Kesejahteraan Ibu, Sosok Pahlawan yang Kerap Terlupakan

Seorang ibu yang menjadi penjaga sekaligus pembimbing generasi muda penerus bangsa
Sumber :
  • vstory

VIVA – Setiap 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu Nasional di Indonesia. Tagar #happymother’sday mulai membanjiri media sosial yang sontak dipenuhi berbagai macam bentuk apresiasi terhadap sosok yang kita sebut sebagai ibu, perempuan hebat pelindung masa depan bangsa.

Reza Indragiri: Kematian Ibu dan Anak di Depok Mirip dengan Kasus Pembunuhan di Pulomas

Dari sosoknyalah terlahir anak-anak sebagai generasi penerus yang akan menjadi pemimpin kelak. Peringatan Hari Ibu ini sejatinya dilakukan sebagai bentuk apresiasi atau penghargaan terhadap jasa seorang perempuan, terutama ibu, atas kontribusinya yang tiada henti untuk merawat serta menyejahterakan anak dan keluarganya.

Bagaimana tidak, selama 9 bulan lamanya, seorang ibu harus mengandung anaknya, kemudian melahirkan dan merawatnya hingga anak tersebut mampu mempertahankan hidupnya sendiri. Di samping itu, ibu juga masih harus mengurus keluarganya, mengurus dirinya sendiri, berkarier dalam bidang yang digelutinya, bahkan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

Amerika Punya Nancy Pelosi, Indonesia Punya Puan Maharani

Mungkin masih banyak yang tidak menyadari bahwa sosok ibu jauh lebih dari sekedar ‘penjaga’ bagi keluarganya. Bahkan peranannya dalam keluarga masih kerap dipandang remeh oleh orang lain.

Padahal jika ditilik lebih dalam, sosok ibu merupakan sentral yang sering disebut sebagai pembangun peradaban, tauladan bagi setiap generasi. Hal tersebut tidaklah berlebihan mengingat dari ibulah, nilai-nilai dan tradisi keluarga maupun sosial diwariskan. Ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk kebiasaan dan pola hidup anak dalam masa awal pertumbuhan dan perkembangannya yang tidak hanya menentukan masa depan anak tersebut saja tetapi juga menentukan masa depan lingkungannya.

Memperingati Hari Ibu ala Komposer Alfath Flemmo

Penelitian dalam psikologi menyatakan bahwa anak memiliki ketergantungan yang sangat erat dengan ibunya pada masa awal tumbuh-kembangnya. Oleh karenanya, kesehatan dan kesejahteraan ibu menjadi hal yang penting, investasi masa depan untuk mempersiapkan sebuah bangsa dengan baik.

Karena ibu yang sehat cenderung lebih mampu merawat dan mendampingi buah hatinya agar tumbuh menjadi sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas kelak. Namun, bagaimana sesungguhnya kondisi ibu di Indonesia?

Potret Kesehatan dan Kesejahteraan Ibu

Dalam sebuah keluarga, ibu dan anak merupakan komponen yang paling rentan sehingga menjadi salah satu prioritas pembangunan kesehatan di Indonesia. Salah satu indikator yang dapat menggambarkan derajat kesehatan ibu ialah Angka Kematian Ibu (AKI), yakni rasio kematian ibu selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas yang disebabkan karena kehamilan atau pengelolaannya per 100.000 kelahiran hidup.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa lebih dari 90 persen kematian ibu di dunia terjadi di negara berkembang, salah satunya Indonesia.

Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan AKI di Indonesia sebesar 359, yang artinya dalam setiap 100.000 kelahiran hidup, terdapat 359 orang ibu yang meninggal akibat kehamilan atau pengelolaan kehamilannya.

Sedangkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015 yang juga dilaksanakan oleh BPS, menunjukkan AKI sebesar 305 dan data lain yang diperoleh dari Bank Dunia menyebutkan bahwa AKI Indonesia tahun 2017 sebesar 177.

Walaupun terjadi penurunan, namun hal tersebut belum mampu memenuhi target Millenium Development Goals (MDGs) yakni sebesar 102 pada tahun 2015 dan masih sangat jauh dari target Sustainable Development Goals (SDGs) sebesar 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 nanti.

Dari data yang dihimpun oleh Kementerian Kesehatan melalui program kesehatan keluarga, diketahui bahwa terdapat total 4.627 kasus kematian ibu pada tahun 2020.

