Menilik Asas Asersi dalam Keabsahan LHP Kerugian Keuangan Negara

Yudhia Perdana Sikumbang, SH,.MH,.CPL
Sumber :
  • vstory

VIVA – Di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK dinyatakan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Artinya Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK adalah Lembaga Negara yang diberi wewenang konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang diberi tugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Hal ini sesuai amanat pasal 23 ayat (5) UUD 1945, Badan Pemeriksa Keuangan bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

Kemudian dituangkan lebih lanjut dalam Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara jo Pasal 6 ayat (3) UU BPK Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Adapun kewenangan BPK tertuang di dalam pasal 9 ayat (1) di mana Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK  berwenang sebagai berikut :

a.    Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan;

b.    Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara;

c.    Melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;

d.    Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK;

e.    Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;

f.      Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;

g.    Menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK;

h.    Membina jabatan fungsional Pemeriksa;

i.      Memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan; dan

j.      Memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.

Sementara di ayat (2) disebutkan bahwa Dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang diminta oleh BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya dipergunakan untuk pemeriksaan.

Dalam kaitannya adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi yang menyebabkan kerugian Keuangan Negara Peran BPK sangatlah penting untuk membantu Penegak Hukum untuk membuktikan seseorang telah melakukan korupsi di mana mengelola keuangan negara menjadikan adanya kerugian negara.

Badan Pemeriksa Keuangan sesuai Pasal 10 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan disebutkan BPK berhak menghitung jumlah kerugian negara dalam dugaan telah terjadinya Perbuatan melawan hukum atau kelalaian BUMN, BUMD atau Badan lain yang mengelola Keuangan Negara atau daerah.

Jika berpedoman dengan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK Nomor 1 Tahun 2020 di dalam menghitung jumlah kerugian negara atau untuk mengungkap adanya indikasi unsur pidana dalam pengelolaan keuangan Negara atau daerah Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK harus menggunakan Pemeriksaan Investigatif sebagaimana diatur di dalam Pasal 3 Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK Nomor 1 Tahun 2020.

Menurut ahli hukum kerugian keuangan negara Dian Puji N Simatupang mengatakan, dalam hal pemeriksan investigatif dikenal ada dua Pemeriksaan, Pertama pemeriksa keuangan dan kedua pemeriksa performa, pemeriksa performa yang dapat menyimpulkan ada tidaknya kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum atau kelalaian.

Kapan Keabsahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kerugian kuangan Negara?

Perlu diketahui BPK lewat auditornya dalam memeriksa adanya kerugian keuangan negara atau adanya indikasi tindak pidana pengelolaan keuangan negara atau daerah harus dilakukan dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) karena ini merupakan patokan pemeriksaan dan sekaligus sebagai dasar pemeriksaan.

Dalam keabsahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kerugian Keuangan Negara menurut  Prof Pantja Guru Besar  Hukum Administrasi Universitas Padjajaran ada 3 (tiga) unsur di dalam Pemeriksaan Kerugian Keuangan Negara yakni :

1.    Laporan Hasil Pemeriksaan Harus diterbitkan oleh lembaga berwenang dalam hal ini BPK;

2.    Harus memperhatikan dan menjadikan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) sebagai pegangan atau dasar pemeriksaan;

3.    Harus memperhatikan satu prinsip yaitu asas asersi

Asas asersi ini di mana mewajibkan auditor memeriksa entitas yang diperiksa karena yang diperiksa harus dikonfirmasi tanpa melihat apapun jenis pemeriksaan yang dilakukan Badan pemeriksaan keuangan atau BPK. Hal ini bertujuan agar entitas yang diperiksa memiliki kesempatan untuk mengkaji, menelaah, dan membela diri (defence). Asas ini mutlak alias tidak bisa ditawar lagi dalam suatu pemeriksaan jenis apapun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang BPK.

Sebagaimana diatur di Pasal 6 Ayat (5) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yaitu dinyatakan sebagai berikut :

“Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara”

Adapun penjelasan pasal ini sesuai Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yaitu sebagai berikut :

“Pembahasan diperlukan untuk mengkonfirmasi dan mengklarifikasi temuan pemeriksaan BPK dengan obyek yang diperiksa. Hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statement) memuat koreksi itu sebelum disampaikan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.”

Fungsi Sosial yang Melekat pada Hak Atas Tanah

Jadi dalam hal ini jelas bahwa asas asersi ini adalah asas mutlak yang di mana sebagai Norma dari Undang-undang, meskipun demikian pada praktiknya BPK memiliki pedoman sendiri secara internal dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh auditornya bahwa disebutkan orang yang diperiksa harus dimintai tanggapan, namun di lain sisi disebutkan kalau terkait kerugian keuangan negara maka tidak perlu dimintai tanggapan tertulis. Secara aturan Pedoman BPK merupakan aturan yang bersifat internal sedangkan Norma Undang-undang merupakan aturan yang harus dipatuhi semua orang dan secara hirarki perundang-undangan Undang-undang adalah peraturan perundangan yang tinggi setelah Undang-undang dasar.

Sebagai penutup untuk melindungi hak asasi atau hak warga negara khususnya seseorang yang terperiksa oleh BPK oleh auditornya harus menggunakan prinsip asas asersi, mencermati prinsip asas asersi dalam standar pemeriksaan keuangan negara sangatlah penting agar pemeriksaan investigatif yang dilakukan BPK sah dan absah secara hukum, maka auditor dalam melaksanakan pemeriksaan harus menggunakan prinsip asas asersi sebagaimana diamanatkan Pasal 6 Ayat (5) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar Laporan Hasil pemeriksaan Kerugian Keuangan Negara sah secara hukum. (Yudhia Perdana Sikumbang, SH,.MH,.CPL, Advokat, Legal Konsultan & Mediator)

Bicara Tentang Efektivitas Hukum
Ilustrasi grafik perekonomian (Source: https://www.istockphoto.com/id)

Pemberlakuan Tax Holiday saat Pajak Minimum: Untung atau Buntung?

Tulisan ini berisikan terkait aturan penerapan perpajakan di Indonesia saat adanya pemberian insentif tax holiday pada saat penerapan pajak minimum.

img_title
VIVA.co.id
23 Januari 2024
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.