'Jubir Luhut' Perlu Paham Hukum dan Bayar Kompensasi ke Negara
- vstory
VIVA - Bagi saya, perseteruan antara Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dengan M. Said Didu (MSD), hanyalah kasus hukum biasa, artinya, hanyalah sengketa hukum antar warga negara.
Yang menarik bagi saya, justru kedudukan dan peran Jodi Mahardi yang selalu tampil sebagai juru bicara (Jubir) Luhut Luhut Binsar Pandjaitan. Sebab, secara konstitusional dan hukum ada ihwal yang tidak jelas bahkan potensial salah.
Kalau menyimak substansi sengketa LBP dengan MSD, sebetulnya secara hukum jelas merupakan sengketa personal warga negara yang secara normatif diatur dalam UU ITE, UU No.1 Tahun 1946 tentang KUHP, dan bahkan dalam beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi.
Oleh karena itu, menjadi pertanyaan hukum, mengapa Jodi Mahardi yang dalam narasi publik sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menerima gaji dari negara dan menggunakan fasilitas negara pada Kemenko Kemaritiman dan Investasi sampai tega menyalahgunakan kedudukannya menjadi jubir pribadi LBP? Bukankah tidak lebih tepat fungsi Jubir LBP dilakukan oleh Kuasa Hukumnya?
Oleh karena itu, sebagai Ketua Asosiasi Advokat Konstitusi (AAK), saya mengimbau agar Jodi Mahardi memeriksa aturan hukum terkait dengan kedudukannya sebagai ASN, dan prosedur menggunakan fasilitas negara, agar tindakannya tidak menyalahi konstitusi dan hukum yang berlaku.
Kalaulah sampai terjadi, Jodi Mahardi menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi LBP, saya menuntut agar Jodi Mahardi membayar kompensasi atas penggunaan yang tidak konstitusional tersebut. (Penulis Bahrul Ilmi Yakup, Ketua Asosiasi Advokat Konstitusi).