“Pembangkangan” Menkes terhadap Putusan MA tentang Vaksin Halal
- vstory
VIVA – Sejak Corona Virus Desease (Covid-19) melanda Republik Indonesia, Pemerintah turut serta melaksanakan program vaksinasi melalui Presiden RI yang menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 Tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19).
Belum lama ini, Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 31P/HUM/2022 Tanggal 14 April 2022, menyatakan bahwa Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan jenis Vaksin Covid-19 yang dipergunakan untuk pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 di wilayah Indonesia. Dengan demikian sudah menjadi suatu kewajiban bagi Pemerintah untuk mematuhi dan melaksanakan Putusan Mahkamah Agung dimaksud.
Akan tetapi pada tanggal 28 April 2022, Menteri Kesehatan RI menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor NOMOR HK.01.07/MENKES/1149/2022 TENTANG PENETAPAN JENIS VAKSIN UNTUK PELAKSANAAN VAKSINASI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19).
Hal mana dalam Diktum Kesatu, berbunyi lengkap sebagai berikut: “Menetapkan jenis vaksin Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, CanSino Biologics Inc, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Johnson and Johnson, Moderna, Novavax Inc, Pfizer Inc. and BioNTech, Sinovac Biotech Ltd., dan Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical Co., Ltd sebagai jenis vaksin COVID-19 yang dapat digunakan untuk pelaksanaan vaksinasi di Indonesia”.
Penetapan jenis vaksin oleh Menteri Kesehatan RI tidak semuanya memiliki sertifikat Halal sebagaimana merupakan perintah dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 31P/HUM/2022 tanggal 14 April 2022 dimaksud, Keputusan Menteri Kesehatan telah mengakibatkan penggunaan jenis vaksin yang bersifat wajib (mandatory) tanpa adanya proporsionalitas bagi warga negara Indonesia, khususnya yang beragama Islam di Indonesia, untuk mengkonsumsi jenis vaksin yang halal dalam program vaksinasi di Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 31P/HUM/2022 Tanggal 14 April 2022 dimaksud.
Bahwa pada dasarnya penetapan jenis Vaksin yang tercatat memiliki sertifikat Halal dan telah dinyatakan kehalalannya oleh Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah yang diproduksi oleh sebagai berikut:
a. PT Bio Farma (Persero)
b. Sinovac Biotech Ltd.
c. Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical Co., Ltd
Selain dari pada jenis vaksin tersebut di atas, maka tidak satu pun jenis vaksin yang ditetapkan telah memiliki sertifikat Halal, jenis vaksin tersebut tidak dijamin kehalalannya, yang dimaknai bahwa Menteri Kesehatan tidak memberikan perlindungan dan jaminan atas kehalalan jenis vaksin yang dipergunakan dalam Vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 31P/HUM/2022 tanggal 14 April 2022, yang mana jenis vaksin dimaksud adalah yang diproduksi oleh sebagai berikut:
a. AstraZeneca,
b. CanSino Biologics Inc.,
c. Johnson and Johnson,
d. Moderna,
e. Novavax Inc,
f. Pfizer Inc. and BioNTech
g. China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm).
Bahwa terdapat fakta hukum tentang adanya Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 8 Tahun 2022 yang menyatakan tentang kehalalan jenis vaksin yang diproduksi oleh PT Biotis Pharmaceuticals & Universitas Airlangga Surabaya atau yang dikenal dengan vaksin ‘Merah Putih’, namun Menteri Kesehatan dengan sengaja tidak memasukkan jenis vaksin dimaksud dalam Keputusan Menteri Kesehatan NOMOR HK.01.07/MENKES/1149/2022 TENTANG PENETAPAN JENIS VAKSIN UNTUK PELAKSANAAN VAKSINASI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19), padahal menurut Pasal 2 angka 6 Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 Tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang berbunyi sebagai berikut: “Dalam hal Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dapat diproduksi dan tersedia di dalam negeri, Pemerintah mengutamakan pengadaan Vaksin COVID-19 dari dalam negeri”.
Yang mana ketentuan dimaksud dengan sengaja tidak dipatuhi oleh Menteri Kesehatan RI dengan tidak mencantumkannya, Menteri Kesehatan dinilai membuat tafsiran sendiri tanpa dasar hukum apapun dengan menyatakan bahwa kehalalan jenis vaksin itu seolah-olah hanya bisa diberikan sepanjang memenuhi persyaratan keamanan (safety), mutu (quality), dan khasiat (efficacy), serta efektivitas vaksin COVID-19, yang jelas sikap perbuatan dimaksud tidak memiliki dasar hukum sama sekali.
Menteri Kesehatan juga melanggar ketentuan Pasal Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal yang berbunyi lengkapnya:
1) Bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) meliputi:
a. bangkai;
b. darah;
c. babi; dan/atau
d. hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat,
2) Bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan fatwa MUI.
Dalam menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan NOMOR HK.01.07/MENKES/1149/2022 TENTANG PENETAPAN JENIS VAKSIN UNTUK PELAKSANAAN VAKSINASI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) telah secara nyata Menkes mengabaikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 31P/HUM/2022 Tanggal 14 April 2022, Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, dengan menetapkan jenis Vaksin yang mayoritas tidak memiliki Sertifikat Halal dari Lembaga yang berwenang, yang mana atas perbuatan hukum dimaksud telah menimbulkan kerugian yang nyata pada kaum muslimin.
Perbuatan Menkes jelas melanggar hukum, dengan bertindak sewenang-wenang tanpa mempertimbangkan Hierarki Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan sudah terbukti bahwa Menteri Kesehatan RI telah melakukan “Pembangkangan” Hukum dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan NOMOR HK.01.07/MENKES/1149/2022 TENTANG PENETAPAN JENIS VAKSIN UNTUK PELAKSANAAN VAKSINASI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) yang sangat merugikan khususnya masyarakat Muslim di Indonesia, sehingga tertanggal 20 Juni 2022 Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) berinisiatif melakukan Gugatan atas Keputusan Menteri Kesehatan NOMOR HK.01.07/MENKES/1149/2022 di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan Perkara Nomor: 176/G/2022/PTUN-JKT.
Dari peristiwa hukum ini, pembangkangan ini jelas merugikan umat Islam. Karena, Putusan MA telah menjamin vaksin halal wajib disediakan oleh pemerintah. Tapi pihak Menkes tidak juga mematuhi. Ini jelas pelanggaran hukum yang serius dan nyata. Karena umat telah memperjuangkan agar tak mengkonsumsi barang yang haram. Tapi political will Menkes, tampak tidak mematuhi legal will. Ini membahayakan kehidupan ketatangeraan Indonesia. Karena umat Islam bisa melakukan protes besar-besaran atas “pembangkangan” ini. (Edi Gustia B. Lubis, SH, Advokat/Kuasa Hukum Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI))