Mengulik DP 0 Rupiah Properti dengan Realitas COVID-19
- vstory
VIVA – Kini, BI selaku otoritas dalam memonitoring sistem moneter di Indonesia telah menerbitkan peraturan baru terkait DP 0 Rupiah sektor properti dengan alasan pandemi.
Hal ini tertuang pada revisi peraturan yang sebelumnya Nomor 20/08/PBI/2018 menjadi 23/2/PBI/2021 tentang relaksasi LTV dan FTV terutama properti menimbulkan polemik baik bagi pengusaha properti maupun bagi kebijakan pemerintah.
Bagi pengusaha properti polemik datang justru bukan dari peraturan tersebut namun dari sisi supply and demand. Hal tersebut ditengarai menjadi momok bagi kalangan pengusaha karena biasanya DP merupakan pengikat bagi konsumen untuk bersama memikul risk dengan perbankan dalam membeli bidang properti yang notabene hal tersebut meminimalisir default untuk tidak kabur apabila terjadi.
Selanjutnya dalam fatwa DSN MUI mengenai hal itu pada Fatwa Nomor 13/DSN-MUI/IX/2000 bahwasanya DP atau dalam ketentuanya disebut hamish jidyah (tanda keseriusan) boleh dilakukan antara produsen dan konsumen dengan catatan menjadi jaminan atas ketentuan pembelian properti apabila terjadi default maka diatur ketentuanya dengan cara melihat aspek kerugian riil dari properti yang apabila lebih dari hamish jidyah maka konsumen harus menambah nilai materi serta apabila tidak lebih dari kerugian maka sebaliknya.
Oleh karenanya, hal tersebut menjadi opportunity bagi pengusaha apabila market valuation meningkat sehingga akan banyak pembeli namun apabila over justru terjadi persaingan harga yang akan membuat para pengusaha berpikir keras dalam menyeimbangkan cash flow mereka.
Namun, hal tersebut berbeda dengan kebijakan pemerintah DKI Jakarta dengan program DP 0 Rupiah yang menakarnya justru dengan mengurangi syarat dan ketentuan karena imbas makroprudential pada sisi colateral tentunya.