Dahsyat Opini Publik Terhadap Penegakan Hukum

Media sosial. Sumber : pexels.com
Sumber :
  • vstory

VIVA – Internet dewasa ini bukanlah hal yang mewah. Mulai dari anak-anak hingga lanjut usia seakan familiar dengan teknologi ini. Menurut sejarahnya, internet dicetuskan oleh peneliti-peneliti Universitas California di Los Angeles (UCLA) pada Oktober 1969. Pada mulanya, internet ditujukan untuk keperluan militer Amerika Serikat. Namun dewasa ini internet berubah menjadi bagian dari gaya hidup manusia modern.

Paket Internetan Smartfren bikin Nyaman

Seakan tak dapat terlepas dari teknologi ini, pengguna internet tiap tahun semakin bertambah. Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2020 yang dirilis Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk yang mengakses internet mengalami kenaikan baik di daerah perdesaan maupun di perkotaan.

Persentasenya masing-masing 40,32 persen di perdesaan (naik 6,48 persen dibanding 2019) dan 64,25 persen di perkotaan (naik 5,66 persen di banding 2019). Sejalan dengan hal itu, menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, Indonesia merupakan negara dengan jumlah pengguna internet terbanyak keenam di dunia. Tentu keberadaan teknologi yang masih berumur 53 tahun ini tak dapat dipandang sebelah mata.

Membangun Tol Langit dari Sabang sampai Merauke

Berdasarkan laporan Digital 2021 yang dirilis oleh We Are Social menyebutkan rata-rata penduduk Indonesia menghabiskan waktu menggunakan internet selama 8 jam 52 menit. Artinya, lebih dari sepertiga kehidupan manusia dalam sehari dihabiskan untuk mengakses internet.

Bila zaman awal lahirnya internet ditujukan untuk keperluan militer, saat ini ada beberapa tujuan mengapa orang-orang mengakses internet. Berdasarkan uraian Susenas 2020 tersebut, tujuan mengakses internet diantaranya bermedia sosial, mendapat informasi/berita, mengerjakan tugas sekolah, mengirim/menerima email, pembelian barang/jasa, dan fasilitas finansial.

Debat Pilkada Jateng, Andika Perkasa Bakal Sediakan Akses Internet untuk Nelayan

Dari enam tujuan tersebut, untuk media sosial dan mendapat informasi/berita memperoleh persentase tertinggi, yaitu 95,56 persen dan 79,04 persen. Di mana media sosial selain digunakan sebagai wadah ekspresi diri, media sosial juga digunakan sebagai wadah penyampaian informasi.

Masifnya informasi yang kita peroleh dari media sosial membuat banyak hal yang dapat dilakukan di dalamnya, seperti contohnya menyalurkan opini.

Saat ini opini yang disalurkan melalui media sosial tidak dapat dipandang sepele. Banyak pelanggaran hukum yang semula tak dihiraukan pihak berwajib, lalu tiba-tiba muncul suatu tagar tentang peristiwa itu, dan akhirnya tagar tersebut menjadi trending topic. Tagar trending inilah yang dinilai sebagai bentuk dorongan dan perhatian publik agar kepolisian berkewajiban mulai mengusut peristiwa tersebut.

Berdasarkan usia, sebanyak 48,24 persen pengakses internet didominasi oleh penduduk usia 25-49 tahun dan pendidikan minimal jenjang sekolah menengah atas (sebanyak 35,25 persen). Usia dan pendidikan ini dianggap cukup dan mampu menyuarakan opininya mengenai suatu permasalahan terlebih pada kebijakan dan penegakan hukum.

Contoh kasus besar yang populer (“viral”) akibat gencarnya hastag dan opini publik yang bermunculan adalah kasus KPK melawan polisi dengan tagar #saveKPK dan #saveIndonesia. Melalui tagar itu, publik beramai-ramai menyuarakan kebebasan berpendapatnya. Meskipun masih terdapat opini yang berlawanan dengan tagar #saveKPK, nyatanya publik yang mendukung jauh lebih banyak.

Kebebasan berpendapat yang termuat dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” seolah memantik publik menyuarakan aspirasi pikirannya.

Baru-baru ini juga terdapat kasus yang cukup mendapat perhatian seluruh rakyat Indonesia, yaitu Kasus Pembunuhan Brigadir J yang melibatkan beberapa oknum institusi kepolisian. Semula kasus ini tak memiliki kuasa namun saat publik mulai membicarakan dan akhirnya mencurigai adanya keterlibatan oknum petinggi kepolisian, maka publik serempak beropini melalui media sosialnya.

Maraknya tagar mengenai kasus Brigadir J, seolah kasus ini menjadi isu hangat yang harus ada pada setiap meja masyarakat Indonesia. Devie Rahmawati – Founder Klinik Digital – menyatakan bahwa infomasi dan opini mengenai kasus ini seolah bagaikan tsunami. Opini publik seolah tergiring untuk terus memantau kasus yang menggemparkan seluruh negeri ini.

Media sosial, kala ini bukanlah hanya sebagai wadah berbagi foto, video, maupun aktivitas pribadi saja, namun telah menjadi wadah raksasa yang dapat menghimpun suara, baik dukungan maupun cacian. Tidak dapat dipungkiri jika media sosial memiliki sifat yang bebas dan cenderung tak terkendali sehingga bisa dikatakan media sosial dapat menjadi kawan yang baik namun dapat pula menjadi lawan yang jahat.

Media sosial dengan berbagai keuntungan yang dimiliki menjadi tempat yang subur untuk kita beropini dan mengawal bagaimana kebijakan di negeri ini berlangsung.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.