PNS Masa Kini
- vstory
VIVA – Ukuran kesuksesan bagi sebagian dari kita adalah menjadi pegawai negeri. Entah dari mana ukuran tersebut berasal, namun menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) masih menjadi dambaan setiap orang. Orang-orang seakan berlomba-lomba memenangkan kompetensi menjadi PNS. Ditambah, adanya stigma bahwa kehidupan PNS akan terjamin, aman sentosa menikmati masa tua sambal minum kopi dan membaca koran.
Orang tua pun menginginkan anaknya menikah dengan seorang PNS. Orang tua yang berhasil menikahkan anaknya dengan PNS dianggap sebagai prestasi yang dapat dipamerkan kepada tetangga dan kerabat karena PNS merupakan strata tertinggi dalam dunia pekerjaan.
Selain alasan di atas, PNS juga sulit untuk dipecat/PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Tidak ada ukuran kinerja yang menyebabkan PNS tersebut tetap dipertahankan atau dihempaskan.
Hak-hak yang diperoleh PNS juga cukup mengasyikkan. Bukan hanya gaji yang tiap bulan diterima, tetapi ada tunjangan kinerja, tunjangan makan, tunjangan keluarga, anak, jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan memperoleh fasilitas negara. Hanya perlu presensi pagi, bermain zuma (salah satu permainan di perangkat komputer), kadang senam pagi, lalu presensi pulang.
Di balik angapan kenikmatan menjadi PNS. Citra buruk juga melekat pada profesi PNS. PNS dianggap tidak ada kinerja, tidak produktif, dan tidak inovatif. Hal tersebut didasarkan karena tidak adanya punishment yang diperoleh apabila tidak ada berkinerja. Citra buruk PNS tidak dimulai ketika sudah menjabat. Citra buruk telah ada sejak proses rekrutmen. Pejuang NIP yang lolos tes dianggap menggunakan orang dalam dengan sistem sogok-menyogok.
Sebenarnya PNS zaman kini telah menyadari citra buruk yang terus melekat itu. Untuk itu, pemerintah dalam hal ini BKN (Badan Kepegawaian Negara) dan KemenPANRB (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) membuat program untuk mengubah citra buruk tersebut.
Langkah yang dilakukan pemerintah adalah mencanangkan program reformasi birokrasi. Program ini dimulai sejak tahun 2010 dengan dikeluarkannya Perpres No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Desain Reformasi Birokrasi (GDRB) 2010-2035.
Berdasarkan Permen PANRB No. 18 Tahun 2021, road map yang ingin dicapai sesuai GDRB 2010-2035 adalah menargetkan terwujudnya birokrasi kelas dunia tahun 2025 dengan ciri tata kelola pemerintahan efektif dan efisien serta pelayananan publik yang berkualitas. Melalui reformasi birokrasi, diharapkan terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik yang berorientasi pada kinerja, integritas, dan menjadi pelayan masyarakat dan abdi negara.
Program reformasi birokrasi ini hendak memperbaiki budaya dan pola pikir PNS. PNS yang telah bekerja di seluruh instansi pemerintahan, mulai dari struktural dan fungsional didorong mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel. Menurut Catatan Tengah Tahun Reformasi Birokrasi 2021, Tjahjo Kumolo Menteri PANRB menyampaikan agar seluruh instansi pemerintah mewujudkan birokrasi yang lincah, dan cepat mengambil keputusan dalam melayani masyarakat.
Selain reformasi birokrasi yang dilalukan dari dalam pemerintahan, pemerintah juga menerapkan seleksi terbuka melalui satu pintu, yaitu BKN dengan sistem CAT (Computer Aided Test). Sistem CAT ini dimulai dari pendaftaran hingga ujian. Dengan adanya seleksi terbuka ini, diharapkan dapat menggerus anggapan bahwa untuk menjadi PNS bisa dilakukan dengan sistem korupsi, kolusi, ataupun nepotisme.
Dengan seleksi ini diharapkan akan adanya generasi pegawai negeri angkatan milenial yang melek teknologi. Karena berdasarkan data BKN per Juni 2021, sebanyak 38% PNS diisi oleh usia 51 hingga 60 tahun. Usia ini tergolong dalam generasi baby boomer dan generasi X yang lebih mengandalkan cara konvensional dibanding digital. Belum mampu dan akrab dengan teknologi yang berkembang pesat.
Sistem seleksi ini pada akhirnya meningkatkan Indeks Persepsi Masyarakat terhadap PNS. Berdasarkan laporan akhir tentang Indeks Persepsi Masyarakat terhadap ASN tahun 2019 yang dilakukan Tim Peneliti UI-CSGAR menyatakan bahwa 1.418 respoden dari 1.918 responden yang diteliti (74%) menyatakan masih memiliki kepercayaan terhadap ASN. Fakta ini mengindikasikan CAT BKN memiliki peran besar bagi peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap ASN.
Persoalan yang tak kalah penting adalah mengubah pola pikir PNS itu sendiri. Pola pikir PNS telah tercipta bukannya menjadi pelayan masyarakat malah dilayani masyarakat. Budaya inilah yang dilihat masyarakat sehingga lahirlah citra dan stigma buruk terhadap PNS.
Untuk itu rekrutmen terbuka dan reformasi birokrasi harus terus dilakukan di seluruh instansi pemerintahan bahkan perlu ditingkatkan. PNS yang kurang produktif pun seharusnya diberi sanksi. Sebagai abdi negara, sudah sepantasnya PNS memberikan performa terbaik dan menjadi contoh baik bagi masyarakat. Dengan begitu PNS tidak lagi dicitrakan hanya terima gaji tanpa bekerja. (Dita Christina, PNS di Badan Pusat Statistik)