Sketsa Masyarakat: Jenderal Pembunuh Kucing
- vstory
VIVA - Sungguh sadis dan barbaris! Sebuah video di media sosial yang diunggah rumah singgah hewan terlantar Cat Lovers in the World (Clow) perwakilan Bandung membuat bulu kuduk warganet merinding. “Kucing-kucing ditemukan mati ditembak, lokasi di Sesko TNI, Jalan RAA Martanegara, Bandung. Siapa pelakunya ini? Kok tega banget kucing ditembak seperti ini. Kejadian sore ini tanggal 16 Agustus 2022,” bunyi cuplikan narasi video. Pengunggah video tak lupa menyertakan sejumlah nama ( mention) untuk minta tolong termasuk Gubernur Ridwan Kamil dan Panglima TNI Andika Perkasa untuk menangkap pelaku.
Ada empat ekor kucing yang mati mengenaskan dengan luka tembak di kepala, dada, dan leher. Ada juga yang dibidik di bagian telinga dengan terjangan peluru sampai tembus rahang. Dua ekor kucing lainnya selamat meski kondisi kritis karena terjangan peluru di dekat mata. Salah satu dari kucing yang sekarat itu dalam kondisi hamil besar. Matanya hancur dengan peluru masih bersarang di dalam tempurung kepala. Brutal.
Peristiwa memilukan yang terjadi sehari sebelum perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-77, Rabu 17 Agustus 2022, itu sontak membuat publik geram. Jika menyakiti hewan sampai mati saja sudah sulit ditolerir, apatah lagi kejadian ini di lingkungan Sekolah Staf dan Komando Tentara Nasional Indonesia (Sesko TNI), yang merupakan lembaga pendidikan tertinggi untuk mencetak perwira TNI yang andal, profesional dan proporsional. Apa salah kucing-kucing itu sampai dibunuhi begitu kejam?
Panglima TNI yang marah besar menyuruh pengusutan segera dilakukan. Hasilnya adalah keterangan resmi Pusat Penerangan (Puspen) TNI yang disiarkan Kamis, 18 Agustus. Disebutkan bahwa pelaku penembakan adalah seorang perwira tinggi bintang satu dengan jabatan mentereng Komandan Korps Siswa (Dankorsis): Brigadir Jenderal NA, 56 tahun.
Alasannya menembak kucing untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan di lingkungan tempat tinggal dan tempat makan perwira Sesko TNI. “Bukan karena kebencian terhadap kucing,” bunyi keterangan pers Puspen yang dikutip media massa. Tim Hukum TNI dipastikan akan menindak lanjuti proses hukum terhadap NA sesuai dengan aturan yang berlaku.
Meski kita berterima kasih misteri ini cepat terbongkar, namun alasan “untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan” yang diberikan sang jenderal itu sangat sumir, melecehkan akal sehat.
Pertama, mengapa sebagai salah seorang komandan, Brigjen NA tidak menyuruh anak buahnya menangkapi kucing-kucing--yang menurutnya mengganggu itu-- dan membuang mereka keluar kawasan Sesko? Atau memberikan kepada rumah singgah hewan terlantar seperti Clow?
Kedua, kalau pun kucing-kucing itu terbukti sangat mengganggu lingkungan Sesko, tetap saja tak ada alasan untuk dihabisi nyawa mereka karena kucing bukanlah hama bagi lingkungan seperti tikus, ular, atau babi hutan, yang biasa ditembaki penduduk dengan senjata angin, seperti sering dilakukan di sejumlah wilayah tanah air.
Ketiga, dengan model eksekusi sedingin itu perlu diperiksa lebih teliti setiap jengkal tanah di kawasan Sesko TNI. Bisa jadi ini bukan kejadian pertama selain merupakan fenomena gunung es yang baru terungkap sekarang. Jangan-jangan ada kuburan kucing tanpa batu nisan di kawasan tempat terhormat itu.
Keempat, seharusnya pengungkapan tragedi pembunuhan kucing ini tak perlu melibatkan Panglima TNI, cukup sampai level Dansesko saja. Biarkan Panglima TNI dengan keterbatasan waktu yang dimiliki untuk lebih konsentrasi menghadapi tugas-tugas nasional yang jauh lebih berat dan kritikal, semisal aksi terorisme KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) Papua yang terus membunuhi warga sipil tanpa kenal ampun.
