Benarkah Ijazah Tidak Penting bagi Generasi Z?
- vstory
VIVA – Fenomena Citayam Fashion Week yang diikuti oleh anak-anak SCBD (Sudirman, Citayam, Bojong Gede, Depok) terus menjadi sorotan. Bahkan beberapa nama terkenal ikut meramaikan Citayam Fashion Week. Sebut saja ada model Internasional Paula Verhoeven, Lalu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beserta tamu negara dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Banyak hal menarik yang bisa didapatkan dari event anak-anak muda ini. Bahkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menawarkan langsung beasiswa kepada beberapa anak-anak ‘SCBD’.
Namun, tawaran Papah Online tidak banyak digubris oleh anak-anak ‘SCBD’. Contohnya Roy, ia secara tegas menolak karena ia ingin fokus membuat konten untuk menambah penghasilan. Bahkan ia sempat menyatakan lebih baik membantu orang tuanya untuk berdagang dibandingkan memberikannya beasiswa.
Sosiolog UNJ, Ubedilah Badrun merespons keputusan Roy dalam menolak beasiswa. Ubedilah mengatakan (republika.co.id, 2022) bahwa sebagian generasi z mulai meyakini bahwa ijazah tidak penting.
“Sarjana tidak menjamin kesiapan kerja dan mampu menciptakan lapangan kerja. Roy termasuk remaja yang kritis terhadap pendidikan formal di Indonesia makanya ia tidak minat kuliah,” kata Sosiolog UNJ pada rabu (13/7) lalu.
Ubedilah Badrun juga mengatakan bahwa sekarang banyak generasi Z yang menjadi konten kreator untuk bisa menghasilkan banyak uang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan bangkit dari kondisi buruk ekonomi.
Menolak Anggapan Ijazah Tidak Penting bagi Generasi Z
Generasi Z, adalah generasi yang lahir di antara tahun 1995 hingga 2000. Dianggap generasi transisi digital yang menikmati perkembangan teknologi di usia muda. Maka tidak aneh, hampir seluruh aktivitas gen Z lebih banyak menggunakan gadget.
Namun, anggapan sebagian generasi Z menganggap ijazah tidak penting dan mementingkan kompetensi saja tanpa proses pendidikan tentu saya menolak. Saya sangat tidak sepakat dengan anggapan tersebut. Justru, saat ini mahasiswa didominasi oleh generasi Z.
Ada beberapa alasan bahwa generasi Z masih membutuhkan Ijazah. Bukan hanya sebagian, tapi semuanya walaupun masih banyak tantangan untuk memiliki surat tanda tamat belajar baik SMA/SMK maupun Sarjana dan seterusnya.
Alasan pertama, ada hal yang tidak didapatkan jika tidak kuliah atau melanjutkan pendidikan yaitu proses pola berpikir. Di dunia perguruan tinggi analisis dalam berpikir sangat dilatih agar nanti mahasiswa yang menjadi lulusan bisa memecahkan suatu masalah di masyarakat.
Pola berpikir untuk menyelesaikan masalah tidak hanya didapat dari proses belajar sebagai mahasiswa tetapi didapatkan dari berbagai organisasi yang diikuti ketika menjadi mahasiswa. Nelum lagi latihan-latihan yang didapatkan mahasiswa saat melakukan proses organisasi.
Alasan berikutnya ialah proses kuliah atau pendidikan di perguruan tinggi membawa para generasi Z untuk memiliki literasi digital. Di dunia digital, hal ini sangat penting untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti pencurian data pribadi hingga hacking.
Mengapa proses kuliah begitu penting dalam literasi digital, hasil survei Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Katadata Insight Center (KIC) di tahun 2022. 51% lulusan SMA ke bawah memiliki literasi digital yang rendah.
Sedangkan untuk lulusan Sarjana ke atas memiliki skor indeks literasi digital di atas rata-rata nasional. Skor ini diambil dari empat pilar literasi digital yaitu kecakapan digital, etika digital, keamanan digital hingga budaya digital. Dan mayoritas diisi oleh Generasi Z yang sedang atau sudah lulus kuliah.
