Keterkaitan Otonomi Daerah dengan Kearifan Lokal Suku Dayak di Kaltim
- vstory
VIVA – Desentralisasi dan otonomi daerah kerap kali kita dengar dan mungkin tidak asing lagi di telinga kita. Negara Indonesia dengan banyaknya pulau dari Sabang hingga Merauke, menyebabkan pemerintah pusat membentuk suatu tatanan agar aspirasi masyarakat daerah tersalurkan.
Otonomi daerah memiliki artian sebagai berikut, dilansir dari katadata.co.id Otonomi daerah adalah kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai undang-undang.
Otonomi daerah menurut aspirasi masyarakat bisa meningkatkan daya guna dan hasil penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Selain itu, menurut UU Nomor 12 tahun 2008 dan UU nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam pelaksanaannya, otonomi daerah memiliki lima prinsip, di antaranya;
Pertama, Prinsip Kesatuan. Otonomi daerah harus menunjang aspirasi perjuangan rakyat untuk memperkokoh negara kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakat lokal.
Kedua, Prinsip Riil dan tanggung jawab. Otonomi daerah nyata dan bertanggung jawab untuk kepentingan seluruh masyarakat. Pemda berperan mengatur proses pemerintahan dan pembangunan daerah.
Ketiga, Prinsip Penyebaran. Asas desentralisasi dan dekonsentrasi bermanfaat untuk masyarakat melakukan inovasi pembangunan daerah.
Keempat, Prinsip Keserasian. Daerah otonom mengutamakan aspek keserasian dan tujuan di samping aspek demokrasi.
Kelima, Prinsip Pemberdayaan. Tujuan otonomi daerah adalah bisa meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah di daerah. Utamanya dalam aspek pelayanan dan pembangunan masyarakat. Selain itu dapat meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.
Dalam realisasinya, otonomi daerah memiliki keterkaitan dengan kearifan lokal budaya setempat. Dikarenakan secara tidak langsung, pemerintah daerah menggunakan kearifan lokal untuk mencari partisipasi agar peraturan otonomi daerah ini didukung, karena masyarakat yang kental dengan adat istiadat akan mengikuti alur kearifan lokal tersebut dan berpikir bahwasannya pemerintah mengerti apa yang mereka butuhkan.
Kearifan lokal, mungkin tidak asing lagi terdengar di telinga kita semua, terlebih negara kita yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kesatuan yang mana memiliki banyak keanekaragaman budaya, suku, bahasa hingga adat istiadat.
Kearifan lokal tiap daerah sangatlah penting untuk terus dilestarikan, karena dengannya kita bisa menjaga sesama dan menjaga alam ciptaan-Nya.
Kearifan lokal sendiri memiliki pengertian sebagai berikut, dilansir dari Jurnal Gema Keadilan (Rinitami Njatrijani, 2018).
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka.
Kearifan lokal adalah segala bentuk kebijaksanaan yang didasari nilai-nilai kebaikan yang dipercaya, diterapkan dan senantiasa dijaga keberlangsungannya dalam kurun waktu yang cukup lama (secara turun temurun) oleh sekelompok orang dalam lingkungan atau wilayah tertentu yang menjadi tempat tinggal mereka.
Selain itu pengertian kearifan lokal menurut UU No.32 Tahun 2009 adalah nilai-nilai luhur yang berlaku di dalam tata kehidupan masyarakat yang bertujuan untuk melindungi sekaligus mengelola lingkungan hidup secara lestari.
Pada masa modernisasi seperti sekarang ini, budaya luar masuk silih berganti masuk ke dalam negara Indonesia. Peran dari adanya kearifan lokal sangatlah penting, agar kita tidak mudah terbawa arus globalisasi yang akhirnya meninggalkan kebudayaan kita sendiri.
Kearifan lokal memiliki empat fungsi penting terhadap masuknya budaya luar. Adapun fungsi-fungsi tersebut, yaitu; pertama, sebagai filter dan pengendali terhadap budaya luar. Kedua, mengakomodasi unsur-unsur budaya luar. Ketiga, mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli. Terakhir, memberi arah pada perkembangan budaya.
Seperti yang sudah kita ketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 17.000 pulau, 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota di dalamnya. Dari banyaknya pulau, provinsi, serta kabupaten/kota ini menyebabkan keberagaman suku, budaya, adat istiadat, bahasa hingga agama.
Setiap daerah pasti memiliki kebudayaannya sendiri yang menjadi ciri khas daerah tersebut. Salah satunya yaitu terdapat pada Kepulauan Kalimantan. Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di Indonesia yang berbatasan langsung dengan dua negara tetangga yaitu Brunei Darussalam dan Malaysia.
