Meraih Ketahanan Pangan Indonesia

Hasil Panenan Padi di Wilayah Sleman Yogyakarta
Sumber :
  • vstory

VIVA – Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kelangkaan pangan global saat ini seperti kondisi geopolitik, ekonomi, bencana alam, kekeringan akibat pemanasan global, serta pandemi Covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina.

Siapkah untuk Digitalisasi Pertanian?

Hal ini mengharuskan negara-negara di dunia untuk segera melakukan berbagai langkah untuk menanggulangi isu keamanan pangan tersebut. Jika keamanan pangan terganggu dan terjadi terus menerus maka setidaknya akan memberikan implikasi dalam lima hal, yakni adanya potensi kekurangan pangan, ketidakstabilan, ketidakamanan, produktifitas rendah, dan malnutrisi. Keadaan ini menjadi alarm pentingnya kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan bagi Indonesia. 

Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah No.68 tahun 2002 menyatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah, mutu, aman, merata, dan terjangkau.

Tempe, Tahu, dan Kemandirian Kedelai

Dari sini dapat kita artikan bahwa ketahanan pangan mengandung tiga aspek yakni ketersediaan, keterjangkauan, dan stabilitas pangan sebagai bagian dari kemandirian. Ketahanan pangan suatu negara tidak hanya dilihat dari ketersediaan bahan pangan yang melimpah, akan tetapi dari kemampuan masyarakatnya untuk mencukupi kebutuhan pangan mereka, baik kualitas maupun kuantitasnya, serta keterjangkauan yang tinggi terhadap pangan.

Indonesia sebagai negara dengan kondisi geografis dan potensi sumber daya alam yang melimpah memiliki karakteristik tersendiri pada setiap wilayahnya. Salah satu contoh wilayah di Indonesia yang mendukung ketahanan pangan nasional adalah Provinsi Jawa Timur.

Waspada pada Stagflasi

Pada tahun 2021, Jawa Timur tercatat menjadi provinsi penghasil padi terbesar di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Jawa Timur mampu menghasilkan 9,90 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) pada 2021.

Selain itu, Jawa Timur juga merupakan penghasil produk agribisnis unggulan, produk komoditas di sektor pertanian, perkebunan, dan hortikultura, serta peternakan. Dengan demikian kita harus optimis bahwa petani di Indonesia mampu untuk menyediakan kebutuhan pangan bagi negeri ini. Petani Indonesia adalah petani yang bersahaja karena mereka akan terus menjalankan kegiatan pertaniannya meskipun belum tahu kepastian harga komoditas ketika panen nanti. Kesiapan para petani perlu didukung dengan berbagai kebijakan.

Salah satu kebijakan yang diperlukan adalah menjaga kelancaran distribusi bahan pangan hasil panenan. Pemerintah harus menjamin kelancaran distribusi bahan pangan ke seluruh daerah. Diperlukan pemetaan ulang stok-stok komoditas pada masing-masing daerah guna memastikan arah pendistribusian pangan secara nasional dengan baik.

Pemetaan dapat dilakukan mulai tingkat kabupaten/kota dan apa saja komoditas yang dihasilkan serta perhitungan kebutuhan pangan penduduk di masing-masing daerah. Pemetaan terhadap daerah yang menjadi kantong-kantong produksi perlu ditinjau kembali dan dioptimalkan perannya untuk mencukupi ketersediaan bahan pangan bagi daerah sekitarnya yang rawan pangan.

Adaptasi terhadap pasar juga perlu ditempuh. Para petani perlu menyesuaikan keadaan terutama dengan kondisi pasar. Beberapa komoditas yang mungkin berkurang permintaannya perlu digantikan dengan komoditas yang prospek pasarnya lebih baik.

Kestabilan harga komoditas pertanian penting dijaga agar harga komoditas tidak terlalu anjlok. Pemerintah dapat bekerja sama dengan koperasi maupun BUM-Desa untuk membantu petani memasarkan produknya sehingga petani tidak mengalami kendala pemasaran. Koperasi juga dapat berperan sebagai penyedia modal bagi petani. Platform pemasaran komoditas pertanian online dapat dimanfaatkan untuk membantu petani dalam memasarkan hasil panennya.

