Dilema PTMT: Antara Euforia atau Keselamatan
- vstory
VIVA – Selama satu minggu ini, Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) sudah mulai diberlakukan sekolah di beberapa daerah tingkat dua Provinsi Jawa Barat level 2 dan 3 di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Begitu pula di Kabupaten Bekasi. Mulai Senin, 6 September 2021, beberapa sekolah dasar dan menengah pertama baik swasta dan negeri mulai menyelenggarakan PTMT. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana proses pelaksanaan PTMT tersebut?
Di media sosial, ada keluhan orang tua tentang sekolah yang abai peraturan dan protokol kesehatan. Ada sekolah yang menyelenggarakan PTMT tanpa menghiraukan peraturan PPKM.
Sekolah menyelenggarakan PTMT dengan jumlah siswa 100% pada kelas tertentu tanpa pengaturan waktu belajar, kapasitas kelas melebihi 15 siswa tanpa adanya pengaturan jarak, siswa di dalam kelas melepas masker atau memakai masker di dagu, dan sebagainya.
Lembaga survei Median mengeluarkan hasil survei terbarunya, yaitu 60,7% orang tua khawatir dengan risiko penularan Covid-19 di sekolah (www.median.or.id). Hal tersebut menunjukkan bahwa orang tua belum sepenuhnya percaya pada pihak sekolah dalam menyelenggarakan PTMT.
Ada beberapa hal memprihatinkan berkaitan dengan pemberitaan setelah dibukanya pembelajaran tatap muka. Di salah satu pemberitaan daring, ada sebuah sekolah dasar di Jakarta yang dihentikan PTMT-nya karena guru dan siswa memakai masker di dagu.
Fenomena ini pasti membuat sebagian orang tua khawatir dan tidak memercayai sekolah dalam menyelenggarakan PTMT. Cukup miris melihat fenomena guru yang notabene pendidik, tidak dapat memberi teladan cara memakai masker yang benar.
Siapa yang tidak menyambut gembira kebijakan sekolah tatap muka terbatas ini? Euforia orang tua dan siswa dalam menyambut PTMT tidaklah berlebihan. Jangan sampai membuat lengah dan abai terhadap protokol kesehatan.
Berhasil tidaknya PTMT bukan semata tugas sekolah. Seluruh pemangku kepentingan, yaitu warga sekolah dan orang tua berperan penting dalam kesuksesan PTMT. Kesuksesan tersebut harus ditandai dengan keberhasilan dalam menekan laju penyebaran virus korona, sehingga sekolah tidak menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.
Perlu dicatat bahwa tidak mudah untuk menekan laju penyebaran virus korona menjadi bebas infeksi di lingkungan sekolah. Namun, kita dapat mengurangi risiko siswa atau guru yang terpapar dengan memproteksi diri.
Salah satunya sadar bahwa diri kita dalam kondisi apa pun dapat menyebabkan orang lain terpapar Covid-19 . Kita tidak pernah tahu siapa yang sehat dan terinfeksi. Satu-satunya cara adalah melindungi diri dengan disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan yang ketat di lingkungan sekolah, yaitu tetap memakai masker secara benar, rajin mencuci tangan di air mengalir, menjaga jarak, menghindari kerumunan (bergerombol), dan vaksinasi.
Sebagian besar orang tua dan anak-anak antusias dengan kebijakan ini. Sebagian besar anak-anak pasti sudah bosan secara daring dan lebih nyaman belajar berada dalam lingkungan sekolah, bertemu langsung guru dan teman seumuran. (Nikmatun Naafiah, S.Pd., Guru Sekolah Swasta di Kabupaten Bekasi)
Â