Geliat Sawit di Negara Agraris
- vstory
VIVA – Theme Song ST2023 telah bergema. Ini artinya kita akan segara menyongsong tahun sensus pertanian. Agenda sepuluh tahunan negara akan segara dimulai. ST2023 merupakan padanan dari 2 kata, yaitu ST diambil kata Sensus Pertanian, sedangkan 2023 merupakan tahun diadakannya sensus.
ST2023 adalah agenda rutinan Lembaga Negara Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia pada setiap tahun yang berakhiran angka 3. Artinya, Sensus Pertanian terakhir dilaksanakan tahun 2013 dan akan kembali dilaksanakan di tahun 2023. Ini merupakan ketujuh kalinya Sensus Pertanian diadakan, tahun pertamanya pada 1963.
ST2023 dilandasi adanya klaim Indonesia adalah negara agraris. Namun, masih relevankah klaim tersebut di zaman ini?
Pada tahun 1984 di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia mencatatkan diri dalam sejarah mampu swasembada beras dengan angka produksi sebesar 25,8 ton dimana jumlah penduduk Indonesia kala itu sebanyak 161,5 juta jiwa.
Namun sayangnya, prestasi tersebut hanya berlangsung sementara dan sekarang Indonesia menjadi salah satu negara pengimpor bahan pangan, salah satunya adalah komoditi beras. Komoditi pokok masyarakat Indonesia.
Indikator Negara Agraris
Negara agraris disematkan ketika negara tersebut menggantungkan pendapatan terbesarnya dari sektor pertanian. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik tahun 2020, sektor pertanian menempati posisi runner up kontribusi pendapatan terbesar setelah industri pengolahan. Nilainya sebesar Rp1.378.131,30 miliar (ADHK) dan Rp2.115.086,10 miliar (ADHB).
Negara agraris secara eksplisit diartikan bahwa sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Jika dilihat dari indikator ini memang sektor pertanian merupakan sektor padat karya karena menyerap tenaga kerja terbanyak. Data Sakernas Agustus 2021 mencatat 28,33% penduduk Indonesia bekerja pada sektor pertanian. Namun, berdasarkan data ST2013, tenaga kerja pada sektor ini secara keseluruhan mengalami penurunan.
Selain pendapatan dan tenaga kerja, luas lahan panen juga menjadi indikator sebuah negara dikatakan sebagai negara agraris. Luas lahan padi tiap tahun makin tergerus. Lahan yang semula diperuntukkan untuk menanam padi sekarang beralih fungsi menjadi lahan pemukiman, industri, perkantoran, ataupun untuk infastruktur publik. BPS mencatat pada tahun 2019 sebanyak 159.000 hektar lahan pertanian dialihfungsikan.
Indikator lainnya adalah memiliki ketahanan pangan. Indikator ini tak perlu ditanyakan lagi. Indonesia sudah tentu tidak masuk ke dalam daftar. Menurut data BPS, selama semester I-2021, Indonesia telah melalukan impor bahan pangan senilai Rp88,21 triliun bahkan untuk komoditi yang dahulunya menjadi alasan mengapa penjajah datang ke Indonesia, yaitu rempah-rempah. Negeri rempah-rempah pada zaman penjajahan dahulu sekarang hanyalah cerita belaka.
Kembali ke pertanyaan sebelumnya, relevankah klaim Indonesia sebagai negara agraris di masa kini?
Indikator-indikator di atas menjadi alasan mengapa sebuah negara dikategorikan sebagai negara agraris. Jika dilihat dari aspek tenaga, sektor ini memang tergolong sektor padat karya sedangkan indikator luas lahan dan ketahanan pangan, sepertinya Indonesia tidak lagi masuk dalam hitungan.
Kontribusi Kelapa Sawit
Dari aspek PDB (Produk Domestik Bruto), kontribusi sektor pertanian memang menempati posisi perak dan masih relatif besar. Namun penyumbang terbesarnya bukanlah datang dari komoditi agraris. Komoditi unggulan Indonesia tidaklah komoditi pangan, melainkan komoditi perkebunan, khususnya komoditi kelapa sawit. Kelapa sawit memberi sumbangsih cukup besar bagi PDB sektor pertanian. Dari 13,70% kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional, sebesar 3,63% nya berasal dari tanaman perkebunan.
Berdasarkan indikator luas lahan menurut catatan BPS, luas areal perkebunan kelapa sawit tiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Tahun 2020 saja luasnya mencapai 14,59 juta hektar, berkebalikan dengan luas panen sawah. Luas panen sawah lebih kecil dibanding luas perkebunan sawit, di mana luasan panen sawah sebesar 10,52 hektar. Untuk tenaga kerja sektor perekonomian komoditi kelapa sawit juga menyerap banyak tenaga kerja. Dilansir dari Kementan RI, tahun 2019 petani komoditi sawit ada sebanyak 2,67 juta orang dan tenaga kerja 4,42 juta orang.
Sebagai penghasil dan eksportir minyak kelapa sawit nomor satu dunia, perkembangan nilai ekspornya tiap tahun selalu meningkat. Menurut catatan BPS, nilai ekspor CPO kelapa sawit mencapai US$18,69 miliar di tahun 2020. Jadi masihkah Indonesia disebut negara agraris?Â
Â