Sanitasi Layak untuk Semua

(Sumber: freepik.com)
Sumber :
  • vstory

VIVA – Salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan atau Suistainable Development Goals yang diterbitkan PBB dari 21 Oktober 2015 sebagai ambisi pembangunan bersama hingga tahun 2030 yaitu tujuan air bersih dan sanitasi layak: menjamin akses atas air dan sanitasi untuk semua.  

Mengintip Proses Pembuatan Air Minum, dari Mata Air Sampai ke Tangan Masyarakat

Di zaman modern dan maju seperti sekarang, semakin banyak orang yang sadar akan pentingnya perilaku hidup sehat, maka kebiasaan buang air besar sembarangan dianggap sebagai hal yang tidak akan ditemui lagi. Kenyataannya, dengan kondisi pendidikan dan ekonomi masyarakat yang semakin baik tidak menandakan Indonesia sudah bebas dari permasalahan sanitasi.

Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2013, tercatat ada sekitar 63 juta penduduk Indonesia yang tidak memiliki toilet dan masih buang air besar (BAB) sembarangan, baik itu di sungai, laut maupun tanah. Pembangunan sanitasi di Indonesia memang relatif masih rendah. Bahkan pada Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional yang diselenggarakan oleh World Bank Water Sanitaion Program (WSP) di Jakarta mengungkapkan bahwa Indonesia berada di posisi kedua sebagai negara dengan sanitasi buruk.

PBB Desak Intervensi Internasional Cabut Larangan Israel soal UNRWA di Palestina

Sanitasi adalah permasalahan penting yang erat kaitannya dengan kesehatan hingga ekonomi. Kementerian PUPR pada tahun 2018 menyatakan bahwa 75% sungai dan 80% air tanah tercemar sebagai kerugian akibat dari sanitasi yang buruk. Selain itu, kerugian ekonomi yang ditimbulkan dari sanitasi buruk mencapai 6,3 Milyar USDollar atau setara dengan 58 Triliun rupiah, angka itu senilai dengan 2,3% GDP Indonesia.

Ketiadaan akses sanitasi yang memadai berdampak serius terhadap kesehatan. Penggunaan fasilitas sanitasi layak (disertai dengan perilaku cuci tangan pakai sabun) dapat mencegah transfer bakteri, virus, dan parasit yang ditemukan dalam kotoran manusia. Tanpa fasilitas sanitasi yang layak, kandungan dalam kotoran manusia tersebut dapat mencemari air, tanah, dan makanan. Kontaminasi tersebut dapat menjadi penyebab utama diare dan penyakit lainnya, seperti kolera dan trakoma. Oleh karena itu, meningkatkan akses terhadap sanitasi layak adalah langkah penting untuk mengurangi dampak penyakit yang ditimbulkan. Selain itu juga dapat menciptakan lingkungan yang sehat dan aman bagi masyarakat (WHO/UNICEF, 2008).

Indonesia Masih Kekurangan Akses Sanitasi yang Layak

Bagaimanakah sanitasi yang layak?

Berdasarkan metadata TPB ke-6, fasilitas sanitasi layak adalah fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan, antara lain klosetnya menggunakan leher angsa, tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septik (septic tank) atau Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), dan fasilitas sanitasi tersebut digunakan oleh rumah tangga sendiri atau bersama dengan rumah tangga lain tertentu. Indikator ini dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan rakyat dari aspek kesehatan (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2017).

Berdasarkan data yang dihasilkan dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), persentase rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak menunjukkan peningkatan dari tahun 2016 ke tahun 2018 sebesar 1,47 persen.

Jika dilihat menurut tipe daerah, persentase di perkotaan cenderung lebih tinggi daripada di perdesaan. Selama periode ini, persentase untuk daerah perkotaan menunjukkan penurunan walaupun nilainya di bawah 1 persen, sedangkan untuk perdesaan, walaupun sempat menunjukkan penurunan pada tahun 2016, namun kembali menunjukkan kenaikan pada tahun 2018.

Selama periode 2016-2018, provinsi dengan persentase tertinggi rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak adalah DKI Jakarta dan Bali dengan persentase sekitar 90 persen.

Adapun provinsi dengan persentase terendah pada periode 2016-2018 adalah Papua, yaitu hanya sekitar 30 persen. Untuk Provinsi Maluku Utara, persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak pada tahun 2018 sebesar 66,96 persen, dengan peningkatan dari tahun 2016 ke tahun 2018 sebesar 2,25 persen.

Tanggung jawab kita bersama

Kurangnya fasilitas sanitasi menjadi pemicu masalah pencemaran air yang kemudian menyebabkan berkurangnya air bersih. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah bekerja sama dengan IUWASH, sebuah proyek proyek lima tahun yang didanai oleh Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), yang bergerak dalam program air, sanitasi, dan higienitas perkotaan Indonesia.

Dalam mendorong percepatan pencapaian target, pemerintah pusat telah memiliki sejumlah terobosan dalam pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL). Diantaranya ialah melalui PPSP (Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman), Aliansi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI), Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), Hibah Berbasi Kinerja, Penyedian Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS), dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) serta Sanitasi Sekolah.

Dengan dibangunnya fasilitas sanitasi yang baik oleh pemerintah, diharapkan masyarakat mau menjaga dan merawatnya. Percuma saja jika anggaran ratusan juta untuk membangun fasilitas sanitasi, tetapi pengelolaannya tidak berjalan dengan baik. Perubahan dan kesadaran perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat memegang pernanan penting. Sehingga akan tercipta lingkungan yang mendukung untuk kehidupan.

Selain itu, diharapkan sinergi antara pusat dan daerah bisa semakin kuat, sehingga target 100% akses sanitasi layak bisa tercapai dengan baik. Dukungan dari semua pihak baik dari pemerintah daerah, pihak swasta, maupun masyarakat sangat diperlukan demi terwujudnya sanitasi layak untuk semua.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.