Kemiskinan Ekstrem Musuh Bersama Bangsa Indonesia
- vstory
VIVA – Berdasarkan pidato kenegaraan Presiden Jokowi di hadapan MPR, DPR dan DPD pada tanggal 16 Agustus 2022, salah satunya menyatakan bahwa di dunia ini diperkirakan 553 juta jiwa terancam kemiskinan ekstrem, dan 345 juta jiwa terancam kekurangan pangan dan kelaparan. Isu kemiskinan ekstrem yang mendapat perhatian khusus pada tulisan ini.
Kemiskinan ekstrem, atau kemiskinan absolut, adalah sejenis kemiskinan didefinisikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai "suatu kondisi yang tidak dapat memenuhi kebutuhan primer manusia, termasuk makanan, air minum bersih, fasilitas sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan informasi. Kemiskinan ekstrem tidak hanya bergantung pada pendapatan, tetapi ketersediaan jasa juga." (PBB tahun 1995)
Pada tahun 2018, kemiskinan ekstrem mengacu pada pendapatan di bawah garis kemiskinan internasional US$1,90 per hari (nilai pada tahun 2011) menurut Bank Dunia. Nilai ini setara dengan US$ 2,12 pada tahun 2022.
Pengentasan kemiskinan ekstrem dan kelaparan adalah Tujuan Pembangunan Milenium pertama (MDG1) yang disepakati oleh 189 negara anggota PBB tahun 2000. MDG1 menargetkan penurunan tingkat kemiskinan ekstrem hingga separuhnya pada tahun 2015. Tujuan tersebut dicapai lima tahun lebih cepat. Masyarakat internasional, termasuk PBB, Bank Dunia dan Amerika Serikat, menargetkan pengentasan kemiskinan ekstrem pada tahun 2030.
Definisi Kemiskinan ekstrem sendiri mengacu pada definisi Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu sebesar 1,9 US dolar PPP (purchasing power parity) per hari. Angka konversi PPP menunjukkan banyaknya rupiah yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah kebutuhan barang dan jasa dengan jumlah yang sama, dibandingkan dengan barang dan jasa yang dapat dibeli dengan harga US$ 1.
Jika dikonversikan dengan rupiah 1,9 US $ PPP pada tahun 2021 setara sekitar 11.941,1 rupiah. Hal tersebut berdasarkan estimasi konversi USD PPP pada 2017 yang digerakkan dengan perubahan IHK (Indeks Harga Konsumen) periode Maret 2017-Maret 2021. Di mana tahun 2017 1,9 US$ PPP setara dengan Rp 10.195,6 (berdasarkan data terakhir Bank Dunia).
Artinya penduduk yang penghasilan sehari tidak mencapai 12.000 rupiah termasuk ke dalam kategori miskin ekstrem. Misalkan dalam satu rumah tangga terdiri dari empat anggota rumah tangga, maka rumah tangga tersebut termasuk ke dalam miskin ektrem jika pendapatan sehari rumah tangga tersebut tidak mencapai 48.000 rupiah.
Menurut data Badan Pusat Statistik, tingkat kemiskinan ekstrem Indonesia adalah 4 persen atau sekitar 10,86 juta jiwa. Sementara tingkat kemiskinan secara umum Indonesia berdasarkan data Maret 2021 adalah sejumlah 10,14 persen atau 27,54 juta jiwa. Sedangkan berdasarkan data Kemiskinan Maret 2022, di DIY, dari 454,76 ribu warga miskin, dengan mendasarkan tingkat kemiskinan ekstrem nasional sekitar 4 persen atau sekitar 160 ribu warga Yogyakarta diantaranya yang masuk kategori miskin ekstrem.
Upaya yang telah ditempuh untuk kasus di DIY
Pemerintah daerah (Pemda) Â DIY telah membentuk 51 desa prener yang tersebar di wilayah DIY. Desa Prener adalah pendekatan pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat desa untuk menumbuhkembangkan spirit wirausaha.
Dengan asumsi bahwa warga yang mempunyai kemampuan, baik modal, enterprener, berpendidikan dan mempunyai akses fe fasilitas teknologi informasi mengajak warga miskin yang yang selama ini kurang atau tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi (kurang/tidak diberdayakan), atau dengan kata lain warga miskin bersama warga lainnya bekerja sama membangun basis ekonomi produktif skala perdesaan untuk mewujudkan produk unggulan desa (warga miskin ikut diberdayakan).Â
Warga miskin yang diberdayakan mengelola kegiatan ekonomi inilah yang menjadi sumber pendapatan bagi rumah tangga miskin sehingga bisa mengangkat menjadi rumah tangga tidak miskin. Tentunya ini akan bisa terwujud apabila warga miskin yang masih bisa diberdayakan. Selain desa prener adalah desa wisata dll yang intinya ada pemberdayaan masyarakat desa sehingga ada semua warga masyarakat ikut terlibat dalam kegiatan ekonomi desa, sehingga bisa punya penghasilan. Jiwa gotong royong dan kebersamaan bisa terbangkitkan kembali untuk kesejahteraan semua masyarakat desa.
Namun bagaimana halnya kalau warga miskin sudah tidak bisa diberdayakan seperti warga miskin yang sudah lanjut usia, atau yang punya keterbatasan (disable) dan sudah tidak bisa diberdayakan, tentu pemerintah yang berkewajiban untuk memelihanya. Artinya bagi warga miskin yang  seperti ini yang benar-benar yang berhak mendapatkan bantuan sosial.
Menurut Kepala BPS, Margo Yuwono, “Selain pemberian bantuan sosial, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan berbasis geospasial dalam melakukan intervensi kemiskinan. Ia juga menyampaikan bahwa kemiskinan ekstrem tidak cukup diselesaikan hanya dengan berbagai intervensi bantuan sosial, karena penyebabnya bisa bersifat sistemik, salah satunya permasalahan infrastruktur. Akses menuju kantor desa, fasilitas kesehatan, tempat usaha, akses ke sawah/ladang, akses informasi dll, juga menjadi faktor penting penyebab kemiskinan ekstrem.
Selain yang telah disebutkan, yang juga disorot adalah perihal ketepatan dan kecepatan penyaluran bantuan sosial yang bisa dilakukan adalah dengan adanya data warga miskin yang tepat sehingga penerima bantuan tidak lagi salah sasaran.
Untuk desa prener, desa wisata dll bisa di kolaborasikan dengan Desa Cantik (Cinta Statistik) untuk memberikan edukasi untuk pengelolaan data dengan menggali kebutuhan desa yang diperlukan sehingga desa mempunyai data yang bagus, sesusai kaidah, metadata dan standar data.
Selain data yang baik, ditambah ketepatan sasaran penduduk miskin yang berhak menerina bantuan dengan foto (lantai, dinding, atap, kamar mandi) dan geotagging (letak lintang dan bujur di permukaan bumi) Â posisi rumah penduduk miskin.
Semoga dengan ketepatan data dan penduduk miskin bisa diberdayakan sehingga bisa berpenghasilan ini dapat memenangkan peperangan Bangsa Indonesia melawan kemiskinan dengan dukungan setiap elemen masyarakat Bangsa Indonesia, dengan semangat kegotongroyongan, kebersamaan, toleransi untuk kesejahteraan semua warga.