Mimpi Kurikulum Merdeka Belajar, Mungkinkah Terwujud?
- vstory
VIVA – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) kembali meluncurkan program merdeka belajar ke 15, Episode kali ini berupa kurikulum merdeka belajar dan juga platform merdeka belajar.
Episode demi episode kurikulum merdeka belajar telah banyak dirasakan oleh masyarakat. Gagasan berupa kebijakan dari Mas Menteri Nadiem setidaknya sedikit membuat wajah pendidikan di Indonesia berubah.
Lihat saja, Ujian Nasional yang selama ini menjadi “musuh dalam selimut” di Dunia Pendidikan bisa dihapuskan dan diganti dengan asesmen pendidikan yang merupakan bagian tak terlepaskan dari program merdeka belajar.
Sejatinya merdeka belajar merupakan program yang mengubah pola pikir pendidikan Indonesia dari Kompetensi menjadi Kolaborasi. Bagi saya, ini merupakan perubahan yang cukup signifikan walaupun masih banyak yang perlu diperbaiki dari berbagai sektor.
Mimpi Kurikulum Merdeka Belajar
Apa itu Kurikulum Merdeka Belajar? Ganti Kurikulum lagi? Kurikulum yang kemarin bagaimana? Ini masih Covid sempat ganti Kurikulum? Itulah beberapa ungkapan ketika Kurikulum Merdeka Belajar diluncurkan.
Wajar saja, pertanyaan senada sering muncul karena Indonesia terkenal dengan istilah ganti menteri, ganti kurikulum dan membuat semua masyarakat di satuan pendidikan menjadi “korban” akibat perubahan kurikulum yang seperti tahu bulat.
Lalu bagaimana penjelasan Kurikulum Merdeka Belajar? Menurut Buku Saku Tanya Jawab yang dikeluarkan Kemendikbudristek (2022) Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakulikuler yang beragam di mana akan mengoptimalkan konten yang bertujuan agar peserta didik dapat mendalami konsep dan kompetensi di waktu yang tepat.
Dalam kurikulum ini, guru diberikan keleluasaan untuk menentukan perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik. Serta diarahkan untuk menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila yang ditetapkan oleh pemerintah.
Dengan hadirnya Kurikulum ini diharapkan menjadi solusi atas krisis pembelajaran yang diperparah oleh Covid-19 dan menurunkan kesenjangan belajar para siswa di Indonesia. Menurut penelitian Kemendikbud, saat ini dalam hal literasi, Indonesia mengalami learning loss setara dengan enam bulan belajar, sedangkan untuk numerasi setara dengan lima bulan belajar.
Menurut Mas Menteri, Kurikulum Merdeka sudah diuji coba di 2500 sekolah penggerak, jika kita ingat Kurikulum Prototipe yang pernah diluncurkan itulah merupakan awal dari Kurikulum Merdeka yang saat ini diluncurkan.
Dalam Episode Kurikulum Ini, terdapat beberapa mimpi yang diharapkan bisa terwujud dengan diluncurkannya Program Merdeka Belajar Episode 15 ini. Beberapa mimpi dalam kurikulum merdeka mungkin saja merupakan mimpi para pendidik juga.
Salah satunya adalah Sekolah diberikan kekuasaan penuh atau otonomi dalam menerapkan Kurikulum Merdeka ini. Menurut penjelasan Mendikbudristek dalam rilis Kemendikbudristek sekolah diberikan keleluasaan menentukan Kurikulum di antara tiga pilihan.
Selama pemulihan pembelajaran sekolah dapat memilih Kurikulum 2013 secara penuh atau memilih Kurikulum Darurat yang merupakan penyederhanaan dari K-13, atau sekolah dapat menerapkan Kurikulum Merdeka jika sudah siap.
Mimpi dari Kurikulum Merdeka diharapkan materi akan lebih sederhana dan mendalam karena materi fokus terhadap esensi dan pengembangan peserta didik pada fasenya. Dan diharapkan belajar jadi lebih bermakna, tidak terburu-buru serta menyenangkan.
Selanjutnya Kurikulum Merdeka dianggap lebih merdeka nantinya peserta didik tidak akan ada program peminatan di SMA. Tidak lagi ada perang antara IPA dan IPS karena nanti akan memilih sesuai minat, bakat dan juga aspirasi.
