Catatan Ringan: Ideologi, Investasi, dan Politik Bebas Aktif

Ketum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie
Sumber :
  • vstory

VIVA - Beredar tulisan Bung Nasrudin Joha yang menganggap Partai Golkar sudah terpapar komunisme China. Meski tulisan Bung Nasrudin sangat tendensius dan dangkal, tapi tulisan itu sedikitnya dapat diambil hikmahnya, bahwa Bung Nasrudin Joha sangat peduli dengan eksistensi Partai Golkar dalam perpolitikan nasional.

Bung Nasrudin yang baik, seluruh kader Partai Golkar di mana saja tahu dan paham akan sejarah pendirian (Partai) Golongan Karya, yakni untuk mengimbangi sekaligus melawan paham komunis (PKI). Di setiap diklat pengkaderan, hal itu selalu menjadi menu utama yang disampaikan oleh para senior Partai Golkar.

Bung Nasrudin, selain kami membaca dan menghayati Pancasila, pembukaan UUD 1945, kami juga membaca dan menghayati Ikrar Panca Bhakti Parati Golkar. Ada pun Panca Bhakti Partai Golkar sebagai berikut;

1. Kami, warga Partai Golongan Karya adalah insan yang Percaya dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kami, warga Partai Golongan Karya adalah Pejuang dan Pelaksana untuk mewujudkan cita-cita Proklamasi 1945, Pembela serta Pengamal Pancasila.
3. Kami, warga Partai Golongan Karya adalah Pembina Persatuan dan Kesatuan Bangsa yang berwatak setia kawan.
4. Kami, warga Partai Golongan Karya bertekad bulat melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat, untuk membangun masyarakat Adil, Makmur, Aman, Tertib dan sentosa.
5. Kami, warga Partai Golongan Karya setia pada Undang-Undang Dasar 1945, mengutamakan kerja keras, jujur dan bertanggung jawab dalam melaksanakan Pembaharuan dan Pembangunan.

Prasangka Tanpa Dasar

Jelas, sejak awal berdirinya Partai Golkar berazaskan Pancasila. Tidak pernah bergeser satu mili pun dari ideologi negara, Pancasila.

Kenapa tulisan Bung Nasrudin tendensius dan dangkal? Karena menulis berdasarkan prasangka tanpa dasar. Bung Nasrudin hanya membaca sebuah berita pertemuan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dengan Kepala Polit Biro Hubungan Internasional Partai Komunis China Song Tao, di Jakarta tahun lalu. Di mana keduanya bersepakat melanjutkan program pertukaran kader dalam rangka studi banding bidang pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Bung Nasrudin, yang dilakukan Airlangga Hartarto bukan kehendak pribadi, tapi kebijakan DPP Partai Golkar yang meneruskan kesepakatan DPP Partai Golkar sebelumnya di bawah Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dan Xi Jinping, yang pada saat itu masih menjadi Wakil Presiden China.

Kenapa mesti bekerja sama dengan PKC? Harus diakui China berhasil membangun negaranya sebagai salah satu kekuatan dunia.

Selain itu, apa yang dilakukan Partai Golkar dengan menjalin kerja sama dengan PKC adalah sebagai bentuk pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif sesuai pembukaan UUD 1945.

Membuka Diri dan Bergaul

Bung Nasrudin, perang dingin sudah berlalu. Zaman pun berubah. Kemajuan teknologi dan informasi demikian luar biasa.

China yang selama ini tertinggal, miskin dan minder akibat kalah perang (candu) dengan bangsa Eropa, berhasil mengejar ketertingalannya di segala bidang, termasuk seni dan olahraga.

Caranya? China membuka diri dan bergaul dengan semua negara, tidak hanya satu kubu atau satu ideologi dengannya. China membuka diri untuk pemodal/investasi dari mana pun juga.

Hasilnya? Kini, China menjadi kekuatan dunia yang diperhitungkan dengan pengaruh sebesar 18 persen kepada ekonomi global. Sementara AS pengaruhnya 25 persen pada ekonomi dunia. Dan yang paling utama adalah China berhasil menekan angka kemiskinannya dari 770 juta turun menjadi 30 juta orang selama 40 tahun!

Saat ini, empat bank China menduduki urutan pertama hingga ke-4 dari daftar 10 besar bank terbesar di dunia. Demikian juga, 119 perusahaan China masuk Fortune Global 500, selisih dua perusahaan dengan Amerika Serikat yang mencatatakan 121 perusahaan.

Jadi, Bung Nasrudin, bagaimana China membangun negerinya dan berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menekan angka kemiskinan itulah yang patut kita pelajari, dan hal itulah menjadi wilayah kerja sama kedua partai. Bukan mempelajari paham komunis yang menjadi ideologi China!

Di sisi lain, bagaimana China berhail mempertahankan ideologinya di tengah serbuan kapital (investasi) yang masuk ke negaranya? Melalui “sekolah ideologi partai”. China melakukan pendidikan kepada seluruh calon pejabat dari level rendah hingga tinggi di sebuah “sekolah ideologi partai.”

Hasilnya, yang seperti kita lihat saat ini, bahwa investasi, kapital dan pergaulan internasional tak mampu mengubah paham dan atau ideologi China.

Presentasi di Oxford Summer Courses, Verrell Bramasta Pukau Netizen

Belajar dari China

Indonesia bisa belajar dari China. Untuk mempertahankan ideologi Pancasila dari serbuan paham lain (komunis dan liberal), menguatnya kepentingan individu serta menguatnya politik identitas perlu dibuat “sekolah ideologi Pancasila” yang diikuti oleh seluruh kader partai politik, ASN, mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya.

Kasih LKPP 2023 WTP, BPK: Ekonomi dan Sosial RI Pasca-Pandemi Relatif Pulih

Bung Nasrudin pasti mengetahui hadis ini, ”Carilah ilmu meskipun di negeri China, karena mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” Meski tak tergolong hadis sahih, hadis ini sangat masyhur.

Dan faktanya, dunia tak bisa lepas/menghindar dari China, baik secara ekonomi maupun politik. (Lalu Mara Satriawangsa, Wakil Sekretaris Dewan Pembina Partai Golkar)

SYL Mengaku Jadi Korban Framing Opini: Seolah-olah Saya Manusia Rakus dan Maruk
Emrus Sihombing, Direktur Eksekutif EmrusCorner (tangan menunjuk)

Penegak Hukum Diminta Bijak Ungkap Fakta di Luar Persidangan

Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno mengomentari kasaksian Sandra Dewi dalam sidang dugaan korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis di salah satu televisi.

img_title
VIVA.co.id
11 Oktober 2024
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.