Problematik Pengajaran Sejarah Sastra di Indonesia
- vstory
VIVA – Menurut sastrawan Iskandar Waasid, pengajaran sastra pada umumnya ditentukan oleh faktor proses pembelajaran (teaching learning process) kemudian didukung oleh beberapa faktor pendukung yaitu, raw input, instrumental input (infrastruktur), environmental input (masukan lingkungan).
Ketiga faktor tersebut hanya berfungsi sebagai penunjang proses pembelajaran, yang kemudian akan menghasilkan output pembelajaran. Terutama pada bagian raw Input, yang melibatkan minat, motivasi, intelegensi dan unsur internal lainnya, juga sangat mempengaruhi penguasaan pembelajaran apresiasi sastra.
Pengajaran sastra memiliki berbagai dimensi untuk dicapai. Aspek pengajaran sastra menurut Ismawati Esti (2013: 1) meliputi teori sastra, sejarah sastra, sastra bandingan dan apresiasi sastra. Pengajaran sastra adalah pengajaran yang mencakup seluruh aspek tersebut.
Aspek tujuan pengajaran sastra, menunjukkan bahwa pengajaran apresiasi sastra membutuhkan proses pembelajaran yang kompleks dan lengkap. Berkaitan dengan hal tersebut, pembelajaran sastra yang mendukung terhadap pembelajaran sastra yang sebenarnya harus didukung oleh berbagai perangkat pembelajaran yang kompleks.
Pada dasarnya, pengajaran sastra adalah pengajaran tentang kehidupan, dan sastra menghadirkan tokoh-tokoh dengan latar belakang tertentu. Menurut Podhonetz (dalam Suharianto, 1981:8) sastra dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap cara berpikir seseorang tentang kehidupan, baik dan buruk, benar dan salah, dan cara hidup seseorang untuk diri sendiri dan negara.
Sebagai bagian dari budaya, sastra mensosialisasikan dan memperkuat nilai-nilai budaya bangsa. Lebih lanjut, Tarigan (1995:6-8) mengatakan bahwa sastra dapat mengembangkan wawasan siswa dan memanusiakan kinerja mereka karena sastra mencerminkan kehidupan, dan menunjukkan kepada siswa tentang perbedaan manusia dan kehidupan di negara lain.
Pengajaran sastra Indonesia mengungkapkan banyak persoalan mulai dari tahap awal pertumbuhan hingga tahap perkembangan terkini.
Masa pertumbuhan dan perkembangan sastra Indonesia yang relatif lama, seratus tahun dari tahun 1900 hingga 2007, dapat dibagi menjadi beberapa periode berdasarkan konsep atau metode tertentu.
Tujuannya untuk memudahkan penggambaran dinamika kehidupan sastra Indonesia dari masa ke masa sehingga membentuk gambaran teoretis yang menyeluruh. Namun, sementara ini dapat digunakan untuk tujuan pengajaran, tetapi terbatas dalam tujuan dan waktu.
Karya sastra diciptakan oleh pengarang dengan tujuan untuk dinikmati secara langsung atau tidak langsung oleh pembaca. Oleh karena itu, pembaca tidak hanya dapat menilai dan mengevaluasi karya sastra dari segi bentuk maupun isi, tetapi juga perlu memahami dan mendalami teori sastra, karena teori dan kritik merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Pembaca dapat menilai apakah karya sastra yang mereka baca baik atau buruk, dan mereka tidak dapat menilai tanpa didasari oleh teori sastra yang memadai. Untuk menilai kualitas sebuah karya sastra, pembaca tidak cukup menilai secara langsung karya sastra yang dibacanya dengan membacanya sekali saja.
Karya sastra membutuhkan pembacaan berulang-ulang. Oleh karena itu, pembaca perlu membaca untuk dapat memahami isi karya sastra, misalnya secara intrinsik memahami tema, alur, gaya, tokoh, dan penokohan, dan secara ekstrinsik untuk memahami masalah psikologis, sosiologis, dan moral para tokoh.
Latar belakang di atas menunjukkan bahwa untuk memahami, mengevaluasi, dan menimbang baik buruknya karya sastra yang dibaca, pembaca perlu dan penting untuk memahami persoalan-persoalan teori, sejarah dan kritik sastra.
Ketiga unsur tersebut tidak dapat dipisahkan. Mustahil menilai karya sastra tanpa pengetahuan teoritis yang memadai, atau bahkan pengetahuan tentang sejarah sastra. Mmahami perkembangan sejarah sastra, teori sastra, dan kritik sastra penting bagi pembaca, terutama yang membidangin urusan sastra.