Hukum Konstitusi Bagian dari Hukum Tata Negara

Ilustrasi oleh Alief
Sumber :
  • vstory

VIVA – Hukum Konstitusi adalah salah satu bagian dari Hukum Tata Negara, demikian rumusan pakar Hukum Tata Negara R.Sri Soemantri Martosoewignjo. Dalam hubungan dengan rumusan tersebut, Max Boli Sabon merumuskan Hukum Konstitusi adalah bagian dari Hukum Tata Negara yang khusus mempelajari konstitusi atau undang-undang dasar.

Dalam hal ini, dilihat dari segi ilmu, Hukum Konstitusi (Constitutioneel Recht, The Law of the Constitution) adalah Hukum cabang atau spesialisasi Hukum Tata Negara (Staatsrecht, Constitutional Law) dalam arti luas yang mempelajari konstitusi sebagai objek material dan hukum dasar sebagai objek formal termasuk undang-undang dasar sebagai hukum dasar tertulis yang menjadi dasar hukum tertulis tertinggi dari tata hukum nasional.

Arti Konstitusi dalam Konteks Hukum Konstitusi dari rumusan-rumusan tadi menunjukkan bahwa Hukum Konstitusi adalah Hukum, yaitu Hukum cabang atau spesialisasi Hukum Tata Negara yang mempelajari konstitusi.

Dalam konteks hukum normatif, konstitusi terdiri atas konstitusi dalam arti luas dan konstitusi dalam arti sempit. Dalam konteks hukum normatif, konstitusi dalam arti luas, yaitu Hukum Dasar, yakni "aturan-aturan dasar dalam penyelenggaraan negara".

Hukum Dasar terdiri atas Hukum Dasar tertulis (written Fundamental Law) dan Hukum Dasar tidak tertulis (unwritten Fundamental Law).

Hukum Dasar tertulis ialah aturan-aturan dasar tertulis (written fundamental rules) dalam penyelenggaraan negara. Hukum Dasar tertulis terdiri atas Hukum Dasar tertulis dalam arti luas dan Hukum Dasar tertulis dalam arti sempit. Hukum dasar tertulis sebagai aturan-aturan dasar tertulis dalam penyelenggaraan negara bentuk hukumnya berupa peraturan perundang-undangan konstitutif atau peraturan peraturan legal konstitutif.

Hukum Dasar tertulis yang bentuk hukumnya berupa peraturan perundang-undangan konstitutif atau peraturan-peraturan legal konstitutif dalam arti luas meliputi Undang-Undang Dasar (UUD), Undang-Undang (UU) bermuatan konstitusi, Undang-Undang organik, Undang-Undang non organik, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu), Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, peraturan pelaksanaan, peraturan kebijakan, dan peraturan khusus terutama dalam lapangan ketatanegaraan.

Hukum Dasar tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar tidak tertulis dalam penyelenggaraan negara atau "aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak ditulis". Hukum Dasar tidak tertulis sebagai aturan-aturan dasar tidak tertulis dalam penyelenggaraan negara bentuk hukumnya berupa peraturan-peraturan non legal konstitutif.

Intip TPS Tempat Jokowi dan Iriana Lakukan Pencoblosan Pilkada

Hukum Dasar tidak tertulis yang bentuk hukumnya berupa peraturan-peraturan non legal konstitutif meliputi peraturan kebiasaan (usages rules), peraturan kesepahaman/ kesepakatan (understandings rules), peraturan adat istiadat (customs rules), dan 7 peraturan kon-vensi (conventions rules) terutama dalam lapangan ketatanegaraan.'

Hukum Dasar tertulis dalam arti sempit, yaitu Undang-Undang Dasar atau Konstitusi (ditulis dengan huruf K besar). Menurut R.Wirjono Prodjodikoro, Undang-Undang Dasar ialah Undang-Undang yang menjadi dasar dari segala Hukum.