Guru dan Sekolah memiliki wewenang dalam mengembangkan dan mengelola kurikulum sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan juga peserta didik. Dan Guru lebih leluasa mengajar sesuai tahap capaian dan perkembangan peserta didik.
Mimpi lainnya karena Kurikulum Merdeka lebih relevan dan interaktif. Pembelajaran melalui kegiatan projek dapat membuat peserta didik aktif menjelajah isu-isu aktual seperti lingkungan, kesehatan, teknologi dan juga mengembangkan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila.
Hasil akhirnya, siswa diharapkan memiliki sebuah karya dari hasil belajar selama di SMA. Dan hasil akhir ini, belum semua sekolah mewajibkan siswanya memiliki karya sebelum mereka lulus dan menghadapi kehidupan berikutnya.
Hanya Mimpi di Siang Hari Atau Akan Terwujud?
Melihat mimpi-mimpi ambisius dari Kurikulum Merdeka membuat saya sedikit pesimistis apakah harapan-harapan yang sudah dituliskan dalam Kurikulum yang baru saja diluncurkan bisa terwujud atau tidak.
Jika terwujud, saya yakin, di masa depan wajah pendidikan di Indonesia akan berubah. Hasil penelitian PISA tentang literasi dan sains posisi Indonesia mungkin saja berada dalam 10 besar teratas dan tidak lagi terbawah.
Kalau kita lihat kembali definisi pendidikan dari B. Bara, Ch (2008) yang mengonsepkan kurikulum ke dalam 4 pengertian yakni: (1) kurikulum sebagai suatu produk ; (2) sebagai program ; (3) sebagai hasil yang diinginkan atau dicapai ; & (4) sebagai pengalaman belajar.
Atau definisi menurut Neagley dan Evans (1967) yang Mengemukakan kurikulum sebagai sebuah pengalaman yang telah dirancang dari pihak sekolah untuk membantu peserta didik dalam mencapai hasil belajar yang baik.
Maka Kurikulum Merdeka sudah semestinya sesuai dengan definisi dari para tokoh di atas. Bisa dilihat dari otonomi sekolah hingga mewujudkan sebuah pengalaman belajar yang menyenangkan dan juga mencapai hasil yang diinginkan.
Namun agar Kurikulum Merdeka tidak hanya menjadi Mimpi pada tidur di siang hari. Perlu ada beberapa langkah nyata yang dilakukan pemerintah dan bukan hanya sekadar meluncurkan episode ke 15 dari Merdeka Belajar.
Contohnya, memaksimalkan sosialisasi. Jangan sampai kebijakan Kurikulum Merdeka ini terlambat tersosialisasikan ke seluruh penjuru satuan pendidikan di Indonesia. Konsep sebaik ini jika memang tidak maksimal disosialisasikan maka mimpi-mimpi di atas akan sirna.
Jangan sampai ada ketimpangan informasi tentang kurikulum ini. Apalagi jika sekolah di bawah lingkungan Kemendikbudristek “gagal paham” dalam penerapan kurikulum merdeka yang sudah dirancang.
Lalu, memaksimalkan pelaksanaan baik segi pengawasan dan evaluasi di tingkat satuan pendidikan. Sehingga pelaksanaan dari program bisa berjalan dengan baik tanpa adanya ketidaksesuaian antara regulasi dan pelaksanaan.
Memaksimalkan pelaksanaan juga jangan sampai memberatkan guru atau pihak sekolah. Pemerintah dalam hal ini kemendikbudristek dan jajaran vertikalnya harus berperan aktif dalam pelaksanaan dan pengelolaan kurikulum
Terakhir, tentunya anggaran pendidikan harus diperhatikan dan juga ditambah baik di APBN atau APBD. Sebagus apa pun kebijakan jika pelaksana utamanya tidak diperhatikan seperti gaji honorer yang masih terlambat dan hak-hak guru belum terpenuhi dengan baik maka mimpi dari Kurikulum Merdeka akan tetap jadi mimpi.(Fathin Robbani Sukmana, Pemerhati Kebijakan Publik)