Terakhir, Pendidikan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup seseorang. Menurut survei angkatan kerja nasional tahun 2018-2020. Lulusan SMA dan SMK memiliki angka pengangguran terbuka baik di kota dan desa pada Februari 2020 sebesar 15,26% dibandingkan lulusan Universitas yang hanya 5,73%. Dari hasil tersebut terlihat bahwa kesempatan bekerja lebih tinggi bagi mereka yang lulusan sarjana.
Untuk tingkat kesejahteraan dalam bentuk pendapatan Lulusan Sarjana memiliki angka rata-rata pendapatan di 4,5 juta, sedangkan untuk SMK atau SMA di angka kisaran 2,7 juta. Hal ini menandakan bahwa pendidikan juga meningkatkan kualitas ekonomi seseorang dan juga taraf hidup seseorang.
Kembali lagi kepada niat Roy dan kawan-kawan SCBD yang berniat dan fokus memproduksi konten. Sebetulnya akan mencapai titik tertinggi saat viral. Setelah itu? Tidak ada yang tahu, karena tidak memiliki kemampuan manajemen dan perencanaan hingga riset konten maka saya yakin pendapatannya tidak akan berkembang.
Di mana kemampuan manajemen, perencanaan dan riset didapatkan? Tentu di bangku kuliah generasi Z diajarkan banyak termasuk memimpin suatu perkumpulan atau sebut saja tim konten untuk memproduksi pundi-pundi saat menjadi konten kreator.
Upaya Pemerintah
Amanat Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 kepada Negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan seluruh generasi yang menjadi bagian dari Bangsa Indonesia termasuk kawan-kawan atau remaja yang dijuluki SCBD itu.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Pendidikan Tinggi terus melakukan inovasi agar seluruh masyarakat mendapat pendidikan hingga perguruan tinggi. Salah satunya melalui program Kartu Indonesia Pintar Kuliah atau KIP-Kuliah.
Selain amanat dari Pembukaan UUD 1945, saya yakin pemerintah menyadari bahwa pendidikan merupakan salah satu ikhtiar untuk mengubah keadaan hidup seseorang dan salah satunya dari faktor ekonomi.
Upaya lain pemerintah selain memberikan beasiswa terutama pasca Covid-19 adalah program merdeka belajar. Lalu adanya bantuan kuota internet yang membantu banyak siswa dan mahasiswa bahkan guru dan dosen untuk terus melaksanakan pendidikan.
Lalu memberikan bantuan operasional langsung kepada sekolah, dan juga perluasan program beasiswa sehingga masyarakat dipastikan mendapatkan hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan. Maka dari itu tidak aneh, respons masyarakat terhadap upaya pemerintah dalam bidang pendidikan mencapai kepuasan sebesar 75?ri hasil survei yang dilakukan Indikator. Dan tentu ini perlu dimanfaatkan oleh teman-teman yang berada di Citayam Fashion Week.
Tantangan Dalam Menghadapi Perubahan
Saya sebutkan di awal, generasi Z memang dilahirkan untuk menikmati perubahan teknologi di usia muda. Dan saya sepakat bahwa semua masih membutuhkan Ijazah untuk menaikkan taraf hidup mereka.
Hanya saja, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi, di antaranya adalah Kemendikbudristek harus mewajibkan seluruh perguruan tinggi mengadakan sertifikasi profesi untuk melengkapi Ijazah yang didapatkan agar lebih diakui kompetensinya dalam dunia kerja.
Berikutnya adalah banyak anggapan bahwa generasi Z tidak butuh Ijazah harus dibendung juga, karena jika tanpa pendidikan saya yakin banyak anak-anak yang berpotensi dan memiliki kemampuan yang kehilangan arah terutama dalam menjalankan hidupnya.
Terakhir adalah tantangan ekonomi pasca pandemi agar masyarakat tetap bisa menerima pendidikan dengan baik dan juga tanpa ada kendala perihal SPP, uang penelitian dan hambatan ekonomi lainnya yang membuat proses kuliah tertunda.
Karena jika ditelaah lebih jauh, Roy dan seluruh temannya bukan ingin menolak beasiswa dan tidak ingin kuliah, mereka ingin membantu orang tuanya terlebih dahulu dan mereka menganggap membantu orang tua mereka lebih penting dibandingkan memberikan mereka beasiswa. (Fathin Robbani Sukmana, Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah Bekasi Bidang Pendidikan dan Kaderisasi, Lulusan Sosiologi Universitas Terbuka)