Nilai Filsafat pada Film Joker?
- vstory
VIVA – Belajar memahami filosofi yang terdapat pada film, kita dapat melakukan langkah awal untuk belajar berbagai teori filsafat yang ada. Filsafat dapat didefinisikan sebagai pemikiran dasar manusia terhadap permasalahan dalam dinamika kehidupan.
Sebenarnya setiap manusia sudah memiliki pemikiran mendasar tersebut sejak kecil. Sebagai contohnya saja seperti pertanyaan mendasar mengapa manusia harus bekerja?.
Lalu apa yang terjadi apabila kita tidak bekerja? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terus berlanjut hingga mendapatkan kepuasan dari sebuah jawaban. Ilmu filsafat seringkali digunakan dalam penciptaan suatu karya seperti novel, lukisan, film dan masih banyak lagi. Biasanya penulis akan menyelipkan misteri dalam suatu karyanya agar dapat menimbulkan kesan menarik bagi penikmatnya.
Begitu pula dengan film yang disajikan dengan judul Joker 2019. Secara umum, kita dapat melihat bahwa Joker adalah manusia yang mengalami ketidakadilan di lingkungan tempat tinggalnya. Namun apabila kita hanya melihat dari sudut pandang itu saja, maka kita tidak akan dapat menikmati suatu hasil karya sastra.
Melihat lebih dalam film Joker, singkat cerita seperti ini “Joker merupakan seorang pria dengan nama asli Arthur. Ia bekerja menjadi seorang badut panggilan dan tinggal bersama ibunya di sebuah kota di Amerika Serikat.
Arthur dibesarkan dengan suatu penyakit yang menyebabkan ia tidak bisa mengontrol kapan ia harus tertawa dan kapan ia harus menangis. Ditambah lagi, ketika ia melihat kejahatan di depan matanya, seorang Arthur tidak bisa mengontrol tawanya. Penyakit tersebut menyebabkannya memiliki gangguan mental. Ia memaksa mulutnya untuk selalu tersenyum.
Bahkan ketika menangis dia tidak dapat mengendalikan tawanya”
Film ini tidak hanya sekadar seperti film psikologis pada umumnya, Simbolisme penindasan dan perjuangan pencarian kebebasan dari seorang jati diri manusia digambarkan dengan jelas.
Pada bagian awal film ditunjukkan dengan aksi kekerasan terhadap Arthur yang sedang bekerja oleh beberapa orang remaja. Bos dari Arthur menuntutnya karena remaja-remaja tersebut merusak papan iklan toko tempat Arthur bekerja. Narasi awal film Joker memiliki symbol gagasan filsafat Platon.
Manusia hidup dalam masyarakat yang didasarkan pada perbudakan. Platon mengatakan, bahwa manusia yang memiliki kebajikan alami adalah manusia yang baik. dalam realitanya, ia melihat bahwa keadilan dan moralitas hampir bisa dipertukarkan.
Platon melihat apa yang dia anggap sebagai bukti inferioritas bawaan manusia, atau superioritas di alam. Dalam kehidupan kita dapat melihat peristiwa tersebut dengan nyata. Kekerasan atasan pada karyawan, bahkan mungkin contoh nyata dalam negeri kita ketika hukum sebuah negara tidak bisa menembus keadilan untuk para koruptor.
Mereka memilki kekuatan superior dalam posisi sebagai masyarakat golongan atas.
Dalam bukunya berjudul "Gorgias", Platon mengatakan: "Alam sendiri mengisyaratkan hanya untuk yang lebih baik memiliki lebih dari yang lebih buruk, lebih kuat daripada yang lebih lemah".
Dalam kehidupan Arthur, ia tergolong dari masyarakat tingkatan bawah ditambah lagi ia memiliki penyakit yang tidak disukai orang di sekitarnya. Ia kesulitan dalam mencari sebuah pekerjaan karena keterbatasannya. Selain itu, Ia mendapatkan cemooh dan penindasan dari pekerjaan yang dilakukannya.
Dalam ilmu filsafat kita dapat memahami, sebenarnya Kemauan manusia untuk mengakhiri perbudakan dalam prosesnya akan menemukan pikiran yang membawa jalan keluar.
Namun jalan keluar tersebut tidak semua berjalan mulus dan bernilai baik. Bagaimana tidak? Arthur berusaha menjadi manusia yang baik untuk lainnya dengan harapan ia terbebas dari perlakuan semena-mena masyarakat terhadapnya.
