Konstitusionalitas Pernikahan Beda Agama

ilustrasi pernikahan
Sumber :
  • vstory

VIVA – Pernikahan merupakan sebuah hal yang sangat sakral dan hanya terjadi jika kedua insan yang benar-benar memililiki kesiapan yang matang. Artinya pernikahan bukanlah hal yang asal nikah saja.

Seperti Ini Detail Pernikahan Nissa Sabyan dan Ayus

Lalu Bolehkah Pernikahan Beda Agama?

Berkiblat pada ketentuan Pasal 28B(1)UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

Sah! Nissa Sabyan dan Ayus Resmi Menikah, Netizen: Pelakor Versi Syariah

Artinya setiap orang diberikan hak kebebasan untuk menikah agar keberlangsungan generasi-genarasi sebelumnya tetap terjaga. Sehingga dengan adanya kebebasan ini kita merasa aman karena dilindungi oleh UUD. Yang mana hal ini sejalan dengan pendapat Paul Scholten yang menyatakan bahwa sejatinya perkawinan adalah suatu persekutuan antara laki-laki dan perempuan yang diakui oleh negara untuk bersama. Hal ini berarti bahwa hak asasi manusia dinaungi oleh Pasal 28B (1) UUD 1945.

Menurut UU No.1 Tahun 1974 Pasal 1, Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

Nissa Sabyan dan Ayus Telah Resmi Menikah

Yang mana sejatinya bahwa jika kita interprestasikan bahwa pernikahan menurut UU tersebut hakikat pernikahan adalah membentuk rumah tangga untuk mencapai segala bentuk kebaikan.

Kemudian jika kita lihat berdasarkan fakta empiris di Indonesia sejak tahun 2005 terdapat 1.425 pasangan beda agama menikah di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan adanya kebebasan untuk menikah beda agama.

Yang mana jika kita bandingkan dengan pasal 23 (2) ICCPR “Hak laki-laki dan perempuan pada usia perkawinan untuk menikah dan membentuk keluarga harus diakui”. Hal tersebut menunjukkan bahwa semua pernikahan diakui oleh negara tanpa adanya batasan perbedaan agama.

Sementara itu dalam konsepsi hukum Internasional Universal Declaration of Human Right 1948 (DUHAM) Pada pasal 16 (3) menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Dari kedua landasan tersebut bahwa pernikahan sama sekali tidak memandang perbedaan agama.

Oleh karena itu kalau kita melihat tujuan dari pernikahan menurut Mahmud Yunus adalah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur. Hal ini sejalan dengan UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 1 yang mana tujuannya adalah membentuk keluarga yang diridhai oleh Tuhan YME.

Maka sejatinya hak untuk menikah harusnya tidaklah dibatasi oleh perbedaan agama, karena hakikatnya tujuan dari pernikahan adalah untuk mencapai sebuah kebaikan, yang mana agama pun menganjurkan bahwa kita harus senantiasa berbuat baik dalam kondisi apapun.

Dan seharusnya pernikahan beda agama tidak menjadi pertentangan bagi kita semua. Mengingat kita adalah negara yang multikultural sehingga kita harus memiliki sikap yang senantiasa menghargai perbedaan yang ada.

Maka dari itu kami sepakat dengan mosi perdebatan kali ini yakni konstitusionalisme pernikahan beda agama di Indonesia.

Bahwa keseluruhan uraian di atas jelas menggambarkan betapa keberadaan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1/1974 justru membawa banyak masalah dalam konteks hukum perkawinan di Indonesia, dan oleh karena itu, sudah saatnya ketentuan ini diubah menjadi “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sepanjang penafsiran mengenai hukum agamanya dan kepercayaannya itu diserahkan kepada masing-masing calon mempelai.”

Maka dari itu kami sepakat dengan tegas dan lugas menyatakan mendukung penuh mosi konstitusionalitas pernikahan beda agama di Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.