Dalam sejarah peradaban dunia, kucing tak pernah dikenal sebagai hewan pengganggu yang harus dibunuh dan dilenyapkan dengan segala cara. Bahkan mereka merupakan salah satu hewan sahabat terbaik manusia.
Catherine Yang Agung, maharani terakhir Rusia dan terlama memerintah (1762-1796), memelihara 300 ekor kucing di Istana Musim Dingin St. Petersburg yang dibiarkan berkeliaran di lorong-lorong istana. Dari jumlahnya saja, bisa dipastikan Maharani Catherine adalah salah seorang pecinta kucing paling fanatik.
Abraham Lincoln (1809-1865) juga pecinta kucing kelas berat. Presiden AS ke-16 ini adalah presiden pertama yang memelihara kucing saat tinggal di Gedung Putih. Selain Tabby dan Dixie, dua kucingnya yang sohor—Lincoln bahkan pernah memberi makan Tabby saat berlangsung jamuan formal di Gedung Putih, membuat istrinya Mary Todd risih dan sungkan kepada para tamu. Namun Lincoln tak peduli . Selama empat tahun menjabat sebagai POTUS ( the President of The United States), Lincoln berulang kali menyelamatkan kucing jalanan dan membawa mereka ke Gedung Putih sebagai teman bermain Tabby dan Dixie.
Pelopor perawat modern Florence Nightingale (1820-1910) pernah memelihara 17 ekor kucing pada waktu bersamaan. Sementara total kucing yang pernah dipelihara sepanjang hidupnya diperkirakan 60 ekor atau lebih. Hampir semuanya kucing jalanan yang kumuh-buduk yang dirawatnya menjadi kucing-kucing sehat-gemuk.
Salah seorang Bapak Bangsa Indonesia, Bung Hatta (1902-1980)--yang pekan lalu (12 Agustus) diperingati 120 tahun hari kelahirannya—juga pecinta kucing sejati. Bung Hatta yang pendiam rupanya punya selera humor tinggi karena menamai binatang-binatang peliharaan kaki empatnya itu dengan nama-nama tokoh politik dunia: Hitler, Mussolini, Franco, dan Tito. Satu kucing lagi diberi nama Turki (bukan Kemal Attaturk). Namun kucing kesayangannya adalah yang diberi nama Jonkheer (Inggris: “young lord”), nama yang diambil Bung Hatta dari sebuah gelar bangsawan pada masyarakat Belanda.
Dengan pola hidup yang sederhana, Bung Hatta masih mengalokasikan biaya pengeluaran yang tak sedikit untuk kucing-kucingnya agar mereka terawat.
Umat Islam pada umumnya adalah pecinta kucing, meski belum tentu semua muslim memelihara hewan ini di rumah mereka. Kecintaan itu ditumbuhkan melalui kisah Rasulullah Muhammad s.a.w. yang memelihara seekor kucing bernama Muezza.
Saking cintanya Nabi kepada hewan ini, satu ketika beliau ada kebutuhan keluar rumah dan harus menggunakan jubahnya yang sedang ditiduri Muezza. Nabi tak ingin mengganggu kucing yang sedang lelap itu dan memilih memotong bagian lengan jubah yang menjadi alas tidur Muezza.
Kepada para sahabat, Nabi berpesan untuk menyayangi kucing seperti menyayangi keluarga sendiri. Bahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar r.a. disebutkan bahwa Nabi bersabda,”Seorang wanita dimasukkan ke dalam neraka karena seekor kucing yang dia ikat dan tidak diberikan makan, bahkan tidak diperkenankan makan binatang-binatang kecil yang ada di lantai.” (HR Imam Bukhari).
Jika ancaman hukuman bagi seseorang yang tidak memberi makan seekor kucing saja sudah begitu berat, bayangkan hukuman seperti apa yang pantas dijatuhkan bagi orang yang membunuh beberapa ekor kucing sekaligus dengan cara eksekusi berdarah dingin tanpa hati nurani?
Apalagi pelakunya seorang perwira tinggi yang tidak menunjukkan adab tinggi terhadap hewan, sesama makhluk Tuhan. (Akmal Nasery Basral, sosiolog, penulis, penerima penghargaan National Writer’s Award 2021 dari Perkumpulan Penulis Nasional SATUPENA)