Meskipun ia mengalami depresi parah, ia tetap dengan niat baik menjalani hidupnya. Hingga akhirnya sia-sia dengan nasib buruk yang selalu menimpanya. Proses mengakhiri perbudakan yang dilakukan terhadap dirinya memang menakjubkan, ketika ia menemukan cara tersendiri untuk mendapatkan kebebasan dari ketertindasannya.
Simbol gagasan filsafat Hegel pada film Joker tampak pada semua kontradksi. Filsafat nya yang kita kenal menggunakan tesis, antitesis dan juga sintesis. Pada film joker, kontradiksi yang terjadi tidak hanya mengganggu dalam tatanan ekonomi saja pada pelaku (joker), namun juga tatanan sosial nya yang berantakan.
Dalam karyanya Philosophie (1932), Karl Jaspers menguraikan bahwa eksistensi manusia pada dasarnya adalah untuk memenuhi panggilan mengambil karunia kebebasannya.
Film Joker 2019 berusaha menyampaikan bahwa dalam kehidupan manusia, setiap jiwa haus kebebasan dari belenggu dunia yang begitu memuakkan.
Apabila kita perhatikan seorang Arthur (Joker), berusaha mencari kebebasan dalam hidupnya yang penuh tragedi dengan berbagai cara. Hingga dia menemukan cara untuk memuaskan jiwa yang selama ini teraniaya dengan cara yang salah.
Ia melakukan tindak pembunuhan yang tentu saja hal tersebut melanggar hak hidup manusia lain. Dalam film Joker, Arthur tergambar dengan karakter kejam setelah melalui perjalanan hidupnya yang begitu keras. Ia melakukan kejahatan yang menghilangkan nyawa orang lain. Namun ia tidak melakukan kejahatan itu terhadap orang yang dianggapnya tidak bersalah.
Jean Paul Sartre, juga mengatakan bahwa manusia itu berbeda dari makhluk yang lain karena kebebasan yang dimilikinya. Manusia dengan pemahamannya, berpikir bahwa ia bisa menciptakan hakikat keberadaannya sendiri.
Manusia dapat menyadari realitas, seperti perasaan akan kebebasan, tanggung jawab atas hidupnya sendiri, dan juga kesedihan yang mendalam. Manusia hidup di dunia berkewajiban dengan pemenuhan dari tanggungjawabnya tersebut.
Karena hidup ini atas pilihannya terhadap nasibnya sendiri. Meskipun begitu manusia harus menyadari terdapat keterbatasan dalam diri mereka. Rencana seperti apapun demi mewujudkan kesempurnaan tidak akan pernah bisa tercapai.
Setelah Arthur merubah stylenya menjadi seorang Joker, ia merasakan kebebasan dalam dirinya. Salah satu style Joker yang bisa dinilai dari sudut pandang filosofi Nietzsche, yaitu manusia dan topeng.
Dengan pernyataannya bahwa setiap roh yang mendalam membutuhkan topeng, begitu pula roh manusia yang baru. Ia tidak dapat menggunakan topeng yang lama. Manusia diciptakan dengan wajah-wajah yang berbeda sebagai topeng yang menutupi roh nya.
Seorang joker menggunakan topeng baru untuk menutup topeng lama dengan masa lalu yang tidak diinginkannya. Di sekitar setiap roh dalam topeng terus tumbuh, yaitu interpretasi dangkal dari setiap kata yang dia ucapkan, setiap tanda kehidupan yang dia berikan" (Nietzsche , 1886).
Filsafat Marx yang dapat kita saksikan dalam kehidupan joker yaitu bahwa kekuatan penggerak dialektika adalah manusia itu sendiri. Bukan hanya pikirannya, tetapi keseluruhan dari manusia itu.
Baik berupa pikiran, rencana dan juga tindakan. Dalam film joker, sebenarnya bukan hanya Joker yang mengalami ketidakadilan namun juga masyarakat kota dengan pemerintahan yang sewenang-wenang.
Joker sebagai salah satu penggerak dialektika, berperan menjadi provokator dalam penghancuran ketikdakadilan yang berlangsung. Artinya bahwa perubahan bisa dilakukan dengan bersatunya kumpulan manusia yang memiliki pemikiran yang sama.
Dalam hal ini suatu perubahan harus dilakukan dengan secara bersama-sama untuk menghasilkan dampak yang besar. Dengan begitu, manusia sendirilah yang mampu melepaskan dan membuat perubahan dalam hidup mereka