Masyarakat Kalimantan dikenal dengan suku aslinya, yaitu Suku Dayak. Suku Dayak adalah nama yang diberi penjajah kepada penghuni pedalaman pulau Borneo yang tinggal di pulau Kalimantan.
Kalimantan sendiri terbagi menjadi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Selatan. Dahulu, orang Dayak memiliki kebudayaan Maritim atau Bahari, dikarenakan Pulau Kalimantan dikelilingi oleh perairan.
Maka dari itu, hampir semua nama sebutan orang Dayak memiliki arti perhuluan atau sungai dan ini berlanjut hingga penamaan kekeluargaan atau rumpun. Suku Dayak sendiri memiliki begitu banyak sub-suku, dalam sub-suku tersebut terbagi menjadi enam rumpun, yaitu; Rumpun Klemantan, Rumpun Iban, Rumpun Apokayan, Rumpun Murut, Rumpun Ot Danum-Ngaju dan Rumpun Punan. Rumpun Punan dipercaya sebagai rumpun tertua yang ada di Kalimantan.
Sedangkan rumpun lainnya merupakan asimilasi antara Rumpun Punan dengan kelompok Proto Melayu, moyang Dayak yang berasal dari Yunan, Tiongkok.
Masyarakat suku Dayak merupakan masyarakat yang kental dengan adat istiadatnya. Suku Dayak rumpun Apo-Kayan merupakan salah satu rumpun dari enam rumpun suku Dayak, mendiami pinggir Sungai Kayan, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur.
Dalam berkegiatan ekonomi, masyarakat suku Dayak rumpun Apo-Kayan ini mengatur semua kegiatan sesuai dengan kesepakatan bersama mulai dari penentuan harga barang hingga gaji perseorangan sesuai dengan profesi yang diemban.
Dalam bidang hukum, suku Dayak rumpun Apo-Kayan mengutamakan hukum adat, sanksi yang dikenakan tiap melakukan kesalahan sama seperti hukum pada umumnya yang berlaku di Indonesia.
Dari adanya adat istiadat di berbagai bidang ini tentu saja memberikan dampak positif bagi kehidupan bermasyarakat, karena akan lebih terarah, tertata, bahagia hingga sejahtera.
Masyarakat Apo-Kayan ini memegang teguh hukum adat istiadat dan beranggapan bahwa itu saja sudah cukup untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, sehingga tidak memperlukan adanya otonomi daerah.
Kemudian, pada suatu kasus di mana Kabupaten Malinau yang sangat kental serta maju dalam bidang kebudayaannya ternyata memiliki permasalahan dalam segi pembangunan daerahnya, daerah ini cukup tertinggal dibandingkan dengan Apo-Kayan lainnya.
Perlahan, masyarakat mulai sadar akan pentingnya otonomi daerah yang memiliki peran dalam memajukan pembangunan. Apo-Kayan ini terbilang cukup tertinggal pembangunannya dikarenakan akses jalan penghubung untuk ke pemerintahan pusat kurang stabil.
Oleh sebab itu, pemerintah daerah membuat kebijakan pemetakan kembali dan lahirlah kabupaten baru. Pengambilan kebijakan ini cukup terbilang sangat hati-hati, dan pengambilan keputusan ini merujuk pada adat istiadat.
Oleh karena itu kebijakan otonomi daerah yang diambil berdasarkan rujukan dari kearifan lokal masyarakat Apo-Kayan. Pemerintah daerah berusaha membangun hubungan dengan masyarakat Apo-Kayan dengan sebuah relasi, yang dimaksud ialah pemerintah daerah akan lebih mementingkan kebutuhan masyarakat dengan meningkatkan pelayanan publik terlebih dahulu.
Pemerintah daerah membangun kepercayaan dengan masyarakat Apo-Kayan dengan berjanji akan menjalankan kebijakan otonomi daerah dengan berlandaskan kearifan lokal. Hingga saat ini, pemerintah daerah serta masyarakat Apo-Kayan berhubungan baik, bekerja sama, saling percaya guna terciptanya pembangunan daerah yang lebih merata sehingga masyarakat di dalamnya sejahtera.
Desentralisasi diperuntukkan bagi masyarakat daerah yang sebelumnya, tidak tersalurkan aspirasinya kepada pemerintah pusat. Masyarakat Indonesia masih terbilang kental akan adat istiadatnya, membuat pemerintah harus melakukan pendekatan – pendekatan agar pembangunan tiap daerah terlaksana dengan baik dan merata.
Melalui adanya kearifan lokal membuat pemerintah daerah sangat terbantu, karena kearifan lokal tersebut yang menjadi jembatan antara masyarakat yang kental akan adat dan istiadat dengan pemerintah daerah. (Nur Rizka Dewi, Mahasiswi Ekonomi Pembangunan, FEB, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)