Bagaimana Peran Oligarki dalam Suksesi Berkesinambungan?
- vstory
VIVA - Era Jokowi pemerintah meneruskan utang Indonesia hingga mencapai Rp7.000 T. Pemerintah bermaksud untuk fokus pada infrastruktur, sehingga utang tersebut digunakan untuk pembiayaan infrastruktur, akibatnya BUMN seperti Waskita Karya disuruh menanggung beban utang hingga Rp90 T.
Era Jokowi terutama zaman Rini Sumarno BUMN disuruh utang besar-besaran mulai dari Kratatau Steel, Garuda, PTPN holding perkebunan Nusantara, padahal BUMN di Indonesia mencakup hajat hidup seluruh Indonesia mulai dari beras, kedelai, jagung, gula, sampai semen, baja, kopi, sampai penerbangan, rumah sakit, farmasi, hotel, BBM, gas, teh, properti, dll.
Alhasil tahun 2020-2021 saat pandemi, Utang-utang Indonesia mencapai titik maksimum, sehingga menurut data Bank Indonesia, jumlah suplai uang beredar diprediksi mencapai titik stagnan.
Uang Beredar M2 di Indonesia diperkirakan menjadi Rp 7.192.350 Miliar pada akhir kuartal ini, menurut model makro global dan ekspektasi analis Trading Economics. Dalam jangka panjang, M2 Uang Beredar Indonesia diproyeksikan akan berada di kisaran Rp 7.174.264 Miliar pada tahun 2023.
Dengan demikian beban utang pemerintah termasuk bank-bank BUMN mencapai titik jenuh.
Terakhir pemerintah sempat ditegur oleh World bank gara gara Bank Indonesia menggunakan cadangan devisa nya untuk membeli SUN surat utang negara, untuk membayar cicilan. Alhasil semua dana-dana simpanan swasta maupun pemerintahan seperti JHT jaminan sosial tenaga kerja, maupun asuransi lainnya disedot untuk membeli SUN.
Di satu pihak Indonesia beruntung menekan angka inflasi. Tetapi masalahnya adalah risiko politik Indonesia membesar gara-gara krisis likuiditas.
Anda tahu sendiri bahwa stabilitas politik terutama didukung oleh stabilitas keuangan.
Sehingga tantangan calon presiden Indonesia terutama adalah dalam mengatasi krisis ekonomi Indonesia.
Ada pepatah yang dikatakan Presiden Bill Clinton, "It's the economy stupid". Yang penting ekonomi.
Di lain pihak, ternyata jumlah billionaire Indonesia hanya ada 30 orang. Ibarat keluarga besar Indonesia ini punya anak 5, anak bungsunya adalah swasta.
Sedangkan top 10 terkaya di Indonesia tidak punya Bank.
Salim tidak lagi punya BCA, grup Sinarmas tidak punya BII, Lippo bank juga dilepas. Danamon, Bank Bali pun diepas. Grup Astra tidak punya Bank Summa, grup Gudang Garam tidak punya bank. Grup lainnya Wings tidak punya Bank Ekonomi. Beban masa lalu
Beban mereka terutama adalah masa lalu. Misalnya ada 81 bank-bank yang terdampak kasus BLBI, sebagian di antara nya seperti BTO bank take over, Bank BCA dioper kepada grup Djarum. Alhasil seperti pertandingan sepakbola, para pemain swasta Indonesia diikat kakinya.
Tantangan capres
Saat ini, pemerintahan berjalan sendiri sendiri. Zaman old ada alternatif yang namanya grup Tapos, konglomerat semua diundang ke kebun peternakan Pak Harto di Tapos. Di sana presiden memberi arahan adanya permasalahan ekonomi Indonesia.
Misalnya soal 2% hak kepemilikan perusahaan di tangan koperasi karyawan. Hal-hal tersebut dibicarakan di Tapos.
Sekarang presiden Jokowi seolah-olah menganggap oligarki ini perlu digebukin. Gara-gara harga migor minyak goreng naik, tiba-tiba Jaksa Agung menangkap 3 Dirut perusahaan konglomerat minyak sawit, plus satu dirjen perdagangan luar negeri, bonus Lin Ce Wei masuk tahanan.
Satgas BLBI pun dari target pengembalian Rp 100 T hanya terbatas pada Rp 15 T saja yang berhasil disita. Artinya tidak terjadi kesepakatan antara pihak swasta dan pemerintahan.
Zaman old misalnya, antara pejabat seperti kepala Bapepam badan pengawas pasar modal, zaman old pengusaha dilatih untuk masuk bursa IPO. Konglomerat semua diajarkan caranya go publik. Termasuk grup Salim, Lippo, Sinarmas, Astra, dll.
Sejak gara-gara grup BDNI and Samsul Nursalim diburon gara gara utang BLBI besar-besaran, banyak konglomerat diburon seperti Samadikun Hartono, Djoko Tjandra, dll. Pemerintah merasa adanya tembok Berlin, seolah-olah Jokowi ini seperti Dewa Perang, para konglomerat seolah-olah dijauhkan. Apalagi adanya campur tangan politik dari grup SCBD, Jokowi benar-benar gerah.
Alhasil juru bicara konglomerat seperti G Sulistyanto pun resign pindah jadi Duta Besar Korea Selatan. Tukar balik dengan Peter Gontha balik dari Duta Besar Polandia kembali ke CEO grup Trans.
Supremasi kapital
Kuncinya Capres 2024 adalah Bagaimana caranya melayani kepentingan kapitalis, yaitu para pemangku kepentingan pihak Pemilik kapital.
Ibarat dulu anak-anak grup Tapos kecil-kecil dipelihara Pak Harto mereka sekarang sudah segede Godzilla.
Sedangkan pejabat militer dilarang masuk swasta baik sebagai komisaris maupun direktur. Alhasil zaman Tapos sudah usai.
Pejabat pemerintahan takut-takut berteman dengan konglomerat.
Ditambah adanya desas-desus kasus Asuransi Bumiputra, asuransi Jiwasraya, Asabri ada hubungannya dengan staf ahli Menteri. Lengkap dibumbui dengan Menteri Koordinator bidang maritim dan investasi yang kerap diisukan gara gara TKA tenaga kerja asing Tiongkok.
Dengan demikian, hal ini perlu dikoreksi, ibarat supremasi militer digantikan supremasi sipil, tetapi telah digondol kelompok kapital oligarki.