Pelajar Pancasila: Sebuah Harapan Pendidikan Ideal di Masa Depan
- vstory
VIVA – "Kami biasa dianggap dukun. Dianggap penyembah pohon sama batu. Itu makanan kami sehari-hari," ujar teman saya suatu ketika. Ia seorang penghayat kepercayaan. Di KTP, agamanya tertulis "Kepercayaan Terhadap Tuhan YME".
Sebelum keluar Keputusan MK tahun 2017 atas gugatan terhadap Pasal 61 ayat 1 UU Adminduk 2006, kolom agama di KTP-nya tidak diisi. Hanya simbol strip (-).
Diskriminasi adalah perlakuan yang buruk terhadap orang lain karena suku, agama, ras, dan kebudayaan tertentu. Cerita tentang diskriminasi bukan hal yang tabu bagi kita. Cerita ini mudah sekali kita dapatkan. Ia ada di sekitar kita. Seolah-olah selalu menghantui kita di mana pun kita berada.
Lembaga yang mulia seperti sekolah rupanya juga tidak mampu absen dari adanya virus diskriminasi. Meskipun telah dibangun benteng yang tebal dari segala bentuk keburukan, nyatanya diskriminasi masih tetap berhasil menyelinap masuk. Mengoyak-oyak nilai luhur pendidikan di Indonesia.
Murid-murid yang menjadi penghayat kepercayaan misalnya, masih sering mendapatkan diskriminasi ketika mata pelajaran agama. Seorang siswa penghayat kepercayaan di Magelang, Jawa Tengah, "terpaksa" untuk mengikuti mata pelajaran agama yang tidak ia yakini.
Selain itu, ketika mengikuti mata pelajaran itu, ia selalu diasingkan dan disingkirkan oleh teman-temannya yang lain. Ia merasa tidak nyaman ketika harus mengikuti mata pelajaran agama yang tidak ia yakini, lebih-lebih ketika materinya menyerang kepercayaan para penghayat.
Seorang anak TK di kota yang sama juga mau tidak mau harus mengikuti mata pelajaran agama. Ia bebas memilih mapel agama Islam, Kristen, atau Katolik. Namun, tentu tidak ada mapel penghayat kepercayaan. Karena itu, ia terpaksa memilih mengikuti mata pelajaran agama yang tidak ia imani meskipun ia bersekolah di sekolah umum.
Kejadian kembali berulang ketika anak itu masuk ke SD dan SMP Negeri di Magelang. Jawaban pihak sekolah pun sama persis. Ia harus memilih salah satu dari pelajaran agama yang telah ditentukan pihak sekolah. Tidak bisa tidak.
Kisah-kisah di atas sebenarnya hanyalah fenomena gunung es. Banyak sekali kasus diskriminasi yang terjadi terhadap kelompok minoritas lain.
Kabar baiknya, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim memiliki perhatian yang cukup tinggi terhadap kelompok minoritas. Ia berkomitmen untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif bagi semua golongan.
Dalam profil pelajar pancasila poin kedua dijelaskan bahwa "Pelajar Indonesia mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitasnya, dan tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain, sehingga menumbuhkan rasa saling menghargai dan kemungkinan terbentuknya dengan budaya luhur yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa. Elemen dan kunci kebinekaan global meliputi mengenal dan menghargai budaya, kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama, dan refleksi dan tnaggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan."
Mengenal dan menghormati kebinekaan berarti menghormati dan toleran terhadap kelompok apapun, terutama terhadap minoritas. Kelompok minoritas menjadi kelompok yang harus dihormati hak-haknya, harus diperlakukan sebagaimana layaknya manusia seutuhnya. Tidak boleh dipandang berbeda apalagi dengan stigma dan prasangka negatif.
Penerapan kurikulum merdeka dengan tujuan terwujudnya pelajar pancasila menjadi angin segar bagi terwujudnya pendidikan yang ramah bagi minoritas. Di Solo, misalnya, siswa-siswi melakukan kegiatan pemotretan keberagaman masyarakat Solo. Kegiatan ini merupakan bagian dari implementasi program kurikulum merdeka yang disebut dengan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
Berbagai kegiatan P5 itu bertujuan untuk menghargai perbedaan identitas dan menyadarkan siswa bahwa banyak kelompok di luar kelompok mayoritas yang harus dihormati dan diayomi.
Profil Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Profil Pelajar Pancasila adalah tujuan dari berbagai strategi dan metode dalam pembelajaran Kurikulum Merdeka.
Pelaksanaan kurikulum merdeka telah diatur dalam Kepmendikbudristek No. 56 Tahun 2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka Pemulihan Pembelajaran. Hal ini juga telah ditegaskan oleh Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo. Kurikulum ini bisa menjadi salah satu opsi bagi lembaga pendidikan sejak tahun ajaran 2022/2023.