Manajemen Talenta ASN dan Birokrasi Melayani
- vstory
VIVA – Di era revolusi industri 4.0 ini, masih sering muncul anggapan bahwa birokrasi Indonesia cenderung rumit, bertele-tele dan kurang profesional. Padahal aspek kecepatan, kemudahan dan akuntabilitas birokrasi merupakan faktor penentu dalam memenangkan persaingan di era disrupsi yang identik dengan perubahan tak terduga.
Birokrasi Indonesia saat ini masih banyak yang menggunakan pola komunikasi abad 20 yang masih konvensional yang dicirikan dengan rapat-rapat, surat menyurat dan pemasukan berkas yang prosedural.
Tak ayal Government Effectiveness Index (GEI) Indonesia yang mencerminkan kemudahan dan efektivitas birokrasi hanya berada di peringkat 62 dari 192 negara pada tahun 2020.
Saatnya Berubah
“Berbenah”, barangkali itu kata kunci yang diperlukan pemerintah untuk merombak patologi birokrasi yang mengakar di Indonesia. Layaknya patologi dalam dunia medis yang menggerogoti organ tubuh, patologi birokrasi juga menggerogoti kualitas layanan publik.
Dalam teori manajemen, patologi birokrasi dapat berwujud penyalahgunaan wewenang, pengaburan masalah, indikasi KKN, minimnya pengetahuan dan ketrampilan, ketakutan pada perubahan dan inovasi, kurang responsif terhadap kritik dan saran, kurang kreatif dan kredibilitas yang rendah (Siagian, 1994).
Pelayanan publik mencerminkan wajah birokrasi kita karena langsung bisa dinilai oleh masyarakat sebagai pengguna layanan. Masyarakat awam akan menuntut pelayanan prima sebagai timbal balik atas pajak yang telah mereka bayar ke negara tanpa ambil pusing bagaimana proses di belakang layar.
Penempatan ASN pada posisi yang tepat merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan pelayanan publik dan kualitas birokrasi secara umum di samping peningkatan kualitas SDM. Pegawai pemerintahan yang ditempatkan pada posisi yang bukan passion dan bakatnya cenderung kurang produktif dan terkesan menyepelekan.
Telah banyak kebijakan yang ditempuh KemenPAN RB untuk menciptakan prinsip the right man on the right place maupun pengelolaan jenjang karier yang bertumpu pada kinerja.
Namun seringkali kebijakan tersebut sulit diimplementasikan di ranah birokrasi karena masih tingginya mismatch antara latarbelakang pendidikan dan posisi yang ditempati.
Belakangan mulai digagas re-positioning ASN melalui konsep manajemen talenta lewat lahirnya Permenpan RB nomor 3 tahun 2020 tentang manajemen talenta ASN. Di sana di sebutkan bahwa manajemen talenta ASN merupakan sistem manajemen karier ASN yang diprioritaskan untuk menduduki jabatan tertentu yang dilihat dari kinerjanya selama ini dan tingkat potensi yang dimiliki oleh ASN.
Kunci sukses pelayanan publik bisa dimulai dari penempatan pimpinan yang sesuai kebutuhan organisasi dan menguasai permasalahan sehingga diharapkan akan lahir kebijakan yang tepat untuk menginovasi pelayanan publik.
Sebaliknya, jika level pimpinan puncak diduduki oleh orang yang tidak tepat, maka kebijakan yang dikeluarkannya tidak akan mengubah situasi, dan masyarakat harus bersabar dalam menghadapi kualitas pelayanan publik yang diam di tempat.
Manajemen Talenta dalam Proses Perencana Suksesi
Salah satu tujuan dari manajemen talenta ASN yakni mewujudkan rencana suksesi (succession planning) yang dapat memperkuat dan mengakselerasi penerapan sistem merit pada instansi pemerintah.
Menurut Permenpan RB, sistem merit adalah kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur dan kondisi kecacatan.
Selain itu, manajemen talenta ASN juga ingin memastikan tersedianya pasokan talenta untuk menyelaraskan ASN pada jabatan dan waktu yang tepat berdasarkan tujuan strategis, visi, dan misi organisasi (Colbert, 2004).
Salah satu yang menjadi perhatian Permenpan RB ini adalah rencana suksesi, yakni jika terdapat jabatan di level pimpinan yang lowong, baik karena pensiun, meninggal atau hal lain akan dapat segera diisi, serta menjamin persediaan talenta yang siap digunakan jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
Untuk mengimplementasikan hal tersebut, ASN akan dikelompokkan berdasar kinerja dan potensi masing-masing. Indikator kinerja dinilai berdasarkan kategori melebihi ekspektasi, sesuai ekspektasi, dan tidak memenuhi ekspektasi. Adapun penilaian indikator potensi dibagi menjadi kategori tinggi, menengah, dan rendah.
Penilaian potensi ini akan dilakukan melalui proses assessment, uji kompetensi, rekam jejak jabatan, dan pertimbangan lain sesuai kebutuhan instansi. Penunjukan pejabat akan dilakukan berdasarkan pegawai dalam kategori kinerja melebihi ekspektasi dan mempunyai potensi tinggi.
ASN yang masuk kategori ini diharapkan akan mampu menempati posisi jika terdapat formasi yang lowong atau dengan sendirinya akan tercipta talenta-talenta yang berdaya saing.
Manajemen talenta seakan berusaha menciptakan individu yang menguasai bidang pekerjaannya melalui indikator kinerja dan mencari individu yang inovatif melalui indikator potensi. Melalui sistem ini diharapkan tidak terjadi lagi komersialisasi jabatan dan mengurangi penunjukan pejabat Plt (pelaksana tugas) yang selama ini kurang mampu mengeluarkan kebijakan strategis organisasi sebelum pejabat definitif terpilih.
Manajemen talenta menjadi angin segar bagi perbaikan birokrasi di Indonesia karena menjamin kualitas pimpinan dan menghindari jabatan lowong yang sering mengganggu pelayanan. Terobosan-terobosan baru diharapkan akan lahir dari pejabat yang tersaring melalui manajemen talenta sehingga birokrasi yang efektif dan efisien segera tercipta. (Novi Fitriani, Mahasiswa Magister Manajemen, Universitas Sebelas Maret, Peserta Tugas Belajar BPS)