Rekonstruksi Makna Keadilan dari Kasus Putri Candrawathi
- vstory
VIVA – Atensi masyarakat terhadap Kasus pembunuhan yang melibatkan peran seorang jenderal di dalam Institusi Polri masih memiliki perhatian yang cukup tinggi. Bagaimana tidak, kasus yang diduga kuat merupakan pembunuhan berencana ini melibatkan banyak pihak baik keluarga, kerabat karib dan teman serta ajudan dalam suatu profesi.
Setiap harinya masyarakat dikejutkan oleh temuan fakta-fakta baru ataupun pernyataan-pernyataan yang mengundang kontroversi dalam masyarakat. Baru-baru ini masyarakat dihebohkan dengan suatu pernyataan yang dikeluarkan oleh kuasa hukum Putri Candrawathi bahwa ia tak ditahan karena alasan kemanusiaan, dengan pertimbangan lainnya yakni bahwa ia masih memiliki anak balita.
Tentu dengan adanya pernyataan tersebut, bagaimanapun mengundang masyarakat untuk berbondong-bondong berspekulasi bahwa hal tersebut tidaklah patut, namun penulis menyadari bahwa spekulasi-spekulasi tersebut merupakan spekulasi liar yang tak berbasis keilmuan, hanya berbasis perbandingan nasib saja.
Membandingkan tak ditahannya Putri Candrawathi dengan tersangka lainnya ketika ditahan namun masih membawa anak kecil ke dalam rutan.
Beranjak dari kondisi tersebut, penulis ingin menyampaikannya dalam perspektif keadilan. Kita tahu banyak bentuk keadilan di antaranya keadilan afirmatif, keadilan distributif, keadilan proporsional serta keadilan harmoni.
Dalam kasus Putri Candrawathi ini penulis memfokuskan pada dua bentuk keadilan yaitu keadilan afirmatif dan keadilan proporsional.
Adapun keadilan afirmatif secara sederhana dapat dipahami keadilan yang diberikan berdasarkan kebutuhan, sementara keadilan proporsional dapat dipahami keadilan yang seimbang atau sebanding.
Mengingat alasan tak ditahannya Putri Candrawathi karena masih memiliki balita, maka keadilan afirmatif dan proposional merupakan dua bentuk keadilan yang sangat tepat untuk diterapkan untuk kasus seperti ini.
Menurut argumentasi penulis, apabila penegak hukum baik penyidik dalam kepolisian, jaksa ataupun pengadilan mengamini tak ditahannya Putri Candrawathi maka perlu ada rekonstruksi dari lembaga Kepolisian, Kejaksaan serta bahkan Mahkamah Agung untuk bersama-sama mengeluarkan suatu produk surat ketetapan bersama atau SKB yang mengatur mengenai adanya penangguhan penahanan bagi para tersangka perempuan yang masih memiliki anak balita.
Dengan demikian asas equality before the law benar adanya dalam hukum Indonesia.
Karena bagaimanapun ketiga lembaga di atas berhak untuk mengeluarkan suatu produk mengenai hal yang menyangkut penahanan terhadap terdangka, mengingat menurut Pasal 1 angka 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (KUHP).