La Nina dan Cadangan Pangan

Hamparan tanaman padi siap panen di Ponjong Gunungkidul
Sumber :
  • vstory

VIVA – La Nina merupakan fenomena alam yang menyebabkan udara terasa lebih dingin atau mengalami curah hujan yang lebih tinggi. La Nina juga merupakan anomali sistem global yang cukup sering terjadi dengan periode ulang berkisar antara dua sampai tujuh tahun. Bencana hidrometeorologis berupa La Nina dikhawatirkan bisa mengancam cadangan pangan di level terendah, yaitu keluarga, khususnya petani.

Petani terutama akan merasa terdampak pada ancaman gagal panen. Hal itu masih diperparah dengan pandemi Covid-19 yang tidak kunjung usai. Dengan demikian diperlukan antisipasi untuk penanggulangan dari petani maupun pihak pemerintah.

Pemerintah harus menguatkan kesadaran petani terkait ancaman La Nina agar bisa mengantisipasi sejak dini. Sosialisasi berbagai rencana penanggulangan harus diberikan kepada kelompok petani.

Selain itu, early warning system (EWS) berbasis teknologi yang digunakan untuk pemantauan siklon pergerakan La Nina harus hadir di pusat-pusat pertanian yaitu wilayah perdesaan. Kerusakan hebat diakibatkan La Nina ini harus sudah diantisipasi oleh pemerintah sejak sekarang. Keganasan La Nina sudah terbukti. Seperti kasus longsor di Kota Batu, Jawa Timur, memberikan peringatan bahwa La Nina menjadi ancaman serius bagi masyarakat.

Tingkatkan Kewaspadaan

Sejumlah persiapan perlu dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk mengantisipasi bencana ini. Persiapan itu dilakukan untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan selain mengoptimalkan upaya penanganan. Bentuk persiapan itu dapat dilakukan dengan menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah pihak.

Datangnya bencana alam yang mendadak menuntut masyarakat harus selalu meningkatkan kewaspadaan. Untuk itu semua peralatan pendukung baik EWS, maupun pos pengamatan perlu disiagakan. Tidak hanya itu pemerintah juga perlu mensosialisasikan ke berbagai desa yang rawan dan objek wisata terkait adanya potensi bencana.

Pemahaman masyarakat terhadap antisipasi bencana, terutama di lingkungan sekitar menjadi kunci dari mitigasi dan penanganan bencana. Begitu pula dari segi pendanaan dan sarana serta prasarana harus sudah disiapkan dengan baik, termasuk bronjong dan lain-lain. Semua itu dilakukan dengan harapan antisipasi bencana alam akibat La Nina bisa dilakukan secara maksimal. 

Inovasi dan Teknologi Tepat Guna pada Pertanian

Dampak pandemi Covid-19 dan potensi ancaman perubahan iklim terhadap pertanian sedang melanda dunia saat ini.  Meskipun demikian di Indonesia sektor pertanian justru menunjukkan kinerja yang baik. Menurut data BPS pada Triwulan II-2020 PDB sektor pertanian tumbuh 16,24 persen (q-to-q). Demikian pula pada Triwulan-III 2021 sektor ini masih tumbuh 1,88 persen. Seluruh dunia saat itu sedang menghadapi masalah, namun Indonesia termasuk 11 negara yang mampu bertahan menghadapi Covid-19. Hal ini terkait dengan inovasi dan teknologi tepat guna pada pertanian yang masih perlu terus ditingkatkan.

Prabowo Pastikan Tidak Impor Beras Tahun 2025, Ini Alasannya

Antisipasi dini terhadap iklim ekstrim telah dilakukan Kementerian Pertanian melalui berbagai upaya. Misalnya telah membuat srategi Brigade La Nina. Walaupun demikian masih perlu peningkatan dalam beberapa hal,seperti membangun sistem online EWS pada wilayah yang tepat dan melakukan koordinasi dengan BMKG untuk memetakan wilayah langganan yang berpotensi mengalami dampak iklim ekstrim (banjir dan kekeringan) serta ancaman hama penyakit pada tanaman.

Agar produktivitas hasil pertanian tidak bermasalah, perlu dilakukan inovasi untuk menampung air ketika sedang mengalami curah hujan tinggi seperti yang sedang terjadi saat ini, dengan memperbanyak embung guna menghadapi kemarau panjang sesudah ini. Langkah selanjutnya, mengembangkan varitas yang toleran terhadap perubahan cuaca ekstrim, sehingga kita dapat menggunakan benih unggul yang tahan kekeringan saat kemarau dan tahan genangan saat musim hujan.

Partisipasi IMP168 di COP 16 Riyadh Tegaskan Komitmen Jaga Ekosistem dan Produktivitas Lahan

Terakhir adalah jaminan asuransi untuk hasil panen petani. Asuransi memberikan kenyamanan dan ketenangan petani. Pemerintah juga perlu menjamin ketersedian pangan dengan membeli hasil panen petani dan bahkan menjamin akan mengganti hasil panen jika terkena La Nina.

Pemerintah sebenarnya tidak perlu banyak menyeragamkan masyarakat untuk menggunakan benih tahan banjir seperti Inpara 1 sampai Inpara 10, karenal petani-petani Indonesia sudah memiliki produk lokal yang ramah lingkungan, seperti benih padi SPI 20 dan SPI 21.

Inflasi November 2024 Terendah Sejak Agustus 2021, Ekonom Sebut Perlu Waspadai Hal Ini

Petani bisa membenihkan padinya sendiri, tanpa harus beli ke toko atau perusahaan. Banyak petani sudah bisa melakukan penangkaran benih sendiri. Benih padi seperti ini penting dalam membangun pertanian yang agroekologi. Model pertanian ini justru mampu membantu mendinginkan suhu bumi karena ramah lingkungan.

Di dalam pertanian agroekologi, semuanya dilakukan secara ramah lingkungan dan alami. Selanjutnya petani akan bisa mandiri dalam melakukan aktivitas pertaniannya dan cadangan pangan akan terjaga. (Suparna, Statistisi Madya BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Ilustrasi petani.

Program Padat Karya Ini bikin Semua Senang

Program padat karya tersebut menjadi salah satu langkah strategis dalam mendukung Asta Cita swasembada pangan.

img_title
VIVA.co.id
4 Desember 2024
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.