 jam mengajar, bentuk-bentuk/nomenklatur satuan pendidikan, nomenklatur pendidik.
Telah ada beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah materi UU. Contoh: putusan MK yang membatalkan sekolah bertaraf internasional, putusan MK yang memasukkan kembali gaji guru ke dalam 20% APBN.
Kedua, perbaikan yang diusulkan
Integrasi UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, dan UU Dikti dalam satu UU untuk melaksanakan amanah UUD 1945 tentang satu sistem pendidikan, dan agar pengaturan di tingkat UU tidak tumpang tindih.
Untuk merespons perkembangan yang cepat, undang-undang ini disusun lebih fleksibel, tidak terlalu rinci.
RUU Sisdiknas yang sedang direncanakan sudah mengakomodasi semua putusan Mahkamah Konstitusi terkait tiga UU yang diintegrasikan.
Prinsip-prinsip Merdeka Belajar yang menekankan kualitas belajar mengajar serta memperluas ruang inovasi dalam sistem pendidikan perlu terkandung dalam RUU Sisdiknas ke depannya.
Selanjutnya tentang manfaat dibentuknya RUU Sisdiknas. Salah satu manfaatnya yakni untuk meningkatkan kesejahteraan para guru. Sebagaimana diungkap Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menjadi kebijakan yang paling berdampak positif bagi kesejahteraan para guru. Kebijakan untuk memberikan penghasilan layak bagi semua guru merupakan upaya pemerintah menjawab keluhan para guru selama ini (kemdikbud.go.id).
Kita tentu dapat memahami bahwa yang namanya guru atau pendidik memikul tanggung jawab dan tugas yang cukup berat untuk mencerdaskan anak-anak bangsa. Karenanya, sangat wajar bila kesejahteraan para guru harus terus ditingkatkan dari tahun ke tahun. Jangan sampai kesejahteraan guru diabaikan oleh pemerintah, mengingat jasanya sangat besar bagi dunia pendidikan di negeri ini.
Itulah gambaran atau penjelasan secara ringkas tentang latar belakang pembentukan RUU Sisdiknas yang tengah menjadi perbincangan hangat dan sempat menimbulkan pro dan kontra ini. Namun saya meyakini, pembentukan RUU Sisdiknas adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini.