Memenuhi Kebutuhan Air Bersih dan Sanitasi Layak

portal.merauke.go.id
Sumber :
  • vstory
<
p>VIVA – Kehidupan manusia dipastikan berubah 180 derajat akibat pandemi covid-19. Demikian yang diperingatkan oleh banyak ahli/peneliti, pemangku kebijakan hingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Meskipun babak baru penanganan pandemi sudah memasuki tahap vaksinasi, namun kasus harian khususnya di Indonesia masih tergolong tinggi. Per tanggal 6 Februari, kasus covid-19 di Indonesia tercatat hingga 1,13 juta kasus.

Pemerintah pun menekankan kepada semua pihak mengenai pentingnya penerapan protokol kesehatan seperti menjaga jarak aman fisik (physical distancing) dan memakai masker dalam Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Tak hanya itu, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun akan menjadi kebiasaan baru yang mau tak mau harus dilakukan sesering mungkin agar meminimalisir penularan covid-19.

AKB berarti membuka kembali aktivitas ekonomi, sosial dan kebijakan publik secara terbatas dengan mengedepankan protokol kesehatan yang sebelumnya tidak ada sebelum pandemi covid-19, salah satunya mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.

Kebiasaan baru tersebut menyangkut akses masyarakat terhadap air bersih dan penyediaan sanitasi dasar yang layak. Namun alih-alih agar mampu beradaptasi dalam kebiasaan baru, justru masih banyak ditemukan masyarakat yang kesulitan memenuhi kebutuhan air bersih dan sanitasi layak.

Untuk itu persoalan tersebut perlu menjadi perhatian bersama. Tanpa ketersediaan “barang” tersebut, protokol kesehatan yang seharusnya mudah akan menjadi sulit dilakukan bagi sebagian orang.

Air Bersih dan Sanitasi Layak, Prasyarat Hidup Sehat

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Keberadaan air bersih dan sanitasi layak merupakan kebutuhan yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut juga tertuang dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu memastikan masyarakat dunia mencapai akses universal air bersih dan sanitasi layak.

Ketersediaan air bersih dan sanitasi layak pun kerap disebut sebagai prasyarat hidup sehat karena akan meningkatkan kualitas hidup seseorang. Sanitasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan suatu usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Sanitasi juga dapat diartikan sebagai perilaku manusia yang disengaja untuk membudayakan kebiasaan hidup bersih dan sehat untuk mencegah manusia terkontaminasi langsung dengan bahan-bahan kotor dan berbahaya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa keberadaan sanitasi efektif dalam mencegah penyakit.

Sebelum adanya pandemi covid-19, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun dikaitkan sebagai bentuk pencegahan beberapa penyebab jenis penyakit seperti penyakit kulit, muntaber, diare, tifus, cacingan hingga stunting pada balita.

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Dalam AKB, kebiasaan tersebut dinilai cukup ampuh memperkecil penularan pandemi covid-19. Namun jika ditelisik lebih dalam, masih banyak masyarakat yang belum tersentuh akses air bersih dan sanitasi layak.

Berkaca pada hasil Susenas 2019 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), menyebutkan penduduk Indonesia yang telah memiliki akses air minum bersih baru sebesar 89,27 persen. Hal tersebut seakan menyadarkan kita, bahwa masih ada sekitar 29 juta penduduk Indonesia yang kesulitan mendapatkan air bersih.

Bukan tanpa alasan masih minimnya akses penduduk terhadap air bersih. Kondisi kemiskinan masih menjadi alasan utama terbatasnya akses penduduk terhadap air bersih. Sementara jika melihat inflasi sepanjang tahun 2020, kelompok pengeluaran Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar cukup besar yaitu 0,35 persen.

Menurut status ekonomi, rumah tangga dengan kuintil pengeluaran 1 (20 persen penduduk termiskin) baru sekitar 84,92 persen yang bisa memenuhi kebutuhan air bersih. Dan semakin meningkat pada kuintil pengeluaran selanjutnya.

Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan sejalan dengan akses terhadap air bersih, karena rumah tangga pada tingkat kesejahteraan tinggi mampu membayar lebih untuk mendapatkan air bersih yang di beberapa tempat harus diperoleh dengan membeli.

Potret pemenuhan sanitasi layak juga belum menggembirakan, pasalnya baru sekitar 77,39 persen rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak pada tahun 2019. Sementara itu berkaitan dengan kebiasaan cuci tangan, baru sebanyak 76,07 persen proporsi rumah tangga yang memiliki fasilitas cuci tangan dengan air bersih dan sabun pada tahun 2019.

Angka tersebut semakin menurun untuk penduduk yang tinggal di luar daerah metropolitan. Di daerah perkotaan rumah tangga yang memiliki fasilitas cuci tangan dengan air bersih dan sabun sebanyak 79,42 persen sedangkan di perdesaan sebanyak 71,81 persen.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.