NSI: Penyelamatan Aset BLBI Harus Bermartabat

Goenardjoadi Goenawan, MM, Koordinator bidang Ekonomi Nawacita Sosial Inisiatif
Sumber :
  • vstory

VIVA - Upaya pemerintah untuk mengembalikan aset negara terkait dengan program Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terlihat sangat serius dengan dibentuknya Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.

Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 6 April 2021.

Bertindak selaku pengarah dalam Satgas Hak Tagih Dana BLBI itu adalah Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Menteri Koordinator bidang Kamaritman dan Investasi, Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

Mengacu pada Keppres itu, struktur pelaksana terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, dan tujuh orang anggota.

Koordinator bidang Ekonomi Nawacita Sosial Inisiatif (NSI) Goenardjoadi Goenawan, MM mengatakan bahwa sejak Keppres diterbitkan hingga saat ini, belum terlihat struktur pelaksana dari Satgas Hak Tagih BLBI bergerak dan menjalankan tugasnya.

“Mestinya ini diumumkan kepada publik, siapa yang berada di struktur pelaksana Satgas. Satgas ini kan tujuannya menyelamatkan aset negara. Kalau belum dibentuk segera dibentuk, kalau sudah terbentuk umumkan siapa saja yang bertugas sebagai eksekutor,” katanya, Rabu (26 Mei 2021).

Mengutip data yang disampaikan pemerintah, aset yang hendak dikejar Satgas bukan satu angka yang kecil yakni mencapai Rp110,45 triliun yang terdiri dari tagihan berbentuk kredit yang jumlahnya sekitar Rp101 triliun dan berbentuk properti bernilai lebih dari Rp8 triliun, serta tagihan dalam bentuk rekening uang asing.

Pemerintah mencatat terdapat 12 permasalahan yang terjadi yang menghambat tuntasnya upaya penagihan. Permasalahan penagihan juga dinilai cukup kompleks mulai dari properti yang dijaminkan sudah berpindah tangan karena digugat pihak ketiga hingga aset yang sudah berpindah ke luar negeri.

Satgas BLBI Baru Sita Aset Rp38,2 Triliun dari Target Rp 110 Triliun

Langkah Strategis

Goenardjoadi mengingatkan kompleksitas permasalahan BLBI harus dipahami menyeluruh oleh Satgas Hak Tagih dalam menjalankan tugasnya ke depan.
Menurut dia, pekerjaan utama dari Satgas adalah mengejar aset-aset BLBI yang pemiliknya tidak patuh atau sampai sekarang tidak memiliki niat baik untuk mengembalikan dana talangan BI kepada negara.

Masa Tugas BLBI Bakal Diperpanjang, Menko Hadi Tegaskan Masih Banyak PR

Dia menuturkan Keppres No. 6 Tahun 2021 memberi ruang kepada Satgas Hak Tagih BLBI untuk melakukan lima langkah agar pengembalian dana talangan BLBI bisa dilakukan secara optimal.

Pertama, Satgas BLBI harus melihat fakta pengucuran dana BLBI sebagai upaya penyelamatan bank. Artinya, perkara yang menyangkut obligor penerima BLBI adalah perkara perdata yakni utang piutang terkait dengan kredit perbankan.

Hadi Tjahjanto Serahkan Aset Eks BLBI ke 9 K/L, Nilainya Capai Rp 2,77 Triliun

Kedua, obligor BLBI sejatinya sudah mendapatkan hukuman kehilangan kepemilikan atas aset perusahaan bank yang saat itu dimiliki. Obligor BLBI menyerahkan aset-aset itu kepada negara untuk kemudian disehatkan lalu dijual kepada investor.

Ketiga, hukuman yang diberikan pemerintah kepada obligor harus konsisten. Pemerintah menetapkan obligor BLBI dalam ‘daftar merah’ yang tidak bisa lagi menjalankan bisnis bank di Indonesia. Pada faktanya, beberapa obligor telah melakukan pengambilaihan, merger, dan akuisisi nberupa bank, aset tanah, maupun perusahaan yang pernah dimiliki.

Keempat, terkait dengan ‘daftar merah’ itu, Satgas BLBI harus bisa menemukan kesalahan dalam proses pengambilalihan aset-aset yang sempat dimiliki negara kemudian dijual kepada para investor, lalu saat ini kembali lagi kepada para penerima dana BLBI yang masuk dalam ‘daftar merah’ itu.

Kelima, atas kesalahan yang ditemukan oleh Satgas BLBI itu, pendekatannya bukan lagi hukuman pidana. Melainkan dengan menjatukan denda. Perhitungan denda tidak lagi mengacu kepada nilai BLIBI yang dikucurkan negara pada waktu krisis, melainkan berpedoman pada nilai aset saat ini.

“Bilamana ada kehendak para pemilik obligor BLBI ingin buy back bank atau perusahaannya, bisa ditetapkan denda,” jelasnya.

Dia menyadari bahwa upaya pemerintah untuk mengembalikan aset BLBI tidak mudah karena banyak muatan politik dan kepentingan ekonomi di balik penyelamatan perbankan pascakrisis ekonomi 1998.

Hanya saja, pemerintah perlu serius untuk mengatasi persoalan BLBI ini. Saya yakin obligor yang selama ini patuh, mereka juga merasa kecewa kalau pemerintah tidak serius terhadap BLBI ini. Mereka akan merasa diperlakukan tidak adil.

Sekali lagi, obligor ini banyak yang bisnisnya mendunia, jadi orang-orang kaya di Indonesia dan dunia. Pendekatan dengan orang kaya itu tentu bukan pendekatan hukum, melainkan dengan pendekatan-pendekatan bermartabat karena mereka juga sudah berkontribusi membangun Indonesia. (Goenardjoadi Goenawan, MM, Koordinator bidang Ekonomi Nawacita Sosial Inisiatif)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.