Waktunya Kebangkitan IMK

Usaha IMK makanan di Kulonprogo yang masih berkembang
Sumber :
  • vstory

VIVA – Pandemi Covid-19 telah berdampak pada kegiatan ekonomi dan akhirnya terbentuk keseimbangan baru antara kepentingan ekonomi dan kesehatan. Kebijakan pengendalian pandemi seperti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), himbauan social distancing, pembatasan transportasi, pengaturanan pusat-pusat keramaian (Pusat Perbelanjaan dan Destinasi Wisata) telah menjadikan kegiatan ekonomi menurun drastis. Kondisi tersebut tentu juga berdampak terhadap kegiatan usaha industri skala mikro dan kecil (IMK). Seberapa kuat mereka mampu bertahan dan apakah bisa berkembang?.

Tempe, Tahu, dan Kemandirian Kedelai

Industri merupakan kegiatan ekonomi atau usaha pengolahan dari barang mentah atau setengah jadi menjadi barang konsumsi yang memiliki nilai tambah, sehingga produsen mendapatkan keuntungan.

Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengelompokkan industri menjadi skala mikro, kecil, sedang, dan besar berdasarkan jumlah tenaga kerja. BPS mendefinisikan industri mikro adalah perusahaan industri yang memiliki tenaga kerja antara 1-4 orang.

Waspada pada Stagflasi

Selanjutnya industri kecil adalah perusahaan industri dengan tenaga kerja antara 5-19 orang. Sementara industri sedang adalah perusahaan industri yang jumlah tenaga kerjanya sebanyak 20-99 orang. Untuk industri besar banyaknya tenaga kerja 100 orang atau lebih.

Perlu diketahui pengertian IMK berbeda dengan pengertian usaha mikro dan kecil (UMK). UMK mencakup kegiatan yang lebih luas tidak hanya industri pengolahan, namun juga termasuk kegiatan perdagangan dan jasa lainnya. IMK hanya mencakup kegiatan untuk memproses bahan baku atau setengah jadi menjadi bahan jadi saja.

Meraih Ketahanan Pangan Indonesia

Sebagai gambaran menurut hasil Survei BPS sekitar 63,1 persen jumlah IMK di Indonesia pada tahun 2020 berada di Pulau Jawa. Pada tahun tersebut IMK di Indonesia didominasi oleh industri makanan (36,1%). Selanjutnya diikuti oleh industri kayu dan barang berbahan kayu sebanyak 15,0 persen, dan industri pakaian sekitar 14,1 persen.

Sebanyak 2,78 juta usaha IMK menyatakan bahwa usaha yang dijalankan terdampak pandemi. Dampak tersebut terjadi di seluruh kelompok industri dengan besaran persentase yang cukup bervariasi. Secara keseluruhan terdapat sekitar 7 dari 10 unit usaha IMK mengaku terdampak pandemi Covid-19. Terdapat sekitar 21,6 persen usaha IMK terpaksa tutup, baik hanya tutup sementara waktu maupun yang tutup secara permanen. Sisanya sekitar 78,4% usaha IMK masih sanggup terus berjalan.

Kelompok IMK yang terdampak sangat besar adalah yang berkaitan dengan industri percetakan dan reproduksi media rekaman (83,8%), industri komputer, elektronika dan optik (93,4%), dan industri kertas dan barang dari kertas (93,4%). Sementara kelompok IMK yang terdampak paling rendah adalah industri pengolahan tembakau (38,1%)  dan industri farmasi, obat dan obat tradisional (54,0%).

Dampak pandemi Covid-19 pada IMK cukup bervariasi. Dampak terbanyak berupa menurunnya permintaan atau penjualan barang/jasa (54,1%), kemudian diikuti oleh kenaikan harga bahan baku (15,8 persen), dan penundaan pembayaran pembeli (14,3%). Dampak lain yang disebut adalah kelangkaan bahan baku (9,8%) dan kehadiran pekerja (3,6%).   

