Habib Rizieq Bukan Teman Presiden
- Istimewa
VIVA – Kisruh soal kasus Habib Rizieq semakin hari semakin memanas, dari jalanan hingga ke pengadilan. Pada Jumat kemarin (26/3/2021). Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) menggelar sidang lanjutan kasus kerumunan dengan terdakwa Rizieq Shihab.
Sidang tersebut beragendakan pembacaan eksepsi atau keberatan terdakwa Rizieq Shihab atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Pihak Rizieq merasa dakwaan JPU adalah tuduhan keji.
Dikutip dari media nasional, Rizieq Shihab menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas dakwaan JPU yang penuh dengan fitnah dan tuduhan keji terhadap dirinya dan para sahabatnya, dari panitia Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan.
Dalam kasus ini, Rizieq merasa bahwa pihak kepolisian dan kejaksaan begitu sigap mengusut kasusnya. Tentunya ini juga tidak terlepas dari campur tangan rezim yang sedang berkuasa.
Ia bersikeras bahwa pihaknya dan panitia Maulid Nabi telah mengaku salah menyebabkan kerumunan massa sehingga mengakibatkan pelanggaran protokol kesehatan.
Rizieq Shihab juga menegaskan, bahwa ia dan panitia mengaku salah atas kejadian itu, dan memohon maaf secara terbuka kepada segenap masyarakat, serta membayar denda, sekaligus membatalkan semua rencana kunjungan silaturrahim ke daerah di seluruh Indonesia yang berpotensi terjadi kerumunan sampai pademi berakhir.
Tapi di lain sisi, ia juga mempertanyakan sejumlah kasus pelanggaran prokes yang sama, yang tidak diselesaikan atau diusut tuntas oleh pemerintah.
Ada lima kasus yang perlu dipertanyakan. Di mana peran pemerintah saat terjadi kasus-kasus ini?
Salah satunya adalah dugaan pelanggaran prokes selebriti Raffi Ahmad dan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di pesta keluarga pembalap Sean Gelael di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Kerumunan Ahok dan Raffi Ahmad ini penyelidikannya dihentikan oleh kepolisian, dan kejaksaan pun tidak peduli. Kenapa itu bisa terjadi? Apa karena mereka teman Presiden, sehingga tidak boleh diproses hukum?
Kuat dugaan beliau, pelanggar adalah orang-orang dekat Presiden Joko Widodo (Jokowi). Makanya tidak diusut tuntas. Sedangkan yang bersebrangan cepat sekali digilas.
Rizieq pun merasa dirinya dikriminalisasi, bahwa kasus di Petamburan adalah bentuk diskriminasi hukum.
Dalam perkara kerumunan di Petamburan ini, Rizieq didakwa telah menghasut masyarakat untuk menghadiri acara di Petamburan serta melanggar protokol kesehatan.
Rizieq pun didakwa dengan pasal berlapis yakni Pasal 160 KUHP jo Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan atau Pasal 216 KUHP atau Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan atau Pasal 14 Ayat (1) UU Wabah Penyakit Menular dan Pasal 82 Ayat (1) jo Pasal 59 Ayat (3) UU Ormas.
Sebenarnya dakwaan tersebut, menunjukkan adanya kriminalisasi hukum dan arogansi kekuasaan.
Memang dalam setiap ada peristiwa hukum, sudah seharusnya dipercayakan kepada pihak yang berwajib dan peraturan hukum yang berlaku. Namun, proses penegakan hukum dalam kasus ini telah diseret-seret ke ranah politik dan sentimental.
Penegakan hukum yang seharusnya menjadi panglima keadilan dalam membangun ketertiban dan keamanan sosial. Sudah berubah menjadi asas 'siapa kawan dan siapa lawan' oleh rezim yang berkuasa, itu bisa dilihat dalam beberapa rangkaian peristiwa yang sama, pada sejumlah tokoh yang berhenti begitu saja.
Pada akhirnya, persepsi positif yang harusnya disematkan pada kinerja penegak hukum berubah menjadi prasangka negatif, tapi yang perlu dilakukan masyarakat adalah ikut serta melakukan pengawasan terhadap proses penegakan hukum, karena bagaimanapun mereka bekerja tidak selamanya terus berada di dalam ranah kebenaran.
Â
Â