Akankah Pariwisata Indonesia Layu Sebelum Berkembang?

Para penumpang sedang menaiki pesawat. Sumber : pexels.com
Sumber :
  • vstory

VIVA – Telah 2 tahun pandemi Covid-19 melanda dunia. Sejak diumumkan status pandemi Covid-19 di Indonesia pada bulan Maret 2020 lalu, seluruh sektor usaha di Indonesia seketika menghentikan kegiatannya. Pandemi Covid-19 di mana penularannya melalui udara menyebabkan seluruh aktivitas manusia harus dibatasi.

Sukseskan Aquabike Jetski World Championship 2024, Bea Cukai Belawan Terima Penghargaan

Provinsi Wuhan China tempat pertama kali virus ini dikonfirmasi bahkan melakukan lockdown total selama beberapa waktu. Indonesia pun melakukan hal yang serupa namun tak sama, yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

PPKM, PSBB, ataupun lockdown pada dasarnya mengungkap hal yang sama, yaitu pembatasan pergerakan masyarakat. Pembatasan ini pada akhirnya memukul telak seluruh sektor lapangan usaha. Salah satu sektor yang paling terdampak adalah sektor pariwisata. Sektor ini memang sektor yang mengharuskan adanya pergerakan dari tempat asal ke tempat tujuan (tempat wisata). Sektor ini juga mengharuskan adanya perkumpulan orang-orang.

Baru Raih Penghargaan Bergengsi, Intip Mewahnya Bali Sunset Road Convention Center (BSCC)

Sebelum adanya pandemi Covid-19, sektor padat karya ini memberikan kontribusi terhadap PDB Indonesia dari 2015 hingga 2019 (periode sebelum pandemi covid-19) berturut-turut sebesar 4,15 persen, 4,13 persen, 4,11 persen, 4,50 persen, dan 4,80 persen. Per tanggal 11 Maret 2020 ketika covid-19 diumumkan menjadi pandemi global, kontribusi sektor pariwisata di tahun tersebut turun menjadi 4,05 persen, dan di tahun 2021 menjadi 4,20 persen.

Dari angka ini memang terlihat pandemi tidak begitu memberi dampak pada kontribusi pariwisata terhadap PDB, dikarenakan di tahun 2020 dan 2021 sektor pariwisata masih didominasi wisatawan nusantara.

Cagub Iqbal Disindir Tak Promosikan Wisata NTB Selama Jadi Dubes Turki: Saya Dubes RI Bukan NTB

Hal ini bisa dilihat dari catatan Badan Pusat Statistik. Dari 2016 hingga 2019 terjadi peningkatan jumlah perjalanan wisatawan nusantara dan angka tertinggi terjadi di tahun 2019 sebesar 722,16 juta perjalanan wisata, namun angka itu turun di tahun 2020 menjadi sebesar 518,59 juta perjalanan.

Meski berkurang dikarenakan PSBB dan PPKM, namun angka perjalanan wisatawan nusantara masih tergolong tinggi. Hal demikianlah yang menjadikan kontribusi pariwisata terhadap PDB Indonesia masih di angka 4,05 persen di tahun 2020 dan 4,20 di tahun 2021.

Berkebalikan dengan kondisi wisatawan mancanegara. Berdasarkan Publikasi Tourism Satellite Account Indonesia yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik, tercatat pada tahun 2020 terjadi penurunan jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia. Persentasenya turun sebesar 74,86 persen dibanding tahun sebelumnya. Hal ini tentu tak terlepas karena adanya pembatasan mobilitas penduduk di seluruh dunia.

Dari publikasi tersebut dijelaskan bahwa jumlah wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia di tahun 2019 sebesar 16,11 juta dan anjlok di tahun 2020 menjadi hanya 4,05 juta.

Penurunan jumlah wisatawan mancanegara ini menyebabkan merosotnya pendapatan bagi sektor produk-produk pariwisata, seperti sektor penyediaan akomodasi, penyediaan makan minum, jasa agent and tour, serta jasa angkutan. Hal ini tergambar dari ukuran TDGDP (Tourism Direct Gross Domestic Product) atau yang kita kenal sebagai kontribusi pariwisata terhadap perekonomian Indonesia yang turun menjadi 2,24 persen di tahun 2020.

United Nations World Tourism Organization (UNWTO) memperkirakan dibutuhkan 2,5 hingga 4 tahun bagi sektor pariwisata untuk kembali pulih pada kondisinya sebelum adanya pandemi covid-19.

Tahun 2022 adanya pelonggaran pembatasan mobiltas penduduk di seluruh dunia. Beberapa negara bahkan ada yang sudah menggelar acara yang mengundang keramaian manusia, seperti acara konser musik, pertandingan sepak bola, festival, dan lain-lain. Tentu dengan berbagai syarat dan ketentuan pencegahan penularan pandemi covid-19.

Gencarnya vaksinisasi dosis kedua bahkan hingga dosis ketiga serta tak disyaratkan lagi perjalanan dengan menggunakan hasil negatif PCR-test menyebabkan sektor pariwisata mulai bangkit dari keterpurukan.

Laporan Badan Pusat Statistik pada Mei 2022, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara melalui pintu masuk utama mencapai 212,33 ribu kunjungan, meningkat 1.382,45 persen dibanding periode yang sama di tahun 2021. Meski masih dibayangi penularan virus covid-19 namun secara perlahan, kondisi pariwisata kian membaik bila dibandingkan 2 tahun ke belakang.

Bangkitnya sektor pariwisata harus dibarengi dengan bangkitnya sektor-sektor penunjangnya, seperti transportasi.

Namun, siapa sangka peristiwa perang antara Rusia dan Ukraina membawa dampak negatif bagi keberlangsungan pariwisata yang baru akan berkembang lagi.

Menurut data yang dilansir cnbcindonesia.com, Pertamina menyebutkan perang Rusia-Ukraina menyebabkan kenaikan harga avtur dunia. Harga avtur sendiri dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia dimana harga saat ini mencapai 100 US$ per barel. Angka ini terus bertahan dikarenakan ketidakseimbangan antara supply dan demand. Melonjaknya kenaikan harga avtur tersebut menjadikan kenaikan harga tiket pesawat tidak dapat dihindari.

Pertanyaannya, akankah pariwisata Indonesia yang menjadi tulang punggung perekonomian beberapa wilayah di Indonesia akan layu lagi bahkan sebelum berkembang?

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.