Terpopuler: 20 Promo Makan dan Minum saat Pilkada 27 November hingga Rahasia di Balik Girl Math

Di sini, istilah "Undang-Undang Dasar" berasal dari bahasa Belanda "Grondwet" terdiri atas Grond berarti Dasar dan wet berarti Undang-Undang. Atau dari bahasa Jerman Grundgesetz terdiri atas Grund berarti Dasar dan gesetz berarti Undang-Undang. Dalam bahasa Inggris, Undang-Undang Dasar sama dengan Constitution (ditulis dengan huruf C besar).

Konstitusi dalam arti sempit atau Hukum Dasar tertulis dalam arti sempit, yaitu Undang-Undang Dasar. Jadi, Konstitusi dalam arti sempit sama dengan Hukum Dasar tertulis dalam arti sempit, yaitu Undang-Undang Dasar, yakni "aturan dasar tertulis dalam penyelenggaraan negara". Undang-Undang Dasar (Grondwet, Grundgesetz) adalah Undang-Undang yang menjadi dasar dari segala Hukum. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menentukan :

IHEAC 2024, Tempat Audiophile Berkumpul dan Bereksplorasi

"Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar (hukum dasar tertulis, penulis) dalam Peraturan Perundang-undangan". Adapun yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan", dalam hubungan dengan hukum tertulis dalam bentuk hukum peraturan jenis hukum peraturan perundang-undangan atau hukum peraturan-peraturan legal konstitutif, Pasal 1 angka 2 Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2004, merumuskan: "Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum".

Bagir Manan mendefinisikan: "Peraturan perundang-undangan adalah kaidah hukum tertulis yang dibuat pejabat yang berwenang atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berisi aturan-aturan tingkah laku yang bersifat abstrak dan mengikat (secara) umum. Peraturan yang dibuat pejabat berwenang (ambtsdrager) misalnya Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri. Peraturan yang dibuat oleh lingkungan jabatan (organ) misalnya Ketetapan MPR".

Hukum di sini sebagai genus, Hukum Tata Negara sebagai species, dan Hukum Konstitusi sebagai subspecies. Hukum dalam konteks Hukum Konstitusi masuk Hukum dalam arti Law dan Hukum dalam arti Legal. Hukum dalam arti Law terdiri atas written Law dan unwritten Law. Written Law or Regulations are Legal Rules (peraturan perundang-undangan atau peraturan-peraturan tertulis).

Unwritten Law are Non Legal Rules (peraturan-peraturan tidak tertulis). Hukum dalam arti Legal masuk Legal dalam arti Legal dan Legal dalam arti Non Legal. Legal dalam arti Legal are written Law or Regulations. Legal dalam arti Non Legal are unwritten Law or Non Legal Rules.

Tujuan Hukum Konstitusi Dante Alleghieri (1265-1321) menghendaki hukum sebagai tujuan negara. Hukum hendaknya menjadi tujuan dan menjadi syarat negara. Hukum adalah sesuatu yang menghubungkan manusia dengan manusia dalam kepentingan umum. Perseorangan ataupun kepentingan umum. Hukum pada umumnya bertujuan untuk mengadakan tata tertib guna keselamatan masyarakat, yang penuh dengan bentrokan antara pelbagai kepentingan yang tersebar di tengah-tengah masyarakat. Tujuan Hukum Tata Negara pada hakikatnya sama dengan hukum pada umumnya.

Oleh karena sumber utama dari Hukum Tata Negara adalah konstitusi, maka lebih jelas dapat dikemukakan tujuan dari konstitusi. Tujuan ini ialah mengadakan tata tertib (a) dalam adanya pelbagai lembaga kenegaraan, dalam wewenang wewenangnya dan cara bekerjanya serta (b) dalam hal penyebutan hak-hak asasi manusia yang harus dijamin perlindungannya.