Hal ini cukup memprihatinkan karena jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yakni sebanyak 4.221 kasus kematian ibu. Penyebab utama kematian ibu ialah pendarahan di sekitar masa persalinan dengan total kasus sebanyak 1.330 pada tahun 2020.

Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah harus terus mendorong agar setiap persalinan dapat dibantu oleh tenaga kesehatan terlatih dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan karena hal tersebut akan memperkecil risiko kematian bagi ibu dalam masa kehamilan maupun proses persalinannya.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2020 yang dilaksanakan oleh BPS menunjukkan cakupan yang cukup memuaskan di Indonesia yakni 95,16 persen ibu melahirkan anak lahir hidup dalam 2 tahun terakhir dan anak lahir hidup yang terakhir dilahirkan dengan bantuan tenaga kesehatan di mana 87,91 persennya melakukan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa kesejahteraan ibu dari sisi pemenuhan fasilitas kesehatan di Indonesia secara umum sudah cukup baik. Disagregasi lebih jauh terhadap data tersebut menunjukkan persentase ibu melahirkan anak lahir hidup dalam 2 tahun terakhir dan anak lahir hidup yang terakhir dilahirkan dengan bantuan tenaga kesehatan serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan lebih tinggi di daerah perkotaan di mana persentasenya juga menunjukkan peningkatan seiring kondisi ekonomi dan tingkat pendidikan ibu yang semakin baik.

Selain itu, gambaran kesejahteraan ibu juga dapat ditilik melalui tingkat partisipasi pasangan usia subur dalam program Keluarga Berencana (KB). Salah satu penelitian menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara penggunaan alat kontrasepsi dengan kematian ibu.

Hal ini dikarenakan perempuan yang menggunakan alat kontrasepsi tahu bagaimana cara untuk menunda memiliki anak, memastikan jarak aman antarkelahiran, dan menghindari kehamilan yang tidak diinginkan sehingga ibu dapat lebih siap secara fisik dan mental untuk menghadapi kehamilan.

Hasil Susenas Maret 2020 menunjukkan hanya 56,04 persen pasangan usia subur yang sedang menggunakan cara tradisional untuk menunda kehamilan dan 54,34 persen pasangan usia subur yang menggunakan alat KB modern. Banyak hal yang mempengaruhi masih minimnya partisipasi pasangan usia subur dalam program KB seperti kurangnya sosialisasi maupun alasan sosio-kultural lainnya yang kental dalam kehidupan masyarakat.

Upaya Peningkatan Kesehatan dan Kesejahteraan Ibu

AKI yang masih tinggi di Indonesia menunjukkan bahwa masih ada yang perlu dibenahi dalam peningkatan kesehatan dan kesejahteraan ibu. Seorang perempuan, khususnya ibu, harus diberikan kesempatan untuk memperoleh pendidikan seluas-luasnya guna membekali dirinya dengan kemampuan yang cukup dalam merawat diri dan anaknya serta merespons kegawatdaruratan yang terjadi pada kehamilannya sehingga ibu dapat lebih tanggap dan sigap untuk melakukan pemeriksaan kesehatan apabila terjadi masalah.

Pendidikan yang baik bagi ibu juga akan mempengaruhi pola asuh terhadap anaknya, semakin baik pendidikan ibu, maka pola asuh pun cenderung akan semakin baik.

Selain itu, pemenuhan asupan gizi yang cukup untuk ibu juga penting dilakukan karena pertumbuhan seorang anak dimulai sejak ia masih berada dalam kandungan ibunya. Pemberian nutrisi yang tepat untuk ibu semasa hamil akan mengurangi risiko anak lahir dengan berat badan rendah atau mengalami infeksi penyakit lainnya.

Dukungan dari keluarga dan pemenuhan fasilitas kesehatan pun tidak kalah penting untuk menunjang kesehatan ibu. Pemerintah perlu melakukan pemerataan pembangunan agar di setiap desa terdapat fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang mumpuni untuk mendukung peningkatan taraf kehidupan bagi ibu dan anak.

Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan adanya jaminan kesehatan yag diperoleh setiap ibu agar mereka semakin semangat melakukan pemeriksaan dan pemantauan terhadap kesehatan diri dan anaknya. Dari uraian di atas, jelas bahwa investasi terhadap kesehatan ibu merupakan investasi untuk masa depan bangsa, karena dari ibu yang sehat, lahirlah calon pemimpin bangsa yang kuat. (Cynthia E. Yunitha, Statistisi Ahli Pertama di Badan Pusat Statistik)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.