Quo Vadis Pasal Karet UU ITE Indonesia

Foto merupakan dokumentasi pribadi penulis.
Sumber :
  • vstory

VIVA – Dalam beberapa pekan yang lalu saat acara rapat pimpinan TNI/Polri Presiden Joko Widodo menyatakan sikapnya mengenai Pasal karet dalam UU ITE yang kerap kali menjadi benang kusut dalam ruang lingkup kepastian hukum di Indonesia.

Peran UU ITE di Dalam Media Sosial

Di mana tak lama sesaat setelah pernyataan Presiden tersebut langsung ditanggapi oleh Kapolri Listyo Sigit dengan menerbitkan Surat Edaran tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif.

Selain itu, Kapolri Jendral Listyo Sigit juga meminta kepada penyidik Polri untuk mengedepankan pendekatan Restoratif Justice atau yang dikenal dengan keadilan restoratif dalam penanganan perkara UU Informasi dan Elektronik yang selanjutnya disebut dengan UU ITE.

KPAI Minta Polri Usut Korban Anak dalam Kerusuhan Aksi 22 Mei 2019

Lantas, seberapa besar dampak Pasal karet dalam UU ITE yang merupakan bagian dari hukum positif Indonesia dan bagaimana sebaiknya langkah awal dalam menyikapi Pasal karet dalam UU a quo, dengan itu penulis ingin mencari jawaban sederhana melalui tulisan dialektika dibalik layar ini dengan meninjau argumentasi dari Ahli Hukum Pidana ataupun lainnya.

Frasa Quo Vadis berasal dari bahasa latin yang berarti “mau dibawa ke mana”, sehingga arti harfiah tulisan ini adalah mau dibawa kemana Pasal karet dalam UU ITE Indonesia?

Gandeng Samator, Polri Kini Punya Klub Voli Profesional

Mengenai dampak yang terjadi dari Pasal karet dalam UU ITE penulis teringat bahwa dalam hukum pidana ada suatu asas yang berbunyi nullum crimen, nulla poena sine lege certa yang mengandung makna bahwa tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana tanpa aturan undang-undang yang jelas.

Hal ini penting dalam doktrin hukum Pidana karena pada dasarnya Pasal multitafsir merupakan ancaman bagi kepastian hukum. Dengan begitu, Pasal karet dalam UU a quo dapat melahirkan berbagai interpretasi yang mengancam kepastian hukum di Indonesia.

Selanjutnya mengenai bagaimana langkah saat ini yang sebaiknya ditempuh dalam menyikapi Pasal karet dalam UU ITE menurut Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum UGM yang juga merupakan Wakil Menteri Hukum dan HAM RI yang tak lain ialah Eddy OS Hiariej, dalam kolom opininya pada edaran koran Kompas, ia menuliskan bahwa sembari menunggu revisi UU ITE atau pengesahan RUU KUHP, hal penting yang harus dilakukan dalam menyikapi permasalahan Pasal karet dalam UU ITE ini ialah perlunya pedoman pelaksanaan Pasal-pasal a quo yang dikeluarkan oleh Polri.

Menurut penulis pernyataan dari Wamenkumham tersebut selaras dengan paradigma hukum pidana modern saat ini yang dalamnya berkiblat pada keadilan rehabilitative serta keadilan restoratif. (Mala Silviani, Mahasiswi Hukum Universitas Pamulang, Tangerang Selatan)

Ilustrasi Foto Firli Bahuri dan Karyoto (Sumber Majalah Tempo 26 November 2023)

Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto

Setelah mempertimbangkan semua bukti-bukti pelanggaran etik yang dilakukan Firli saya menyimpulkan Firli memang bukan pribadi yang berintegritas.

img_title
VIVA.co.id
8 Januari 2024
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.