Kemudahan akses petani terhadap faktor produksi seperti pupuk, benih, dan saluran irigasi harus tetap terjamin. Salah satu pendekatan yang bisa dilakukan berupa pengembangan dan pengelolaan irigasi yang tangguh. Terdapat 5 pilar penting dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi ini, yaitu  prasarana irigasi yang mantap, ketersediaan air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, hingga kualitas sumber daya manusia yang berkecimpung dalam bidang irigasi.

Peran Koperasi

Melalui koperasi petani dapat memperbaiki posisi tawar, baik dalam memasarkan hasil produksi maupun pengadaan input produksi yang dibutuhkan. Koperasi dapat mengupayakan pembukaan pasar baru bagi produk anggotanya, pada sisi lain koperasi dapat memberikan akses kepada anggotanya dalam berbagai penggunaan faktor produksi dan jasa yang kurang ditawarkan pasar.

Dengan bergabung sebagai anggota koperasi, para petani dapat lebih mudah melakukan penyesuaian produksi melalui pengolahan paska panen sehubungan dengan adanya perubahan permintaan pasar. Petani juga lebih mudah dalam menangani risiko pada produksi pertanian seperti pengaruh iklim dan heterogenitas kualitas produksi. Selain itu para petani lebih mudah berinteraksi dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas diri mereka.

Dalam rangka mewujudkan sistem ketahanan pangan, koperasi perlu melakukan revitalisasi peran dan fungsinya. Adapun langkah yang bisa dilakukan oleh koperasi agar ketahanan pangan dapat tercapai yaitu dengan melakukan konsolidasi internal untuk memperbaiki ketatalaksanaan usaha yang lebih baik.

Koperasi perlu meningkatkan kemampuannya dalam bidang teknologi bercocok tanam yang efektif dan produktif agar dapat mentransfer pengetahuan tersebut kepada anggota dan masyarakat. Selain itu koperasi harus memiliki kemampuan untuk mendesain produk dan skim yang cocok untuk meningkatkan produksi anggotanya, karena sektor ini biasanya sangat dipengaruhi oleh musim dan fluktuasi harga yang tinggi. Koperasi juga dapat menjadi penasihat maupun agen pengelola dana bantuan dari pemerintah agar dana tersebut tetap dapat produktif.

Peran stakeholder lain

Masyarakat juga dapat ikut andil dalam menjaga ketahanan pangan untuk menghindari adanya krisis pangan. Masyarakat memiliki peluang untuk membangun kedaulatan dan kemandirian pangan. Dalam masa seperti saat ini, masyarakat cenderung menjadi lebih kreatif dan bisa berkreasi untuk mengakali situasi yang ada, termasuk halnya dalam menjaga akses terhadap pangan.

Walaupun telah ada program pemerintah seperti Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), Pekarangan Pangan Lestari (P2L) dan Kawasan Mandiri Pangan (KMP), namun  masyarakat diharapkan memiliki kesadaran untuk melakukan penanaman mandiri, minimal untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Ada banyak sekali cara untuk melakukan penanaman mandiri, seperti misalnya urban farming dan melakukan penanaman dengan metode hidroponik dengan memanfaatkan lahan-lahan yang ada di rumah.

Agar ketahanan pangan dapat lestari maka kita harus menjaga sistem pertanian yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Sistem pertanian yang berorientasi pasar dengan pencapaian ekonomi yang optimal dan memperhatikan keseimbangan fungsi ekologis antara tanah, air, udara juga fungsi sosial budaya setempat perlu diantisipasi.  Penerapan adaptasi teknologi yang ramah lingkungan dan adanya dukungan dari pemerintah lokal dan nasional untuk dapat cakap mengatasi masalah sangat dibutuhkan.

Selain itu, strategi lain untuk membangun ketahanan pangan perlu dipikirkan dengan memberlakukan revolusi sistem produksi pertanian seperti beras. Pabrik beras bisa menjadi ide baru yang solutif untuk menghadapi tantangan dan kendala pada bidang pertanian ini. (Suparna, Statistisi Madya BPS Provinsi DIY)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.