Dalam sejarahnya, konstitusi dimaksudkan untuk menentukan batas wewenang penguasa, menjamin hak rakyat, dan mengatur jalannya pemerintahan. Konstitusi menjamin alat rakyat untuk konsolidasi kedudukan hukum dan politik, untuk mengatur kehidupan bersama dan untuk mencapai cita-citanya dalam bentuk negara. Konstitusi di zaman modern memuat aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, haluan negara, dan patokan kebijakan yang mengikat penguasa.

Konstitusi dalam arti material dikenal adanya Lex Regia pada zaman Romawi berisikan perjanjian perpindahan kekuasaan rakyat ke Caesar yang berkuasa mutlak. Sejenis konstitusi dalam arti material yang disebut Leges Fundamentalis pada abad pertengahan berisikan hak dan kewajiban rakyat (Regnum) dan raja (Rex).

Dalam perkembangan sejarah, perjanjian-perjanjian antara pemerintah dan yang diperintah mulai dinaskahkan. Tujuan menaskahkan adalah untuk memudahkan pihak-pihak mematuhi hak dan kewajibannya." Jimly Asshiddiqie menyatakan: "Kebutuhan akan naskah konstitusi tertulis itu merupakan sesuatu yang niscaya, terutama dalam organisasi yang berbentuk badan hukum (legal entity)".

Badan hukum dimaksud adalah badan hukum publik negara sebagai organisasi kekuasaan yang mempunyai hak-hak istimewa, yaitu hak mengatur, hak memaksa, hak monopoli, dan hak mencakup semua.

Kenneth C.Wheare mengangkat tujuan konstitusi modern. Menurut beliau, tujuan konstitusi modern adalah untuk membuat awal yang baik dari suatu sistem pemerintahan. ia menulis :

If we investigate the origins of modern Constitutions, we find that, practically without exception, they were draw up and adopted because people wished to make a fresh start, so far as the statement of their system of government was concerned. The desire or need for a fresh start arose either because, ..., some neighbouring communities whished to unite together under a new government.

Pada prinsipnya, menurut C.F.Strong, tujuan konstitusi adalah untuk membatasi kesewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang diperintah, dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat ("The objects of a constitution, in short, are to limit the arbitrary action of the government, to guarantee the rights of the governed, and to define the operation of the sovereign power".

Kenneth C.Where menandaskan tujuan konstitusi itu untuk mengatur lembaga-lembaga, untuk mengatur pemerintahan ("... Constitution... is to regulate institutions, to govern a government").

Dalam bukunya Political Power and The Government Process, Karl Loewenstein menyatakan konstitusi itu suatu sarana dasar untuk mengawasi proses proses kekuasaan.

Oleh karena itu, setiap konstitusi senantiasa mempunyai dua tujuan, yaitu: (1) memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik serta (2) membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak para penguasa dan 25 menetapkan bagi para penguasa batas-batas kekuasaan mereka.

Bagir Manan mengemukakan: "Mengapa konstitusi itu ada ...? konstitusi itu mengatur organisasi negara dan susunan pemerintahan. Jadi, di mana ada organisasi negara dan kebutuhan menyusun suatu pemerintahan negara, akan selalu diperlukan konstitusi".

Jimly Asshiddiqie menegaskan "Pada pokoknya, prinsip konstitusionalisme modern sebenarnya memang menyangkut prinsip pembatasan kekuasaan atau yang lazim disebut sebagai prinsip limited government":

Maurice Haurio dalam bukunya Precis de Droit Constitutionnel menyatakan tujuan konstitusi adalah untuk menjaga keseimbangan antara ketertiban (ketertiban masyarakat), kekuasaan (yang mempertahankan ketertiban), dan kebebasan (kebebasan pribadi dan kebebasan manusia).

Menurut ahli konstitusi berkebangsaan Jepang Naoki Kobayashi sebagaimana dituturkan Adnan Buyung Nasution: "... tujuan sebuah undang-undang dasar ialah perumusan cara-cara untuk membatasi dan mengendalikan kekuasaan politik untuk menjamin hak-hak asasi rakyat".

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.