IMK menerapkan beberapa strategi agar usahanya tetap mampu bertahan dalam menghadapi dampak pandemi tersebut. Strategi yang banyak dilakukan adalah mengurangi jam atau hari kerja (64,5%), mengurangi jumlah pekerja (12,8%), dan menghentikan sementara produksi (11,9%).

Di samping itu, juga menerapkan strategi pemasaran secara daring (7,8%), berganti sektor usaha (1,4%), merubah jenis produk (1,2%), dan strategi lainnya. Perubahan jenis produk yang dilakukan IMK dari jenis usaha yang menghasilkan produk yang kurang dibutuhkan masyarakat menjadi jenis industri lain yang lebih diperlukan saat pandemi. Pada kasus perubahan usaha IMK, sebagian berubah kepada jenis kegiatan yang memiliki kedekatan teknologi.

Bila kita perhatikan temuan tersebut menguatkan banyak studi yang menyatakan bahwa IMK mempunyai keunggulan di masa krisis, termasuk  pandemi. Keunggulan IMK tersebut antara lain adaptif dan fleksibel terhadap dinamika perubahan lingkungan dan kemampuan bertahan yang didukung dengan menggunakan sumber daya lokal, memproduksi barang kebutuhan pokok, dan tidak mempunyai beban utang yang besar. Meskipun demikian IMK tetap membutuhkan bantuan dan pendampingan dari pemerintah dan pemangku kepentingan yang lain.

Berbagai upaya perlu dilakukan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, untuk membantu IMK bisa bertahan dan bangkit dari goncangan pandemi Covid-19. Kementrian Perindustrian RI mencanangkan pemberian kemudahan pembiayaan, penyediaan bahan baku yang dirasakan pelaku usaha semakin mahal dan langka, serta keringanan beban listrik.

Di samping itu, upaya untuk mengurangi dampak Covid-19 terhadap keberlangsungan industri telah dilakukan pemerintah melalui beberapa kebijakan pendukung. Salah satunya adalah kebijakan melalui Surat Edaran Menteri Perindustrian RI Nomor 4 Tahun 2020 tentang pelaksanaan operasional pabrik dalam masa kedaruratan kesehatan masyarakat akibat Covid-19. Kebijakan ini perlu dilaksanakan dengan baik untuk menjamin kegiatan industri tetap dapat berlangsung sehingga kebutuhan hidup masyarakat dapat terpenuhi.

Selain itu, IMK diharapkan dapat beradaptasi terhadap kemajuan teknologi. Covid-19 juga telah mengubah kebiasaan masyarakat sehingga pelaku ekonomi harus melakukan penyesuaian terhadap bisnisnya. Salah satu upayanya adalah melakukan digitalisasi bisnis. Perluasan pemasaran secara daring melalui e-commerce pun didorong agar pelaku usaha IMK dapat bertahan dan bangkit. Hal ini merupakan peluang besar bagi IMK untuk terus beradaptasi, menjadi usaha yang terintegrasi dengan teknologi agar dapat keluar dari guncangan resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19. Pemanfaatan platform digital dapat meningkatkan efisiensi serta menambah saluran penjualan/pemasaran IMK yang saat ini terbatas pada akses fisik dengan pelanggan/pengguna.

Dalam penyaluran dana dukungan IMK dari pemerintah, harus dipastikan bahwa dana dapat disalurkan secara cepat dan tepat sasaran. Permasalahan yang dihadapi sampai saat ini adalah kurang terintegrasinya data IMK yang ada. Selain itu, skema dukungan IMK melalui subsidi bunga kredit usaha rakyat (KUR) juga perlu mendapat perhatian lebih, mengingat masih banyaknya IMK yang masih belum tersentuh layanan perbankan. IMK masih berada di sektor informal sehingga perlu pendampingan dan didorong naik kelas untuk bisa bangkit dan bertransformasi ke sektor formal.

 

Lahan pertanian siap panen di Panggang Gunungkidul (26/01/2023)

Siapkah untuk Digitalisasi Pertanian?

Selain sumberdaya manusia, faktor lain kendala kesiapan penerapan digitalisasi pada sektor pertanian di Indonesia adalah keterbatasan Iahan dan biaya.

img_title
VIVA.co.id
30 Januari 2023
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.